Riset Jurnal Inggris: Gas Air Mata Kedaluwarsa Berpotensi Terurai Jadi Sianida

11 Oktober 2022 20:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Foto: Ari Bowo Sucipto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Foto: Ari Bowo Sucipto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Polri mengakui penggunaan gas air mata untuk menertibkan massa saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Kab Malang, Jawa Timur. Dalam tragedi yang terjadi pada Sabtu (1/10) itu, gas air mata yang ditembakkan ada yang telah kedaluwarsa sejak 2021 lalu.
ADVERTISEMENT
Kata mereka, gas kedaluwarsa secara skala, tingkat berbahayanya menurun.
Benarkah demikian?
Bahaya gas air mata expired atau kedaluwarsa ini sempat diulas Dosen Media dan Politik Bournemouth University, Inggris Anna Feigenbaum dalam International Journal on Human Rights, Vol 12, Issue 22 yang terbit Desember 2015. Dalam jurnal itu, Anna menyinggung penggunaan “Condor”, yakni merek gas air mata yang banyak digunakan di sejumlah negara.
Ia menyebut alasan gas air mata mempunyai tanggal kedaluwarsa adalah untuk menandakan bahwa produk tersebut tak lagi aman digunakan. Gas air mata yang sudah melewati masa pakainya disebut memiliki potensi bahaya.
Pertama, selongsong gas air mata kedaluwarsa bisa memicu percikan api. Selain itu, bahan kimia di dalamnya bisa jadi sudah tidak sesuai dengan tes keamanan yang paling baru.
ADVERTISEMENT
Anna memberi contoh pada kejadian meninggalnya Abdulaziz Al-Saeed, seorang lansia yang meninggal karena menghirup gas air mata merek Condor.
Penelitian lainnya juga pernah dilakukan seorang profesor Kimia Bolívar University di Venezuela, Mónica Kräuter. Dia menyimpulkan bahwa gas air mata kedaluwarsa dapat berubah jadi senyawa kimia yang berbahaya.
Menurut laporannya dalam media lokal Lapatilla, Mónica telah mengumpulkan lebih dari 1.000 selongsong gas air mata tahun 2014. Sebanyak 72 persen di antaranya ditemukan telah kedaluwarsa.
“Gas air mata yang kedaluwarsa akan terurai menjadi sianida, fosgen dan nitrogen yang sangat berbahaya,” kata Monica.
Aparat kepolisian menembakkan proyektil di antaranya diduga gas air mata ke arah tribun 11-13 Stadion Kanjuruhan. Foto: Dok. RCBFM Malang
Senyawa sianida dinilai memiliki sifat racun. Jika masuk ke dalam sistem pencernaan, racun dapat berkumpul di hati. Racun tersebut bisa mengganggu sistem kardiovaskular dan mampu mengakibatkan kematian dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
Sementara ada zat lain di gas air mata yang berpotensi berbahaya yakni fosgen. Gas fosgen dapat merusak paru-paru seseorang. Pada era Perang Dunia I, senyawa ini dipakai sebagai senjata kimia yang sangat mematikan.
“Untuk menetralisir efeknya secara kimia, Anda membutuhkan kain bersih yang menutupi hidung dan mulut Anda. Kemudian basahi dengan natrium bikarbonat yang diencerkan dalam air atau antasida," kata dia.
Kata Produsen Gas Air Mata
Meski begitu, sejumlah pihak juga menilai gas air mata kedaluwarsa tidak lebih berbahaya ketimbang yang masih layak pakai.
CEO Mace Security International–salah satu produsen gas air mata di AS–Jon Goodrich mengatakan bahwa alasan tabung gas air mata mempunyai tanggal kedaluwarsa karena kemampuannya yang menurun. Ia menjelaskan, kekuatan bahan kimia di dalamnya akan semakin berkurang seiring dengan berubahnya suhu dan waktu.
ADVERTISEMENT
"Belum ada laporan medis dari siapa pun yang mengalami penyakit jangka panjang dari paparan gas air mata," kata Goodrich dalam Iowa State Daily.
Hal ini juga senada dengan laporan Polri pada tragedi di Kanjuruhan. Polisi menyebut gas air mata saat itu tidak mematikan lantaran hanya mempunyai satu zat.
"Tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata, tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Penggunaan gas air mata kedaluwarsa bukan yang pertama kalinya di Indonesia. Pada September 2019, dalam peristiwa kericuhan unjuk rasa mahasiswa tolak RUU KPK dan RKUHP, istri almarhum aktivis HAM Munir Said Thalib, Suciwati menemukan selongsong gas air mata yang masa pakainya harus digunakan sebelum Mei 2016. Suciwati menyebut gas air mata kedaluwarsa itu berbahaya.
ADVERTISEMENT
Peristiwa serupa juga terjadi di luar negeri. Pada tahun 2020, polisi di India menembak gas air mata yang masa pakainya sudah lewat setahun saat mengusir petani Punjab yang protes. Di Minneapolis, AS, polisi di kota Raleigh juga menggunakan gas air mata kedaluwarsa ke demonstran yang tengah soal kematian George Floyd, September 2020.