Richard Eliezer

Richard Eliezer, dari Atlet Panjat Tebing ke Ajudan Sambo (2)

15 Agustus 2022 11:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Namanya Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Orang-orang kini mengenalnya sebagai Bharada E, ajudan Irjen Ferdy Sambo yang terjerat kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Namun, Richard sebelum kejadian itu adalah sosok yang amat berbeda dari yang ramai diberitakan.
Memiliki pangkat paling bawah di jajaran Polri—Bhayangkara Dua, Richard harus berjuang keras untuk diterima di satuan Brimob. Ia baru lolos pada seleksi ketiga di tahun 2019.
Awalnya, menurut paman Richard, Roycke Pudihang, Richard justru ikut tes penerimaan prajurit TNI AL selulusnya ia dari SMA Negeri 10 Manado tahun 2016. Sebab, ketika itu seleksi Bintara Polri sudah keburu dimulai sebelum Richard lulus sekolah, yakni awal 2016.
Namun, Richard tak berjodoh dengan TNI Angkatan Laut. Ia gagal dalam tes, tapi tak patah arang. Ia bersiap dan berlatih untuk menghadapi tes di tahun berikutnya.
Richard Eliezer dulu adalah atlet panjat tebing Kota Manado. Foto: Dok. Pribadi
Richard yang sejak sekolah sering mengikuti kegiatan pecinta alam juga mengembangkan kemampuan fisiknya lewat olahraga panjat tebing. Dia terus berlatih sampai menjadi atlet panjat tebing sambil membantu orang tuanya bekerja mengangkut barang. Kebetulan, ayah Richard bekerja sebagai sopir truk.
“Richard sama sekali tak mau melihat orang tuanya susah. Makanya, sesibuk apa pun anak ini… dia tetap berusaha membantu orang tuanya angkat-angkat barang. Benar-benar anak yang manis,” ujar Roycke kepada kumparan via Manado Bacirita. Matanya berkaca-kaca menahan tangis.
Richard Eliezer saat bergabung dengan SAR Evakuasi Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu, Januari 2021. Foto: Dok. Pribadi
Roycke bercerita, Richard sejak kecil sebenarnya ingin jadi pelaut. Oleh karena itu dia pernah bersekolah di SMK Polaris Bitung yang terkenal mencetak para pelaut andal di Sulawesi Utara. Sayangnya, biaya di SMK Polaris cukup tinggi.
“Anak ini tak mau membebani orang tuanya. Jadi, atas kesadaran sendiri, dia minta [pindah] sekolah saja di SMAN 10 Manado. Benar-benar tak mau buat susah orang tuanya.”
Setelah setahun, 2017, Richard ikut tes Bintara Polri. Namun, ia gagal di tahap akhir. Ketika itu, Richard sangat kecewa. Namun, tak lama kemudian ia sudah sibuk lagi dengan aktivitasnya sebagai atlet panjat tebing Kota Manado.
Tahun 2018, Richard kembali ikut tes Bintara Polri. Lagi-lagi ia gugur. Kali itu di tes kesehatan. Richard sadar tubuhnya tak fit lantaran sehari sebelum tes kesehatan, ia ikut lomba panjat tebing dan kurang istirahat.
Richard Eliezer lihai dalam panjat tebing. Foto: Dok. Pribadi
Setelah dua kali gagal tes Bintara Polri, semangat Richard memudar. Apalagi, profesinya sebagai atlet panjat tebing sudah mulai menunjukkan hasil yang baik. Ia bahkan bisa bekerja sebagai pemandu wisata dan karyawan swasta di waktu luang.
Namun, keluarga terus mendorong Richard ikut seleksi Bintara Polri untuk yang ketiga kalinya. Masalahnya, umur Richard saat itu sudah lewat batas maksimal persyaratan bintara. Panitia pun menyarankannya untuk mengikuti tes tamtama.
Richard dilema. Ketika itu, rekan-rekan kerja setimnya tahu betul bahwa Richard sudah berkali-kali ikut tes menjadi anggota Polri. Sampai akhirnya Richard dipanggil atasannya yang menyarankan dia untuk tetap mengikuti tes tamtama.
Sang atasan berkata, ia akan menerima Richard kembali bila Richard tak lulus tes tamtama. Richard pun menurut.
