Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
ADVERTISEMENT
Isu akan bangkrut karena BPJS Kesehatan menunggak pembayaran Rp 16 miliar kini menerpa RSUD Kota Yogyakarta. Kabar itu turut dihembuskan Pimpinan Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Antonius Fokki Ardiyanto.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dalam rapat bersama pemangku kepentingan BPJS bersama eksekutif dan legislatif ada tunggakan BPJS Kesehatan kepada RSUD Wirosaban Kota Yogyakarta sebesar Rp 16 miliar yang sangat mengganggu operasional rumah sakit dan kalau ini tidak segera diselesaikan maka ada potensi kebangkrutan ,” kata Fokki dalam keterangan tertulisnya.
Direktur RSUD Yogyakarta, Ariyudi Yunita, lalu angkat suara terkait isu tersebut. Ia membenarkan adanya tunggakan dari BPJS Kesehatan sebesar Rp 16 miliar.
Namun, ia membantah rumah sakit akan bangkrut. Sebab RSUD Yogyakarta masih didukung oleh APBD sebesar Rp 11,7 miliar.
“Tidak bangkrut karena disupport APBD. Pelayanan tidak ada hambatan karena support APBD,” ujar Ariyudi saat ditemui di rumah sakit, Kamis (1/8).
Ia mengungkapkan belum cairnya klaim dari BPJS Kesehatan terkait dengan masalah re-akreditasi yang sempat molor. Sebab, saat proses akreditasi pada Desember 2018 belum ada sosok yang mengisi posisi direktur.
ADVERTISEMENT
“Re-akreditasi molor karena posisi direkturnya kosong tidak bisa diproses. Saya menjabat Desember tanggal 18,” kata Ariyudi.
“Mereka belum proses (pencairan) karena harus diaudit juga karena kita dianggap belum diakreditasi untuk Maret-April. Yang Mei Juni tinggal jatuh tempo,” ucapnya.
Dia mengatakan hal seperti ini juga terjadi di rumah sakit-rumah sakit lain di Indonesia. Dia berharap segera mungkin BPJS Kesehatan mencairkan klaim Rp 16 miliar tersebut.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Yogyakarta Dwi Hesti Yuniarti membantah tunggakan ke RSUD Yogyakarta mencapai Rp 16 miliar. Menurutnya, utang BPJS yang diakui adalah yang sudah diverifikasi dan dibayarkan sesuai jatuh tempo.
“Misalnya rumah sakit bilang kan itu adalah Rp 16 miliar bisa saja kemungkinan ada klaim yang diajukan ke kita sudah dihitung sama mereka. Artinya karena versi penghitungannya berbeda. Kalau rumah sakit menghitungnya itu adalah menjadi pendapatan rumah sakit walaupun belum diklaimkan ke BPJS Kesehatan ini jadi utangnya BPJS. Kan gitu,” kata Hesti di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Utang yang diakui oleh BPJS Kesehatan adalah yang sudah masuk pada bulan Mei sebesar Rp 2,6 miliar dan pada bulan Juni Rp 5 miliar. Uang tersebut tinggal dibayarkan pada saat jatuh tempo. Sementara untuk bulan Maret dan April dirinya belum bisa membeberkan.
“Maret-April belum kami menerima, kami belum bisa menerima karena waktu itu RSUD belum re-akreditasi. Ketika di bulan Maret April belum re-akreditasi, sebetulnya dari Januari karena RSUD habis (akreditasi) bulan Desember,” kata Hesti.
Hesti menjelaskan akreditasi merupakan syarat mutlak sesuai dengan Permenkes nomor 99 tahun 2015. Terkait persoalan ini pun pihaknya sudah menyampaikan ke kantor pusat.
“Ini baru ditanyakan sama auditor boleh enggak BPJS membayarkan ke RSUD dalam posisi RSUD belum akreditasi karena akreditasi sudah menjadi syarat,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT