Ribuan Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia Tetap Bertugas di Lebanon

6 Juni 2024 20:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Asap dan api menutupi area tersebut setelah serangan roket dari Lebanon, di tengah permusuhan lintas batas yang sedang berlangsung antara Hizbullah dan pasukan Israel, dekat Kiryat Shmona, Israel, dekat perbatasannya dengan Lebanon, Senin (3/6/2024). Foto: REUTERS/Ayal Margolin ISRAEL OUT
zoom-in-whitePerbesar
Asap dan api menutupi area tersebut setelah serangan roket dari Lebanon, di tengah permusuhan lintas batas yang sedang berlangsung antara Hizbullah dan pasukan Israel, dekat Kiryat Shmona, Israel, dekat perbatasannya dengan Lebanon, Senin (3/6/2024). Foto: REUTERS/Ayal Margolin ISRAEL OUT
ADVERTISEMENT
Indonesia menjadi kontingen terbesar dalam pasukan pemelihara perdamaian PBB di Lebanon. Bahkan hal itu masih berlangsung saat eskalasi keterangan antara kelompok Hizbullah melawan Israel makin meningkat.
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu disampaikan oleh Duta Besar Indonesia di Lebanon, Hajriyanto Y. Thohari, Kamis (6/5).
"Kontingen Garuda dari Indonesia adalah yang terbesar dengan sekitar 1.270 personel. Mereka ditempatkan di Lebanon Selatan, di Blue Line, dan di Lautan Mediterania dengan kapal perang KRI Diponegoro," jelas Hajriyanto kepada kumparan, Kamis (6/5).
"Itu di sana ada bersama sekitar 9 ribu sekian tentara dari 41 negara di dunia," tambahnya.
Ia menegaskan bahwa pasukan pemelihara perdamaian ini beroperasi di bawah kerangka PBB dan tidak berada di bawah koordinasi KBRI.
"Pasukan ini imparsial, mereka tidak boleh berpihak atau membantu salah satu pihak. Tugas mereka adalah menjaga perdamaian," katanya.
Anggota TNI Angkatan Darat mengikuti upacara pemberangkatan menuju Lebanon di Dermaga Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/12). Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Dubes Hajriyanto memberikan gambaran mengenai kondisi terkini di Lebanon setelah munculnya isu bahwa Israel siap menyerang negara tempatnya bertugas.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, situasi di Beirut, ibu kota Lebanon, masih aman dan kehidupan berjalan normal seperti biasa.
"Di Beirut aman-aman saja, tidak ada apa-apa. Kehidupan berjalan seperti biasa," ujar Dubes Hajriyanto kepada kumparan, Kamis (6/5).
Mengenai potensi serangan Israel, Dubes Hajriyanto mengatakan pemerintah Lebanon belum mengeluarkan pengumuman resmi terkait langkah-langkah yang akan diambil.
"Tidak ada pengumuman dari pemerintah Lebanon mengenai langkah-langkah apa yang akan diambil. Kehidupan di Beirut masih berjalan normal, sekolah-sekolah, kantor, dan toko-toko tetap beroperasi seperti biasa," jelasnya.
Namun, ia juga menjelaskan bahwa situasi berbeda di wilayah perbatasan Lebanon dengan Israel, khususnya di Lebanon Selatan. Wilayah ini telah ditetapkan dalam status siaga 1 oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
"Di perbatasan itu KBRI menetapkan wilayah Lebanon Selatan dalam status siaga 1. Artinya, warga negara Indonesia di sana telah diungsikan ke tempat yang lebih aman, yaitu ke Beirut," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, ia menambahkan bahwa sampai saat ini belum ada perintah untuk memulangkan warga negara Indonesia dari Lebanon.
"Sejauh ini belum ada perintah untuk memulangkan warga negara Indonesia. Jika seluruh Lebanon berstatus siaga 1, baru ada kemungkinan pemulangan atau evakuasi ke tempat yang aman, bisa ke negara ketiga atau kembali ke tanah air," ungkapnya.

Dubes RI untuk Lebanon Hajriyanto Y. Thohari. Foto: Facebook/Hajriyanto Y. Thohari II
Merespons isu serangan Israel ke Lebanon, Dubes Hajriyanto berharap agar situasi tetap aman dan tidak terjadi perang.
"Sebagai warga negara Indonesia yang berada di negara lain, tentu kita berharap situasi tetap aman, tidak ada perang, dan semua berjalan dengan baik," tuturnya.
Ia juga memastikan bahwa tidak ada warga negara Indonesia yang menjadi korban dalam konflik ini.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada warga negara Indonesia yang menjadi korban," kata Hajriyanto.
"Tapi kalau pertanyaannya apakah ada warga negara Indonesia yang meninggal, dalam rentang waktu konflik itu (2005-2024), ada. Bahkan ada anggota pasukan pemilihara perdamaian yang tahun lalu yang meninggal, tapi bukan karena perang atau terkena senjata, tapi karena sakit," tambahnya.