Riset yang Dikutip Luhut soal Varian Delta Plus 15% Lebih Ganas

10 November 2021 11:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan varian Corona Delta terungkap. Foto: Dok. Jason Roberts/VIDRL - Doherty Institute, 2021
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan varian Corona Delta terungkap. Foto: Dok. Jason Roberts/VIDRL - Doherty Institute, 2021
ADVERTISEMENT
Munculnya berbagai mutasi virus corona tengah terus membuat dunia waspada akan munculkan gelombang baru. Belum usai dengan ancaman varian Delta (B.1.617.2), kini muncul varian Delta AY.4.2 atau Delta Plus.
ADVERTISEMENT
Varian ini juga semakin mendekat ke Indonesia. Terkini, Malaysia dan juga Singapura sudah mendeteksi adanya Delta Plus.
Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan sempat menuturkan bahwa Delta Plus punya potensi lebih ganas dari varian Delta (B.1.617.2).
"Yang tidak konsisten itu adalah tadi penyakitnya. Ini tidak ada, varian ini Delta A.Y 4.2 (delta plus) ini juga 15% lebih ganas dari varian Delta sekarang," kata Luhut dalam konferensi pers virtual terkait PPKM, Senin (8/11).
Ucapan Luhut tersebut sebenarnya belum dapat dibuktikan mendalam. Sebab, belum ada penelitian ilmiah yang menyebutkannya secara spesifik.
Akan tetapi, Jeffrey Barrett, direktur Inisiatif Genomics Covid-19 di Wellcome Sanger Institute di Cambridge, dan Francois Balloux, direktur University College London Genetics Institute, pernah menduga varian Delta AY.4.2 10 hingga 15 persen lebih mudah menular daripada varian Delta asli.
ADVERTISEMENT
Epidemiolog dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman, menyebutkan sebenarnya ada banyak varian atau mutasi dari Delta yang harus diwaspadai. Sehingga, bukan hanya AY.4.2 saja.
"Jadi, yang harus diwaspadai itu sebetulnya bukan Delta Plus AY.4.2 saja, ada juga Delta subvarian AY.23 yang saat ini menyebabkan breakthrough infection di Singapura," kata Dicky kepada kumparan, Selasa (9/11).
“Walaupun yang sekarang keseriusannya baru di AY.4.2 dan AY.25. Di mana AY.4.2 kita tahu terus meningkat di Inggris kasusnya, meningkatkan juga bukan hanya infeksi tetapi juga hunian rumah sakit,” jelasnya. “Kalau AY.25 itu terdeteksi bahwa kasusnya lebih bisa menjebol pertahanan antibodi orang yang sudah terinfeksi maupun yang sudah divaksinasi.”
WHO mengklasifikasikan virus corona yang dianggap punya potensi berbahaya dalam tiga tingkatan, pertama yakni Variants of Concerns (VoC) seperti varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Kemudian ada Variants of Interest (VoI) seperti varian Lambda dan Mu, lalu ada Variants Under Monitoring.
ADVERTISEMENT
Menariknya, belum ada satu pun mutasi dari varian Delta yang masuk dalam ketiganya. Persebaran AY.4.2 pun di dunia menurut outbreak.info baru mencapai 1% dengan temuan kasus terbanyak di Inggris.
Akan tetapi, menurut data GISAID, subvarian Delta AY.23 dan AY.37 sudah ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia.
Walau begitu, kewaspadaan terhadap munculnya varian-varian ini juga harus terus diwaspadai. Apalagi tingkat pendeteksian varian baru dengan metode sekuensing di Indonesia menurut Dicky masih terbilang lemah.
“Ini menjadi catatan serius. Ia berpotensi menjadi ancaman, termasuk untuk Indonesia. Bisa mengalami situasi yang juga serius seperti gelombang kedua kemarin ketika ini (varian Delta) masuk,” pungkas Dicky.