Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Ridwan Saidi: Larangan Takbir Keliling Melawan Sejarah
24 Juni 2017 13:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Surat pengumuman dari Polda Metro Jaya yang berisi larangan takbir keliling menimbulkan polemik dan kontroversi. Ridwan Saidi, sejarawan dan budayawan Betawi mengatakan, baru kali inilah pemerintah melarang masyarakat melakukan tradisi takbir keliling
ADVERTISEMENT
“Larangan takbir keliling ini melawan sejarah. Ahistoris,” kata Ridwan, Sabtu (24/6), ketika dihubungi kumparan (kumparan.com).
Ridwan menuturkan tradisi takbir keliling di Jakarta setidaknya sudah berlangsung sejak zaman Belanda. Saat itu masyarakat Batavia melakukan takbir keliling dengan berjalan mengarak bedul menggunakan gerobak sambil melantunkan kalimat takbir. Di rumah-rumah banyak dipasang obor untuk memeriahkan malam Lebaran kala itu.
“Belanda saja tidak melarang. Ini kenapa pemerintah sekarang melarang?” tanyanya heran.
Tidak hanya pemerintah Hindia-Belanda, pemerintah Indonesia pada zaman Orde Lama, Orde Baru, maupun era Reformasi awal pun tidak pernah melarang takbir keliling.
“Pada awal kemerdekaan, tahun 50-an itu masyarakat melakukan takbir keliling dengan menggunakan becak,” kisah Ridwan.
Selama masa Orde Lama, para pemuda Jakarta melantunkan takbir mengelilingi jalanan di Jakarta dengan menaiki becak, kendaraan roda tiga tanpa mesin yang saat itu memang masih banyak dijumpai.
ADVERTISEMENT
Adapun pada zaman Orde Baru mulai banyak dijumpai alat transportasi yang lebih canggih. “Zaman Orde Baru, para pemuda nyewa truk untuk takbir keliling,” tutur Ridwan.
Riwan menekankan, pada masa itu, pemerintahan Soeharto yang oleh sebagian orang sering bersikap otoriter pun tidak pernah melarang kegiatan takbir keliling.
“Zaman awal reformasi juga tidak ada larangan takbir keliling,” imbuh Ridwan.
“Jadi berikan alasannya dong, jangan cuma melarang. Misalnya kita melarang anak kecil main api karena takut terbakar. Ini melarang takbir keliling karena apa?” tanya Ridwan.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan tradisi takbiran ini tidak hanya berlangsung di Jakarta, tapi di seluruh Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia itu umat muslim.
ADVERTISEMENT
“Jadi tradisi takbir keliling ini telah menyebar,” kata Ni’am kepada kumparan, Sabtu (24/6). “Di banyak tempat masyarakat biasa membawa obor dan oncor saat takbir keliling.”
Senada dengan Ridwan, Ni’am juga mengatakan tradisi takbir keliling ini telah ada sejak zaman Belanda, bahkan sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menuturkan pada zaman Mataram masyarakat melakukan takbir keliling dengan berkumpul di alun-alun.
Ni’am mengatakan, “Takbir keliling itu kearifan lokal yang dilaksanakan sesuai ketentuan keagamaan. Ia muncul sebagai ekspresi ajaran keagamaan sebagaimana kegiatan silaturahim saling berkunjung ke rumah orang lain maupun mudik.”
Menurutnya, takbir keliling merupakan bagian implementasi untuk menghidupkan takbir di malam Lebaran. Oleh karena itulah, lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir itu menyayangkan surat dari Polda Metro Jaya yang seolah melarang kegiatan takbir keliling. Ia mengatakan tidak boleh ada yang melarang kegiatan takbir keliling.
ADVERTISEMENT
“Zaman Pak Untung kegiatan takbir keliling malah didukung dan didampingi,” kata Ni’am mencoba membandingkan.
Ni’am mengenang ketika Untung Suharsono Radjab menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya pada 2011-2012 lalu, masyarakat justru dibiarkan melakukan kegiatan takbir keliling untuk menghidupkan malam Lebaran dan para polisi kemudian dikerahkan untuk menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat yang melakukan takbir keliling itu.
“Justru tanggung jawab kepolisian memastikan pelaksanaan takbir keliling dalam keadaan aman, bukan malah dilarang,” tekan Ni’am.
Pada malam Lebaran takbir dianjurkan dilakukan di mana pun dan itu merupakan ibadah. “Masa’ kalau salat Jumat bikin macet, kemudian salat Jumat dilarang?” ujar Ni’am menganalogikan.
Ia juga mengambil perbandingan dengan pengadaan karnaval ataupun parade pada peringatan HUT Kemerdekaan RI. Tidak mungkin karena misalnya menimbulkan kemacetan, acara peringatan tersebut kemudian dilarang.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya pada tanggal 16 Juni 2017 Polda Metro Jaya mengeluarkan Surat Pengumuman Nomor Peng/03/VI/2017 tentang Imbauan Kamtibmas Pelaksanaan Takbir Malam Idul Fitri 1438 H di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya yang berisi imbauan:
a. Melaksanakan takbir di masjid/tempat ibadah di lingkungan masing-masing.
b. Tidak melaksanakan takbir keliling di jalan raya yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), dan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (Kamseltibcar lantas).
Bagaimana menurutmu terhadap larangan takbir keliling dari Polda Metro Jaya ini?