Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Lebih dari 300 bus TransJakarta terparkir di sebuah lahan kosong dekat Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ratusan bus itu berjejer dengan kondisi tak terawat, berdebu, hingga berkarat di sejumlah bagian.
ADVERTISEMENT
Jika melihat kaca depan bus, terdapat tulisan "Budel Pailit PT Putera Adi Karyajaya (Dalam Pailit) sesuai putusan perkara No.21/PDT.SUS-PAILIT/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 20 September 2018 dalam pengawasan kurator dan pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat". Bus-bus ini rupanya sudah terparkir di Dramaga sejak tahun 2018.
PT TransJakarta akhirnya buka suara soal status bus itu. "Yang di Bogor bukan milik TransJakarta. Bukan punya kami. Enggak tahu punya siapa yang di sana," kata Kepala Humas PT TransJakarta, Wibowo, Minggu (28/7).
Jadi, dari mana asal bangkai bus tersebut?
"Itu adalah bagian yang pengadaan 2013,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, saat dihubungi, Minggu, (28/7). Menurut Syafrin, ratusan bus itu adalah bagian dari pengadaan bus tahun 2013 yang bermasalah.
ADVERTISEMENT
Saat itu, Pemprov DKI yang dipimpin Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memang memiliki proyek pengadaan TransJakarta melalui 4 penyedia, dengan melelang 14 paket pengadaan 656 bus senilai Rp 1,6 triliun.
Dishub DKI telah membayar uang muka sebesar 20 persen dari nilai kontrak atau sebesar Rp 110,2 miliar. Setelah proses lelang, bus tersebut sudah berada di Jakarta.
Masalah pun terendus pada 2014. Pemprov DKI tidak mau melunasi 531 unit armada bus TransJakarta yang dinilai bermasalah. Ahok kala itu menilai pengadaan TransJakarta terindikasi korupsi. Indikasi itu tercium setelah ditemukan 14 unit bus berkarat dan diduga barang bekas.
Belakangan diketahui bahwa lelang itu bermasalah karena para peserta lelang bersekongkol agar bisa memenangkan pengadaan. Keputusan KPPU Nomor 15/KPPU-I/2014 memutuskan 19 pihak melanggar aturan lelang.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pejabat Dishub lalu divonis bersalah karena terbukti korupsi secara bersama-sama. Mantan Kepala Dinas Perhubungan, Udar Pristono, divonis 13 tahun penjara. Dua bawahan Udar, Drajad Adhyaksa dan Setyo Tuhu, divonis masing-masing 7 tahun penjara.
Ada juga salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan bus, yaitu Direktur PT Ifani Dewi, Agus Sudiarso, yang kemudian dihukum 12 tahun penjara. Selain PT Ifani Dewi, ada 3 perusahaan lagi yang ikut dalam proses pengadaan TransJakarta tahun 2013.
“Ada 4 penyedia, cuma saya kebetulan enggak hafal nama-namanya,” ucap Syafrin.
Pemprov DKI yang kala itu telah memberikan uang muka Rp 110,20 miliar terpaksa membatalkan pengadaannya. “(Sehingga) bus yang di Dramaga itu (masih) miliknya para penyedia. Jadi tentu kita serahkan ke penyedia mau diapakan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
BPK, dalam temuannya tahun 2017, memberikan dua rekomendasi. Pertama, Pemprov DKI harus memutus kontrak perusahaan penyedia bus yang menang lelang tahun 2013 dan berhak mendapatkan 20% dari uang muka yang telah dibayarkan.
Kedua, apabila uang muka tidak dikembalikan, maka Pemprov DKI disarankan menggunakan jalur hukum. Namun hingga kini, para penyedia bus tersebut belum ada yang membayar uang muka 20 persen atau setara Rp 110,2 miliar itu.
Berbekal dari situ, Dishub DKI memutuskan untuk memproses masalah pengadaan bus tersebut. “Itu 'kan otomatis, itu miliknya penyedia (di Dramaga) karena 'kan dari sesi pengadaannya tidak terjadi, kan. Bahkan rekomendasinya BPK terhadap LHP 2017 itu, itu Dishub diminta untuk meminta kembali uang muka yang terlanjur sudah ditarik oleh si penyedia 20 persen,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Pemprov DKI berencana menggugat beberapa perusahaan penyedia bus TransJakarta tahun pengadaan 2013 yang bermasalah. Dinas Perhubungan DKI Jakarta berniat menggugat setelah mendapatkan hasil audit dari BPK yang sudah terbit sejak Mei 2017.
“Rekomendasi BPK terhadap proses pengadaan itu adalah pertama agar Dinas Perhubungan melakukan penagihan kembali terhadap uang muka yang sudah diambil oleh penyedia jasa. Uang mukanya sebesar Rp 110,2 miliar,” kata Syafrin.
Sehingga, belum diketahui bagaimana nasib ratusan bus itu kini.