Ribuan Warga Irak Tuntut Perubahan Rezim Usai Bentrokan Faksi Syiah

3 September 2022 10:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Spanduk robek yang menggambarkan ulama Irak Muqtada al-Sadr setelah bentrokan keras antara kelompok Syiah yang bersaing, di Zona Hijau di Baghdad, Irak, Selasa (30/8/2022). Foto: Ahmad Saad/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Spanduk robek yang menggambarkan ulama Irak Muqtada al-Sadr setelah bentrokan keras antara kelompok Syiah yang bersaing, di Zona Hijau di Baghdad, Irak, Selasa (30/8/2022). Foto: Ahmad Saad/REUTERS
ADVERTISEMENT
Muak dengan krisis politik yang berkecamuk selama berbulan-bulan di Irak, ribuan warga berhamburan ke jalanan dalam aksi protes pada Jumat (2/9).
ADVERTISEMENT
Demonstrasi itu menyusul bentrokan berdarah antara faksi-faksi Syiah. Persaingan tersebut memicu kekhawatiran akan kerusuhan yang meluas di masa mendatang.
Para pengunjuk rasa non-partisan lantas membanjiri alun-alun al-Nusoor di Baghdad. Mengacungkan spanduk dan bendera Irak, mereka menuntut perombakan politik menyeluruh.
Para demonstran mendesak pemecatan semua elite politik. Mereka menuding, para pejabat tersebut melakukan tindak korupsi.
Pengikut pemimpin Syiah Irak Muqtada al-Sadr membawa barang-barang mereka saat mereka mundur dari jalan-jalan setelah bentrokan keras, di Zona Hijau di Baghdad, Irak, Selasa (30/8/2022). Foto: Ahmad Saad/REUTERS
Para pengunjuk rasa juga mengkritik politikus yang didukung Iran. Mereka meyakini, campur tangan Iran telah memanipulasi dan merusak negara itu selama bertahun-tahun.
Aksi demonstrasi damai tersebut digelar oleh pendukung gerakan protes anti-pemerintah pada Oktober 2019. Mereka turut menyerukan keadilan bagi rekan-rekan yang terbunuh selama bentrokan saat itu.
"Iran tidak akan memerintah lagi," teriak mereka, mengulangi slogan selama gelombang revolusi unjuk rasa Arab Spring dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (3/9).
ADVERTISEMENT
"Rakyat menginginkan jatuhnya rezim," seru yang lainnya.
Pemimpin Syiah Irak Moqtada al-Sadr berbicara dalam konferensi pers di Najaf, Irak, Selasa (30/8/2022). Foto: Sadr office/Handout via REUTERS
Mobilisasi pendukung protes anti-pemerintah tak jarang terjadi di Baghdad. Tetapi, krisis yang semakin mendalam telah mengantarkan jumlah pengunjuk rasa yang relatif besar kali ini.
Kebuntuan politik telah meninggalkan negara itu tanpa pemerintahan baru selama hampir 11 bulan sejak pemilu pada Oktober 2021. Faksi-faksi Syiah tidak kunjung membentuk koalisi hingga kini.
Seiring ketegangan menumpuk, bentrokan meletus di Zona Hijau pada Senin (29/8). Pendukung ulama Syiah terkemuka, Muqtada al-Sadr, berhadapan dengan faksi-faksi yang didukung Iran.
Pusat pemerintahan di ibu kota itu lantas menjadi medan perang. Dalam 24 jam, setidaknya 30 pendukung al-Sadr tewas di Zona Hijau.
Pendukung pemimpin populis Irak Moqtada al-Sadr bentrok dengan pendukung Kerangka Koordinasi, sekelompok partai Syiah, di Zona Hijau di Baghdad, Irak, Senin (29/8/2022). Foto: Thaier Al-Sudani/Reuters
Kekerasan kemudian menjalar ke wilayah selatan negara itu pada Kamis (1/9). Pertempuran berlangsung antara loyalis al-Sadr dan pasukan Asaib Ahl al-Haq yang didukung Iran.
ADVERTISEMENT
Kerusuhan tersebut menewaskan empat orang, termasuk dua anggota Tentara Mahdi yang dibentuk al-Sadr.
Walaupun mendapati kekayaan minyak yang melimpah, banyak warga terperosok dalam kemiskinan di Irak. Pasalnya, Irak menyaksikan konflik dan korupsi selama puluhan tahun. Menurut PBB, sekitar 35 persen kaum mudanya bahkan menganggur.
Irak menghadapi pukulan dari infrastruktur yang lemah, pemadaman listrik berkala, dan layanan publik yang runtuh. Kini, negara itu mengadang kekurangan air pula akibat kekeringan yang melanda.