Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Terkait penahanannya itu, RJ Lino mengaku senang. Ia menilai hal ini berarti ada proses hukum yang bisa memperjelas nasibnya.
"Saya senang sekali karena setelah 5 tahun menunggu. Saya hanya diperiksa 3 kali dan di mata saya tidak ada artinya sama sekali supaya jelas statusnya," ujar RJ Lino sebelum masuk mobil tahanan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (26/3).
RJ Lino masih berkeyakinan tidak melakukan korupsi dalam pengadaan Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II ada 2010. Ia pun mengkritisi soal konstruksi kasus yang dipaparkan KPK, salah satunya soal kerugian negara.
Ia mengutip pernyataan KPK soal hasil audit BPK yang menyebut kerugian negara terkait kasusnya sekitar USD 22 ribu atau sekitar Rp 300 juta. Namun, hal itu hanya terkait pemeliharaan QCC
ADVERTISEMENT
"Saya mau tanya, apa Dirut urusannya maintenance? Perusahaan gede, urusan pengeluaran bukan urusan Dirut," ujar RJ Lino.
Ia diduga korupsi karena melakukan penunjukkan langsung terkait QCC tersebut. Ia pun meyakini yang dilakukannya bukan korupsi.
"Karena waktu saya di penyelidikan, saya kasih tahu mereka, alat yang saya tunjuk itu. Saya tunjuk langsung, 2 tahun kemudian saya lelang. Yang ikut lelang 10 orang, yang masukin penawaran 2, barangnya sama persis kebetulan pemenangnya sama, harganya itu 500 ribu dolar lebih mahal daripada saya nunjuk langsung," papar dia.
Dalam konferensi pers, KPK menyebut bahwa perhitungan kerugian negara yang dihitung BPK hanya dalam aspek pemeliharaan QCC, tidak termasuk biaya pembangunan dan pengiriman. Meski demikian, KPK sudah meminta ahli ITB untuk menghitung berapa harga QCC tersebut, termasuk ongkos kirimnya dari China ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut RJ Lino , hal itu tidak bisa dibenarkan. Ia menyebut bahwa dalam praperadilan terungkap ahli yang dipakai KPK ialah ahli dari ITB yang tak kompeten itung kerugian negara.
"Ahli itu sama bidangnya dengan saya. Ahli gelombang, bukan mengenai crane. Dia baru pertama kali liat crane pas ke Pontianak. Dia enggak punya kualifikasi untuk itung kerugian negara.
"Jadi menurut saya ini enggak fair. Tapi mudah-mudahan ini bisa selesai," pungkas dia.