Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.1

ADVERTISEMENT
Rapat paripurna DPR pada Selasa (1/9) mengesahkan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK). Ini merupakan kali kedua UU MK diubah sejak pertama kali terbit pada 2003.
ADVERTISEMENT
Usulan revisi UU MK kali pertama muncul pada awal April 2020. Dalam rapat paripurna pada 2 April, DPR berinisiatif merevisi UU MK di mana Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, sebagai pengusul tunggal.
Dalam draf awal revisi UU MK yang beredar, terdapat beberapa perubahan. Di antaranya batas usia minimal hakim MK yang naik dari 47 tahun menjadi 60 tahun. Kemudian masa jabatan ketua dan wakil ketua MK yang semula 2,5 tahun menjadi 5 tahun.
Namun rencana tersebut mendapat tentangan dari sejumlah pihak, salah satunya Koalisi Save MK yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif), PUSaKO Unand, Pukat UGM, dan YLBHI.
Koalisi menilai draf awal RUU MK sarat potensi politik transaksional. Koalisi berpendapat, 'keistimewaan' bagi hakim MK dalam revisi UU memiliki tujuan terselubung. Mereka menduga hal ini sebagai cara bagi DPR agar MK menolak permohonan uji materi beberapa UU yang krusial yang masih berproses di MK, seperti UU KPK. Usai ditentang sejumlah pihak, proses revisi UU MK menguap pada Mei 2020.
ADVERTISEMENT
Namun tiba-tiba jelang akhir Agustus 2020, tepatnya pada 24 Agustus, Menkumham Yasonna Laoly menyatakan pemerintah setuju UU MK direvisi. Sehari kemudian, Yasonna menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU MK ke DPR.
Kemudian pada 26-29 Agustus dilakukan rapat tertutup Panja untuk membahas DIM. Selanjutnya pada 31 Agustus 2020, DPR dan pemerintah sepakat revisi UU MK dibawa ke paripurna. Sehari setelahnya, DPR mengesahkan revisi UU MK yang telah disetujui pemerintah.
Lalu apa saja poin-poin krusial dalam UU MK yang baru ini?
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU MK yang baru, masa jabatan ketua dan wakil ketua diperpanjang menjadi 5 tahun. Sebelumnya, masa jabatan ketua dan wakil ketua MK hanya 2,5 tahun.
ADVERTISEMENT
Terdapat tambahan ayat baru di UU hasil revisi yakni Pasal 4 ayat (3b). Ayat baru tersebut mengatur pemilihan dan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK dilakukan secara terpisah.
Dampak adanya ayat baru tersebut membuat Pasal (4f), (4g), dan (4h) dihapus. Sebelumnya 3 ayat tersebut memuat ketentuan pemilihan ketua dan wakil ketua MK dilakukan dalam 1 kali rapat.
DPR dan pemerintah sepakat mengatur masa pensiun panitera MK. Berdasarkan Pasal 7A ayat (1), panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pensiun di usia 62 tahun.
Poin krusial dalam revisi UU MK yakni mengenai syarat usia minimal seseorang apabila ingin menjadi hakim MK.
ADVERTISEMENT
Pada UU sebelumnya, syarat usia minimal yakni 47 tahun dan maksimal 65 tahun. Namun berdasarkan hasil revisi di Pasal 15 ayat (2) huruf d, syarat usia minimal hakim MK yakni 55 tahun. Tak ada lagi syarat usia maksimal.
Syarat menjadi hakim MK yang diubah lagi yakni mengenai latar belakang yang diatur di Pasal 15 ayat (2) huruf h. Sebelumnya, hakim MK harus mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 tahun dan/atau pernah menjadi pejabat negara.
Kini setelah direvisi, hakim MK harus mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 tahun dan/atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan Mahkamah Agung, pernah menjabat sebagai hakim tinggi.
ADVERTISEMENT
UU MK hasil revisi juga mengubah proses seleksi hakim konstitusi yang dilakukan masing-masing unsur yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.
Di UU yang lama, tertulis pemilihan hakim konstitusi oleh masing-masing unsur dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel.
