Ribuan Warga Jateng Jadi Korban Perdagangan Orang, Diminta Jadi Penipu Online

15 September 2023 16:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penipuan online. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penipuan online. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Ribuan warga Jawa Tengah menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sepanjang Juni sampai 11 September. Mereka dipekerjakan dalam sindikat penipuan online atau online scam di luar negeri mulai dari Thailand hingga Myanmar.
ADVERTISEMENT
"Jumlah tersangka ada 59 orang dan korban 1.609 orang. Sebanyak 1.258 sudah diberangkatkan ke luar negeri dan 351 belum diberangkatkan," ujar Kanit 2 Subdit 4 Ditreskrimum Polda Jateng, Kompol Supriyadi, saat rakor dan diskusi publik pencegahan TPPO di kantor BPSDMD Jateng, Jumat (15/9).
Ia mengatakan, dalam aksinya para tersangka merekrut kaum muda untuk menjadi pelaku penipuan online dan judi online.
Rakor dan diskusi publik pencegahan TPPO di kantor BPSDMD Jateng. Foto: Humas Pemprov Jateng.
"Jadi modus barunya banyak menargetkan anak muda dalam kasus TPPO. Tidak hanya yang miskin tapi yang berpendidikan tinggi juga," jelasnya.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawat menyebut, para korban TPPO banyak yang tergiur iklan di medsos. Korban diiming-imingi gaji tinggi dan administrasi yang tak berbelit.
ADVERTISEMENT
"Tipologi online scam itu menawarkan gaji tinggi, bisa sampai 1.200 dolar AS (Rp 18 juta). Selain itu, juga dijanjikan bonus hingga miliaran rupiah. Nah, dari situ mereka tertarik. Ini juga menyasar warga berpendidikan tinggi," ungkap Ema.
Ia menyebut, tindak kriminal tersebut mulai marak sejak tiga tahun terakhir. Korban biasanya ditempatkan di negara-negara seperti Filipina, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Vietnam.
"Banyak modus TPPO, mulai dari penjualan organ, bayi, dan online scam. Dalam hal modus online scam, WNI yang direkrut diberi tugas untuk menipu orang lain lewat sarana media sosial, telepon, dan sebagainya," sebutnya.
Untuk itu, ia meminta masyarakat berhati-hati dengan modus-modus seperti ini. Masyarakat juga diminta untuk terpengaruh dengan gaya hidup hedonis dan flexing yang membuat banyak warga yang tergiur kerja di luar negeri dengan jalur tak resmi.
ADVERTISEMENT
"Pencegahannya, kita ajak kepala desa untuk mengidentifikasi jika ada warganya kerja ke luar negeri. Juga kita terus sosialisasikan kalau mau kerja ke luar negeri melalui Disnaker atau BP2MI. Jangan sampai tergiur lewat media sosial," kata Ema.
Di sisi lain, seorang korban TPPO bernama Mawar (bukan nama sebenarnya), mengaku sempat terjebak sindikat TPPO. Bermimpi kerja di Dubai, ia malah diterbangkan ke Myanmar untuk melakukan online scam.
"Saya diiming-imingi gaji 800 dolar AS (Rp 12 juta). Ternyata saya diterbangkan ke Thailand dan malah disekap selama sembilan bulan di Myanmar. Dijaga oleh pemberontak bersenjata," tuturnya.
Dia disuruh mencari korban melalui aplikasi dating seperti Tan-tan atau Michat. Dari situ dia diminta menipu orang-orang Indonesia. Namun, Mawar justru menolak bekerja, dan akhirnya dipulangkan setelah menghubungi KBRI setempat.
ADVERTISEMENT