Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Rio Rizki Darmawan, Anak Buruh Tani yang Sabet Emas di Asian Games
28 Agustus 2018 13:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Jumat, 24 Agustus 2018, venue dayung Jakabaring Sport City, Palembang, Sumatera Selatan, kembali riuh. Anak-anak asuh pelatih Boudewijn van Opstal dan Muhammad Hadris, berhasil meraih medali emas pada laga final nomor dayung kelas ringan delapan putra di ajang Asian Games 2018.
ADVERTISEMENT
Kontingen Merah Putih beranggotakan Tanzil Hadid, Muhad Yakin, Jefri Ardianto, Ali Buton, Ferdiansyah, Ihram, Ardi Isadi, Ujang Hasbulah, dan Rio Rizki Darmawan, mengalahkan Uzbekistan dan Hong Kong dengan catatan waktu 6 menit dan 08,88 detik. Pundi-pundi emas kembali disumbangkan untuk Indonesia.
Di antara ingar-bingar diJakabaring, di antara riuh-rendah sorakan penonton, nama Rio ikut menjadi sorotan. Putra kebanggaan Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah itu, menjadi yang termuda di antara teman-temannya.
Semula memang tak terpikir di benak Rio untuk mengharumkan nama Indonesia melalui olahraga dayung. Kalau bukan karena ajakan Jufri, Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri Olahraga (SMANOR) Tadulako Palu, teriakan 'Rio' 'Rio' 'Rio' dari para penonton di venue tak mungkin tercipta.
ADVERTISEMENT
Postur tubuh Rio dan prestasi selama ia bersekolah di SMANOR, membuat Jufri yakin putra kelahiran Desa Tompi Bugis, 27 November 1998 itu, bisa menjadi atlet dayung.
"Rio tidak ada niat terbayang-bayang mau jadi atlet dayung, dia hanya direkrut oleh Pak Jufri sebagai kepala sekolah. Sejak awal, dia sama sekali tidak memiliki hobi itu. Di kampungnya juga enggak ada danau atau laut untuk berlatih atau semacamnya. Setelah direkrut Pak Jufri tahun 2014, barulah Rio menjadi tertarik dan mengikuti banyak pelatihan hingga sejumlah perlombaan," ujar Aziz Wilkerson, pendamping keluarga Rio di Program Keluarga Harapan (PKH), saat dihubungi kumparan, Selasa (28/8).
Tentu, emas dan segudang prestasi yang ditorehkan, bukan tercipta secara instan. Butuh waktu selama empat tahun untuk mematangkan bakat Rio. Terlebih untuk dipilih menjadi salah satu kontingen di Asian Games, Rio harus bersaing dengan puluhan atlet.
Bakat yang muncul secara tiba-tiba itu langsung diasah para pendampingya untuk disekolahkan di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Sulawesi Tengah pada 2014. Berbekal dari situ, Rio dipercaya mengikuti ajang perlombaan nasional.
ADVERTISEMENT
Sederet prestasi yang pernah diraihnya adalah juara 4 Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) PPLP Tahun 2014 di Makassar, sekeping perak di POPNAS XII Jawa Barat, dua emas di Kejuaraan Nasional Dayung antar PPLP Tahun 2015 di Ambon, dan sekeping perunggu di Pekan olahraga Nasional XIX 2016 di Jawa Barat.
Sedangkan di ajang internasional, Rio pernah meraih perak di ajang South East Asian Rowing Federation (SEARF) di Vietnam pada 2017. Selain itu, Rio juga pernah meraih dua emas di Asian Cup II pada 2018, sebelum akhirnya, anak buruh tani cokelat di Sigi itu, bisa menyumbangkan emas di Asian Games 2018 bersama teman-temannya.
"Lebih bahagianya lagi karena saat itu seluruh keluarganya mendukung, sehingga dia bisa masuk sekolah dayung," tutur Aziz.
ADVERTISEMENT
Harapan Aziz tak begitu muluk. Dia hanya menginginkan Rio mendapat perhatian lebih dari pemerintah, seperti fasilitas beasiswa atau tabungan pendidikan. Pasalnya, keluarga Rio kini tercatat sebagai penerima Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) 2018.
"Dia berasal dari keluarga enggak mampu. Orang tuanya petani kebun, buruh tani juga. Memang mereka ada lahan juga, tapi enggak banyak. Kadang orang tuanya juga sering dipanggil warga sini untuk bantu-bantu membereskan lahan," ungkap Aziz.
Selain bantuan PKH yang didapatkan, keluarga Rio juga termasuk dalam penerima Rastra (beras sejahtera) dan bedah rumah dari Program Dana Desa. Program itu memang ditujukan bagi setiap kepala keluarga yang memiliki rumah sederhana.
"Program bedah rumah ini bukan karena prestasinya Rio, tapi memang program desa. Ini pun belum selesai, atapnya juga belum tertutup. Kartu Indonesia Sehat pun belum dapat," kata Aziz.
ADVERTISEMENT
"Saya cuma berharap pemerintah memperhatikan ini, dan semoga Rio menjadi inspirasi dan selalu memberikan semangat bagi keluarga. Keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang," kata Aziz.