Rizal Ramli: Ada Kejanggalan Penerbitan Surat Lunas di Kasus BLBI

2 Mei 2017 18:51 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli. (Foto: Antara/Widodo S Jususf)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli. (Foto: Antara/Widodo S Jususf)
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia, Rizal Ramli menyebutkan ada kejanggalan dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk para obligor Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 2004. Saat itu, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung--yang kini menjadi tersangka KPK, menerbitkan SKL untuk para obligor yang belum melunaskan utang dan aset.
ADVERTISEMENT
Menurut Rizal, ada kesalahan perubahan kebijakan setelah era Presiden Abdurrahman Wahid.
"KPK menyimpulkan ada yang belum bayar (utang) tapi sudah diberikan SKL. Kok bisa ada obligor bahkan banyak obligor yang belum melunasi tapi langsung diberikan SKL. Ini lah yang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sedang selidiki," ujarnya usai diperiksa KPK, Selasa (2/5).
Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) menjadi salah satu dari 48 bank yang mendapat persetujuan penerbitan SKL oleh Syafruddin. Padahal saat itu, BDNI memiliki tunggakan hutang sebesar Rp 3,7 triliun.
Rizal mengaku tunggakan hutang BDNI saat itu belum berada dalam kewenangannya. Menurutnya, tunggakan tersebut terjadi saat negara mengalami krisis di tahun 1998.
"Itu kan jauh sebelum saya puasa ke zaman Soeharto, ada krisis dan mereka (bank) punya tagihan yang cukup besar. Semua bank-bank besar terima uang dari nasabah dan sebagian besar dipinjamkan ke grupnya sendiri. Itulah yang KPK selidiki dan saya setuju kalau ada yang belum lunas, dia harus bayar," ujar Rizal.
ADVERTISEMENT
Penerbitan SKL diatur berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputeri di tahun 2004. Itu jauh sesudah Rizal selesai menjabat sebagai menteri.
"SKL itu dikeluarkan 2004 (saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri), bukan pada masa kami. Saya jadi menteri 2000-2001. Kalau memang sudah lunas dan memenuhi kewajiban ya wajar untuk dikeluarkan SKL. Tapi kok ini ada kasus sejumlah obligor yang belum lunas tapi diberikan SKL," kata Rizal.
Rizal pun tidak menjawab saat ditanyakan seputar kesalahan kebijakan penerbitan SKL. Menurutnya, itu semua berada dalam wewenang KPK.
"Saya kira KPK masih dalam proses penyelidikan. Ada hal policy yang salah kebijakannya tapi ada pelaksanaan yang salah, tanya sama KPK saja," ujar Rizal.
ADVERTISEMENT
"Semua masih diselidiki ya, kalau saya lihat hasil dari sidang kabinet, Megawati tidak memberikan pernyataan apapun," lanjutnya.
Kedatangan Rizal kali ini dalam kapasitasnya sebagai mantan menteri yang dianggap mengetahui prosedur, proses pengambilan keputusan dan masalah-masalah yang ada di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kala itu.
"Pak Kwiek Kian Gie juga perintahkan untuk tagih, kami minta tagih sama obligor, kecuali ternyata perusahaan itu bangkrut, tapi selama punya kemampuan, ya tagih," katanya.