Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.2
RI Belum Punya UU Transfer Napi, Bisa Diskresi Presiden dengan Pertimbangan HAM
25 Februari 2025 15:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur transfer atau pertukaran narapidana dengan negara lain. Namun, praktik ini kerap dilakukan dengan berbagai negara berdasarkan kesepakatan bilateral dan pertimbangan hak asasi manusia (HAM).
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan pemindahan narapidana selama ini berjalan atas dasar diskresi presiden dan hubungan baik antarnegara.
“Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai undang-undang tentang transfers of prisoners maupun undang-undang tentang exchange of prisoners. Tapi dalam praktik itu sudah kita lakukan dan diterima. Karena itu dia bisa menjadi konvensi ketatanegaraan kita,” kata Yusril usai bertemu Menteri Dalam Negeri Malaysia di Jakarta, Selasa (25/2).
Praktik pemindahan narapidana pernah dilakukan Indonesia dengan Filipina, Prancis, dan Australia.
Dengan Malaysia, kebijakan serupa juga pernah diterapkan meskipun tanpa dasar undang-undang atau perjanjian resmi.
Bentuk Tim Negosiasi untuk Pemindahan Narapidana
Dalam pertemuan dengan delegasi Malaysia, kedua negara sepakat membentuk kelompok kerja (working group) untuk membahas mekanisme pertukaran atau pemindahan narapidana.
ADVERTISEMENT
“Sudah kami sampaikan juga kepada Duta Besar Malaysia dan para pejabat dari Kemenko ini untuk segera membentuk working group dan menegosiasikan segala hal terkait dengan pertukaran ataupun pemindahan narapidana tadi,” ujar Yusril kepada media.
Malaysia saat ini telah melakukan reformasi hukum dengan menghapus hukuman mati wajib dan menggantinya dengan hukuman seumur hidup melalui pengajuan banding ke Mahkamah Federal.
Sementara itu, Yusril menjelaskan Indonesia masih dalam tahap persiapan implementasi revisi KUHP yang akan berlaku pada 2026, termasuk soal pelaksanaan hukuman mati.
Yusril optimistis kerja sama dengan Malaysia bisa berjalan lancar. Hubungan erat antarpejabat kedua negara menjadi faktor yang mempercepat proses negosiasi.
“Saya berkeyakinan bahwa Indonesia dan Malaysia ini adalah dua bangsa yang bersaudara, satu dengan yang lain. Dan para pejabatnya itu pun juga, ya saya dengan Pak Saifuddin bukan baru kenal hari ini, sudah puluhan tahun yang lalu. Begitu juga Pak Prabowo dengan Pak Anwar Ibrahim sudah kenal puluhan tahun yang lalu,” kata Yusril.
ADVERTISEMENT