RI Dorong Transparansi Kerangka Kerja Perjanjian Paris di COP24

5 Desember 2018 12:33 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Negosiator Indonesia untuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Nur Masripatin (tengah) setelah mengisi diskusi di COP24, Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Negosiator Indonesia untuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Nur Masripatin (tengah) setelah mengisi diskusi di COP24, Katowice, Polandia. (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebagai negara berkembang, Indonesia mendorong adanya transparansi kerangka kerja Perjanjian Perubahan Iklim Paris atau Paris Agreement. Sebab hingga saat ini, pembahasan kerangka kerja itu masih belum menemui kesepakatan antarnegara di Konferensi Iklim PBB atau Conference of Parties (COP) ke-24.
ADVERTISEMENT
“Terkait dengan aturan main, terkait framework (kerangka kerja) juga (harus) transparan, (pembahasan) transparansi framework itu kan juga masih alot," jelas Ketua Negosiator Indonesia untuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Nur Masripatin, di Paviliun Indonesia COP24, Katowice, Polandia, Selasa (4/12) malam waktu setempat.
Nur menjelaskan, transparansi kerangka kerja itu terdiri dari mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, masalah pendanaan atau finansial, teknologi, hingga peningkatan kapasitas. Menurut Nur, hal ini sebagian menjadi tanggung jawab dari negara-negara maju untuk membantu negara-negara berkembang dalam mengurangi emisi karbon.
"Sekarang memang negara berkembang banyak yang sudah maju. Namun negara-negara berkembang lainnya masih bertahan bahwa income per kapita masih kecil. Kontribusi, emisi per kapita juga kecil. Hal-hal seperti itu membuat proses (pengurangan emisi karbon) lama," ungkap Nur.
ADVERTISEMENT
Nur mengatakan, Perjanjian Paris membuka kesempatan bagi semua negara untuk mendapatkan keadilan dalam mengurangi emisi karbon. Terlebih Indonesia saat ini telah merujuk pada Perjanjin Paris dalam upaya menyusun dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) pengurangan emisi karbon.
“Sekarang kita legally bond ke situ (Perjanjian Paris). Dan negara-negara maju sebenarnya mereka harus memimpin dalam upaya menurunkan emisi di negaranya dan global," ungkapnya.
Perjanjian Paris ditandatangani saat COP21 di Kota Paris pada 2015. Perjanjian ini menyepakati setiap negara peserta harus mengurangi emisi gas rumah kaca atau karbon dioksida. Hal ini untuk mendukung pengurangan laju pemanasan global hingga di bawah 1,5-2 derajat celcius selambat-lambatnya pada 2030.
Sementara Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 29 persen atau 2,8 giga ton pada 2030 dan 41 persen jika mendapat dukungan internasional.
ADVERTISEMENT