Kini berdasarkan UU baru di Pasal 20 ayat (2), proses seleksi dari 3 unsur lembaga tetap harus melalui seleksi yang obyektif dan akuntabel. Namun ditambah harus transparan dan terbuka untuk umum oleh masing-masing lembaga negara.
Hal krusial lain yang diatur dalam UU MK yang baru yakni mengenai masa jabatan.
Berdasarkan UU baru, tak ada lagi masa jabatan hakim MK selama 5 tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 periode.
ADVERTISEMENT
DPR dan pemerintah menghapus ketentuan masa jabatan tersebut yang sebelumnya diatur di Pasal 22.
Berikut bunyi Pasal 22 yang dihapus:
Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Dihapusnya Pasal 22, membuat ketentuan pemberhentian dengan hormat hakim MK apabila telah berakhir masa jabatannya sebagaimana Pasal 23 ayat (1) huruf d turut dihapus.
Dengan demikian, hakim MK yang nantinya terpilih bisa menjabat hingga usia 70 tahun. Sebab sesuai Pasal 23 ayat (1) huruf c, salah satu alasan hakim MK diberhentikan dengan hormat karena telah berusia 70 tahun.
ADVERTISEMENT
UU MK hasil revisi juga menghapus beberapa unsur anggota dalam Majelis Kehormatan MK. Majelis Kehormatan tersebut untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Kini unsur DPR, pemerintah, dan Hakim Agung tak lagi menjadi anggota Majelis Kehormatan MK.
Sesuai Pasal 27A ayat (2), unsur Majelis Kehormatan MK terdiri dari satu orang hakim konstitusi, satu orang komisioner KY, dan seorang akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum.
Selain itu, UU yang baru juga menghapus jenis sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian bagi hakim MK yang melanggar kode etik yang diatur di Pasal 27A ayat (5). Sebab ketentuan sanksi sudah diatur di KEPPH MK.
Begitu pula beberapa Pasal mengenai kode etik disesuaikan dengan putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011.
ADVERTISEMENT
Revisi UU MK tak lagi membatasi putusan hakim. Sebab aturan yang membatasi putusan MK sebagaimana Pasal 45A, Pasal 50A, dan Pasal 57A ayat (2a) telah dihapus.
Sebelumnya pasal-pasal tersebut berbunyi:
Pasal 45A
Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh memuat amar putusan yang tidak diminta oleh pemohon atau melebihi Permohonan pemohon, kecuali terhadap hal tertentu yang terkait dengan pokok Permohonan.
Pasal 50A
Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak menggunakan undang-undang lain sebagai dasar pertimbangan hukum.
Pasal 57A ayat (2a)
(2a) Putusan Mahkamah Konstitusi tidak memuat:
a. amar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
b. perintah kepada pembuat undang-undang; dan
ADVERTISEMENT
c. rumusan norma sebagai pengganti norma dari undang-undang yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam UU yang baru, DPR dan pemerintah juga menghapus Pasal 59 ayat (2) yang berbunyi:
Jika diperlukan perubahan terhadap undangundang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
UU MK yang baru turut mengubah ketentuan Pasal 87. Masa jabatan hakim MK yang kini masih bertugas mengikuti perubahan UU.
Artinya, hakim MK yang kini menjabat mendapat keistimewaan bisa meneruskan masa baktinya hingga usia 70 tahun atau maksimal 15 tahun kerja sejak pertama kali diangkat.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, Ketua MK, Anwar Usman, yang diangkat sebagai hakim konstitusi pada 6 April 2011, bakal menjabat hingga 6 April 2026. Hal ini berbeda apabila UU sebelum revisi masih berlaku, di mana Anwar pensiun pada 6 April 2021.
Berikut bunyi Pasal 87 dalam UU hasil revisi:
a. Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini;
b. Hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat Undang-Undang ini ditetapkan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi III DPR, Adies Kadir, sebelumnya mengatakan perubahan masa jabatan hakim MK tersebut demi jaminan kepastian hukum yang adil bagi hakim konstitusi yang saat ini masih mengemban amanah sebagai negarawan, menjaga konstitusi tetap terjamin secara konstitusional.