Roycke ingat, Richard sering digoda saat hendak tes gara-gara ia selalu mengenakan baju putih hitam setiap kali berangkat.
“Ditanya [bercanda], ‘Mau tes kerja di Indomaret, ya?’ Waktu itu dia hanya senyum dan bilang ‘Iya,’” ujar Roycke.
Richard Eliezer dalam sebuah aksi sosial. Foto: Dok. Pribadi
Di awal tes tamtama, Richard tak terlalu antusias seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, pada pertengahan tes, ia mendapat nasihat yang membuatnya kembali semangat.
Seseorang berkata pada Richard bahwa orang beruang akan kalah dengan orang berprestasi; orang berprestasi akan kalah dengan orang yang mujur; dan orang yang mujur akan kalah dengan orang yang tidak berhenti berusaha dan menaruh harapan kepada Tuhan.
“Dia lolos tes dengan peringkat nomor satu,” kata Roycke.
Richard Eliezer menjadi satu dari enam tamtama dengan nilai terbaik di angkatan 2019. Berikutnya, ia mengikuti pendidikan di Brimob Watukosek tahun 2019.
Lulus dari Watukosek, Richard sempat akan masuk ke Korps Kepolisian Air dan Udara (Polairud). Ia menimbang latar belakangnya sebagai pemanjat tebing dan pemandu wisata akan cocok dengan tugasnya di Korps Polairud.
Namun, karena nilai Richard paling tinggi, ia akhirnya masuk ke Korps Brimob.
Richard Eliezer ikut dalam Operasi Tinombala 2020. Foto: Dok. Pribadi
Setahu Roycke, Richard pernah bertugas dalam Operasi Tinombala Poso pada Maret–Oktober 2020 sebagai navigasi darat, Penugasan Pengamanan Papua Barat di Manokwari pada Desember 2020 sebagai tim keamanan, dan Penugasan SAR Evakuasi Sriwijaya Air SJ 182 pada Januari 2021 sebagai tim Disaster Victim Identification.
Di luar itu, Richard adalah seorang yang taat beribadah. Ia pernah menjadi gitaris pada anggota musik Resimen 1 pelayanan di gereja.
Richard Eliezer saat bertugas di Manokwari. Foto: Dok. Pribadi
Pada Agustus–November 2021, Richard mengikuti seleksi pelatih vertical rescue dan lulus. Menurut pamannya, ia memang aktif di banyak kegiatan pelatihan.
“Ada latihan menembak, bela diri, dan lain-lain,” kata Roycke.
Sampai akhirnya pada November 2021, Richard dipilih untuk mengikuti seleksi sopir merangkap ajudan untuk Kepala Divisi Propam Polri yang saat itu dijabat Irjen Ferdy Sambo.
Ia lolos dan mulai bertugas bulan itu juga.
Irjen Ferdy Sambo di Bareskrim Polri, Jakarta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Seperti Yosua, Richard bercerita kepada keluarganya bahwa pimpinannya adalah orang baik yang memiliki keluarga yang baik.
“Pernah diceritakan oleh Ichad (sapaan akrab Richard), Pak Ferdy Sambo dan istri itu baik ke semuanya, termasuk ajudan. Ichad selalu bilang, dia diperlakukan sama dengan yang lain,” kata Roycke.
Sama sekali tak ada hal buruk yang diceritakan Richard soal Sambo. Sampai kemudian keluarga besar dibuat kaget oleh terseretnya Richard di kasus penembakan Yosua.
Awalnya, Roycke mencoba menghubungi dan mendatangi rumah orang tua Richard di Mapanget Barat, Manado. Namun, rumah itu kosong. Orang tua Richard telah berangkat ke Jakarta, dan sampai saat ini masih berada di Jakarta.
Kini keluarga besar sepenuhnya menyerahkan kasus yang menjerat Richard ke penyidik Polri. Mereka meyakini pertolongan akan datang.
“Oorang tua Ichad saat ini baik-baik saja, mendapatkan perlindungan Tuhan,” kata Roycke.
Keluarga berterima kasih kepada Tim Khusus yang telah mempertemukan mereka dengan Richard, juga kepada Brimob Kepala Dua Depok dan LPSK yang telah memperlakukan dan melindungi Richard dengan baik.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten