Ridwan Kamil Sebut Biaya Nyapres Rp 8 T, Pengamat UGM Singgung soal Bohir

3 Desember 2021 15:32 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat berkunjung ke Fisipol UGM. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat berkunjung ke Fisipol UGM. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Biaya Rp 8 triliun untuk menjadi capres seperti yang diungkap Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, dianggap pengamat politik UGM Mada Sukmajati sebagai hal yang lumrah.
ADVERTISEMENT
Kata dia, dari hasil risetnya soal laporan dana kampanye pilkada kabupaten kota misalnya, yang dilaporkan ke KPU tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya.
"Kalau realitas sebenarnya itu di beberapa daerah itu menurut riset kami bisa sampai 15 kalinya sampai 20 kalinya minimal, dari laporan yang disampaikan ke KPU," kata Mada dihubungi, Jumat (3/12).
"Kalau misalnya laporan yang disampaikan waktu itu riset kami pilkada Rp 1 miliar yang riilnya di lapangan bisa mengeluarkan sampai Rp 15-20 miliar untuk level pilkada kabupaten kota," katanya.
Hal itu juga bisa terjadi dalam gelaran Pilpres. Dari riset yang dia lakukan pada Pemilu 2019 misalnya, laporan dari paslon ke KPU terkait dana kampanye hanya berkisar miliar rupiah saja. Namun, bukan tidak mungkin bahwa biaya yang dikeluarkan mencapai triliunan rupiah.
ADVERTISEMENT
"Laporan dana sementara sudah ditulis di jurnalnya KPK. Yang laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye yang pilpres 2019 belum saya tulis. Tapi seingat saya sampai miliar saja," katanya.
Lemahnya transparansi ini, membuat siapa saja yang menjadi penyumbang paslon atau bohir tidak diketahui publik. Padahal siapa yang menjadi penyumbang ini bisa saja mempengaruhi pengambilan kebijakan, jika paslon tersebut terpilih.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan isyarat siap diusung pada Pilpres 2024 melalui sebuah karya lukisan yang ia buat secara spontan di Jogja National Museum (JNM), Rabu (1/12). Foto: Luqman Hakim/ANTARA
"Cuma masalahnya transparansi dan akuntabilitasnya ini yang di Indonesia belum ditegakkan dengan baik sehingga kita ndak tahu bohirnya yang dibelakang capres berapa ngasihnya kita kan nggak tahu," katanya.
Tingginya biaya untuk capres ini tidak dipungkiri akan merugikan calon yang memiliki potensi tetapi tidak punya modal. Mau tidak mau, mereka harus mendapatkan penyumbang dan bukan tidak mungkin membuatnya terjebak dalam korupsi politik.
ADVERTISEMENT
"Sehingga ketika mereka dalam posisi itu dan ada bohirnya ya terjebak. Ini yang mungkin juga menjelaskan korupsi politik di kalangan pemimpin-pemimpin yang dulu sepertinya punya integritas punya keterampilan teknis, ya karena mungkin terjebak dalam praktik pengelolaan dana kampanye yang tidak transparan sehingga mereka sangat rentan dan terjebak dalam korupsi politik," katanya.
Sebelumnya Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengungkap soal mahalnya biaya untuk menjadi calon presiden. Dalam acara acara Fisipol Leadership Forum: Road to 2024 yang diadakan oleh Fisipol UGM pada Kamis (2/12) kemarin, RK menyebut biaya capres mencapai triliunan.
"Nah saya belajar dari dua kali pilkada sebagai pengantin Pilkada bahwa untuk maju menjadi pemimpin di Indonesia syaratnya tiga satu elektabilitas dan kesukaan, dua ada logistik mahal kan triliunan yang saya dengar untuk jadi presiden menurut riset, nah Rp 8 triliun, ini duit dari mana Rp 8 triliun," kata RK.
ADVERTISEMENT