Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menggelar seminar terkait hasil riset Pengawasan Kualitas Pemenuhan Anak Pada Taman Penitipan Anak (TPA) dan Taman Anak Sejahtera (TAS) atau Daycare . Penelitian dilakukan terhadap TPA dan TAS di 20 kabupaten/kota di 9 provinsi di Indonesia, dengan melibatkan 75 responden.
ADVERTISEMENT
Sembilan provinsi yang disurvei adalah Aceh (12 TPA dan TAS), Bali (3), Banten (6), DKI Jakarta (9), Jawa Barat (13), Kalimantan Barat (14), Kepulauan Riau (3), Sumatera Utara (12) dan Yogyakarta (3).
TPA dan TAS yang disurvei KPAI tak hanya milik pemerintah, tetapi juga yang terletak di perkantoran atau kantor pemda, hingga yang dibiayai.
Dalam penelitiannya, KPAI mengawasi daycare dengan tiga aspek penilaian, yakni data kelembagaan, sumber daya manusia (SDM) dalam pelayanan, dan program pelayanan. Tiga hal ini akan berpengaruh pada kualitas pelayanan.
Terkait data kelembagaan, 20 persen daycare yang disurvei tidak memiliki kelengkapan kelembagaan. Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengungkapkan kelengkapan kelembagaan ini sebenarnya berpengaruh pada kualitas pelayanan, misalnya standar operasional prosedur (SOP).
ADVERTISEMENT
Dengan tidak adanya SOP, daycare jadi tidak memiliki jadwal rutin kegiatan yang standar, mulai dari pengasuhan hingga keamanan yang tak layak.
Selanjutnya, KPAI mencatat sebanyak 44 persen daycare tidak memiliki izin atau pun legalitas. Sebanyak 30,7 persen memiliki izin operasional, 12 persen hanya memiliki tanda daftar, dan 13,3 persen memiliki badan hukum.
Terkait SDM pengelolanya, Rita menyebut tidak ada standarisasi dan seleksi yang jelas dalam merekrut pengasuh, guru pendamping, dan pegawai di TPA maupun TAS. Begitu juga tidak semua daycare membuat pelatihan khusus untuk pendamping.
Padahal, rata-rata orang tua yang menitipkan anaknya ke daycare bisa selama 8 jam per hari.
"Sebanyak 66,7 persen pegawai pelaksana layanan tidak bersertifikat. Bahkan kami menemukan TPA dan TPS ada pengasuh yang masih dalam usia anak. Jadi anak mengasuh anak," ungkap Rita.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, seleksi SDM begitu penting dilakukan untuk melihat rekam jejak dan profesionalitas tiap-tiap calon pengurus.
"Jangan sampai orang yang bekerja dengan anak menjadi pelaku kekerasan, baik itu kekerasan psikologis ataupun kekerasan seksual," jelasnya.
Daycare yang Semakin Diminati
Data KPAI tahun 2015 menyebut 75 persen keluarga Indonesia mengalihkan pengasuhan anak kepada orang lain, baik temporer atau permanen. Artinya, kebutuhan pengalihan pengasuhan menjadi sebuah fakta yang tidak bisa diabaikan.
"Tentu TPA secara kelembagaan penting karena mereka memegang kelangsungan di fase golden age, fase tumbuh kembang yang fundamental yang tidak terulang karena hanya sekali berjalan. Begitu ada fase yang misleading di situ menyelesaikannya akan butuh effort yang lebih tinggi, apalagi begitu lepas 5 tahun kemudian ada fase tumbuh kembang yang tidak pas, maka konselingnya akan jauh lebih panjang. Kualitas TPA menjadi penting," jelas Rita.
ADVERTISEMENT
TPA atau daycare ini adalah salah satu bagian dari layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) yang masuk ke dalam kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dengan adanya temuan ini, KPAI berharap bisa merumuskan bersama solusi terbaik agar kualitas daycare di Indonesia lebih berstandar, semakin baik kualitas pelayanannya, dan SDM-nya berstandar yang memadai.
"Karena banyak taman penitipan anak ini SDM nya tidak terstandar kemudian di antaranya banyak taman penitipan anak (TPA) tidak berizin. Tentu ini penting menjadi bagian dari review dan sebagai titik masuk ke depan. Kami berharap hasil riset ini ke depan memiliki dampak besar terutama untuk perubahan kebijakan mendasar," kata Ketua KPAI, Susanto.