Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil turut menghadiri acara peringatan 17 tahun gempa dan tsunami Aceh yang diselenggarakan di pelataran parkir Pelabuhan Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh, Minggu (26/12).
ADVERTISEMENT
Bagi Ridwan Kamil atau yang akrab disapa Emil, momen peringatan tsunami Aceh memiliki makna dan kesan tersendiri baginya dan juga seluruh masyarakat Jawa Barat.
“Jauh-jauh saya bawa rombongan banyak sekali hampir 50 orang, untuk datang menyampaikan rasa rindu kami kepada masyarakat Aceh,” kata Emil saat memberikan sambutan.
Emil mengatakan, kala bencana tsunami 17 tahun silam masyarakat di Jabar juga ikut berduka dan merasakan kesedihan seperti dirasakan masyarakat Aceh kala itu.
“Ketika masyarakat Aceh bersedih kami di Bandung juga bersedih, saat masyarakat Aceh berduka, kami masyarakat Bandung juga berduka. Namun, sesungguhnya bersama kesulitan terdapat kemudahan. Jika hari ini masyarakat Aceh bahagia kami pun bahagia,” ujarnya.
Bagi Emil, memaknai peringatan 17 tahun tsunami adalah untuk mengingatkan setiap peristiwa adalah pelajaran, setiap tempat adalah sekolah, dan setiap makhluk adalah guru.
ADVERTISEMENT
“Jadi di mana pun kita berada pandai-pandailah kita mencari hikmahnya,” ucapnya.
Emil menyebutkan, kala bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh 17 tahun silam, masyarakat Jabar juga ikut mengirimkan relawan, menyumbangkan harta, mengirimkan tenaga, serta mengirimkan karya untuk kembali membangkitkan semangat masyarakat Aceh.
“14 tahun lalu, tahun 2007 masyarakat Aceh mempercayai saya untuk menitipkan memori kolektifnya melalui sebuah karya namanya Museum Tsunami Aceh," tuturnya.
Ridwan Kamil kala itu memenangkan sayembara tingkat internasional dalam rangka memperingati musibah tsunami 2004. Ia terpilih sebagai arsitek untuk mendesain Museum Tsunami Aceh.
"Saya sebagai arsitek pada saat itu sudah mendesain banyak bangunan, tapi mendesain yang paling emosional dan meneteskan air mata adalah pada saat mendesain museum tsunami Aceh,” kenangnya.
Emil menceritakan, museum tsunami di dalamnya tidak hanya untuk mengingatkan peristiwa bencana alam, tetapi juga didesain menjadi tempat belajar bagaimana generasi selanjutnya bisa belajar menyambut masa depan lebih baik dan lebih semangat.
ADVERTISEMENT
“Museum itu sangat terbuka, saya menghadirkan tempat yang tidak angker, jadi orang-orang setiap hari jika rindu, butuh istirahat, silakan datang tanpa harus masuk ke dalamnya,” tutur Emil.