Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Reza Indragiri Bicara Kasus Brigadir Ridhal: Butuh Autopsi Psikologi Forensik
2 Mei 2024 18:43 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Kriminolog dan ahli psikologi forensik, Reza Indragiri, menyampaikan analisisnya soal peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh Brigadir Ridhal Ali Tomi, di Mampang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Reza menyoroti proses Brigadir Ridhal menarik pelatuk senjata api. Kata dia, perlu dicari tahu sebab-musabab Brigadir Ridhal menarik pelatuk sehingga peluru mengenainya dan menyebabkan ia tewas.
"Polisi tampaknya menyimpulkan bunuh diri pada fakta rekaman CCTV, misalnya bahwa pihak yang menarik pelatuk senpi adalah Brigadir RAT sendiri. Tapi pertanyaannya; apakah karena pelatuk ditarik RAT sendiri, maka serta-merta dan mutlak itu adalah bunuh diri? Tentu tidak," kata Reza dalam keterangannya, Jumat (2/5).
Menurut Reza, bayangkan apabila Brigadir Ridhal memegang senpi di dekat kepala tanpa niat ia tembakkan. "Tiba-tiba petir menggeledek, RAT kaget, pelatuk ditarik. Mati. Itu kecelakaan, bukan bunuh diri," sambungnya.
"Lainnya; RAT memang menarik pelatuk. Tapi itu ia lakukan karena intimidasi. Maka bunuh diri bukanlah kasus tunggal. Ada pihak lain yang harus diuber polisi. Cek Pasal 345 KUHP," kata dia.
ADVERTISEMENT
Pasal 345 KUHP berbunyi: Barangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya kepadanya untuk itu, maka jika orang itu jadi membunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan.
Dari sudut psikologi forensik, lanjut dia, kematiannya baru bisa disimpulkan sebagai bunuh diri hanya jika terpenuhi tiga hal.
1. Perbuatannya sepenuhnya sukarela (voluntary).
2. Niatnya menarik pelatuk semata-mata untuk bunuh diri. Bukan melukai atau pun membuat cacat, misalnya.
3. Pemahaman yang bersangkutan bahwa perbuatannya dapat mengakibatkan kematian.
"Syarat ke-3 terpenuhi. Syarat ke-2, boleh ya boleh tidak. Syarat ke-3, entahlah. Untuk menjawabnya secara lengkap, butuh autopsi psikologi forensik. Masalahnya, kali ini Apsifor [Asosiasi Psikologi Porensik] justru tak Polres Jaksel libatkan," ujarnya.
ADVERTISEMENT