RT-LAMP Alat Deteksi Corona BRIN Dapat Izin Kemenkes, Apa Bedanya dengan PCR?

17 Januari 2022 9:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Reagen RT-LAMP. Foto: BRIN
zoom-in-whitePerbesar
Reagen RT-LAMP. Foto: BRIN
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menerbitkan izin edar untuk alternatif alat uji deteksi virus corona SARS-CoV-2, bermetode RT-LAMP (reverse transcription loop mediated isothermal amplification). Alat ini merupakan proyek penelitian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
ADVERTISEMENT
Perbedaan RT LAMP dengan RT-PCR adalah dalam proses amplifikasi gen target, reaksi RT-LAMP berlangsung secara isothermal atau suhu konstan sehingga tidak memerlukan alat thermocycler atau alat PCR. BRIN percaya diri dengan akurasi RT-LAMP yang menurut mereka sangat baik.
Invensi RT-LAMP berupa paten terdaftar P00202110865 yang memilikidesain sistem menggunakan 2 gen target ORF dan gen N, 6 set primer, enzim reverse transcriptase, enzim polimerase; dengan sistem deteksi berbasis turbiditas.
Metode temuan periset BRIN tersebut dikembangkan sejak bulan Maret 2020 bersama mitra PT Biosains Medika Indonesia, yang saat itu akan melakukan komersialisasi produk. Kini RT-LAMP telah memiliki Nomor Izin Edar Alat Kesehatan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yakni Kemenkes RI AKD 2030322XXXX. Izin edar produk dengan merek dagang Qi-LAMP-O ini berlaku sampai dengan Januari 2027.
ADVERTISEMENT
“Dengan diterbitkannya izin edar reguler untuk RT-LAMP hasil riset BRIN, maka kita memiliki alternatif baru untuk mendeteksi COVID-19. Apalagi di beberapa negara seperti Belanda dan Spanyol juga telah menetapkan RT-LAMP sebagai salah satu metode setara RT-PCR yang digunakan untuk mendeteksi COVID-19,” ujar Peneliti Kimia BRIN, Tjandrawati Mozef dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (17/1).
“Keunggulan RT-LAMP dibandingkan dengan RT-PCR ini selain tidak memerlukan alat deteksi PCR yang mahal, harga kit-nya pun lebih murah,” tambahnya.
Ilustrasi virus Corona. Foto: Shutter Stock
Reaksi amplifikasi gen target dengan metode RT-LAMP berlangsung kurang dari 1 jam sehingga diagnosa hasil COVID-19 bisa diperoleh lebih cepat, dengan hasil seakurat RT-PCR.
Tjandrawati menyampaikan bahwa pada awal pandemi COVID-19, dirinya beserta tim berinisiatif untuk mengembangkan sistem alternatif untuk melakukan skrining dan deteksi RNA virus SARS-Cov-2.
ADVERTISEMENT
“Pada saat itu, kebutuhan untuk mendeteksi virus adalah dengan menggunakan PCR. Sementara alat PCR yang ada di Indonesia sangat terbatas dan hanya terdapat di laboratorium besar. Selain itu, reagen yang digunakan untuk uji PCR merupakan impor,” jelasnya.
“Hingga saat ini pandemi COVID-19 belum berakhir, varian-varian baru bermunculan, sehingga memotivasi kami dari BRIN untuk terus melakukan riset, berkontribusi dalam pengendalian pandemi, dan mendukung program Pemerintah 3T (tracing, testing dan treatment),” urainya.
Produk inovasi RT-LAMP ini menggunakan sampel ekstrak RNA hasil swab hidung yang dapat dideteksi secara kualitatif dengan melihat adanya presipitasi dengan akurasi yang baik. Selain itu, dikatakannya, RT-LAMP bisa juga menggunakan alat real-time turbidimeter hasil inovasi riset BRIN, tim peneliti dari Pusat Riset Fisika (Dr. Agus Sukarto Wismogroho) yang sudah didaftarkan patennya.
ADVERTISEMENT
"Akurasinya dapat ditingkatkan setara dengan sistem RT-PCR dan reaksi amplifikasi dapat dipantau secara real-time,” ujar Tjandrawati.
“Keunggulan produk ini adalah tidak memerlukan alat thermocycler, cepat, dan akurat,” sebutnya.
Ia mengungkapkan, produk inovasi BRIN ini dapat diaplikasikan di masyarakat dengan jangkauan lebih luas, sehingga dapat membantu program pemerintah dalam hal peningkatan kapasitas testing secara nasional. Selain itu hasil deteksi Covid-19 dengan RT-LAMP diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dokumen persyaratan perjalanan,” paparnya.
RT-LAMP BRIN juga sedang dikembangkan untuk dapat menggunakan sampel saliva. Metode ini diklaim memiliki hasil yang sangat menjanjikan. Saat ini statusnya sedang diproses untuk pengajuan izin edar.
“Secara in silico, RT-LAMP telah diuji spesifisitasnya terhadap varian-varian SARS-CoV-2, termasuk varian Delta dan Omicron, dengan hasil mampu mendeteksi varian-varian tersebut,” tutur peneliti Biokimia/Farmasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Di awal tahun 2022, kasus COVID-19 dengan varian Omicron terdeteksi di berbagai negara. Meskipun gejala Omicron tidak menunjukkan gejala seperti varian Covid sebelumnya, namun penyebarannya terdeteksi lebih cepat.
Cara mendeteksi sesorang terinfeksi varian Omicron atau lainnya adalah dengan alat tes PCR (polymerase chain reaction) dan dianalisis lanjut di laboratorium. Metode PCR ini paling akurat, namun hasil pengujian lebih lama dan biayanya relatif mahal.
Menurut Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Teknik (OR IPT) BRIN, Agus Haryono, dalam mengantisipasi penyebaran varian baru Covid 19 adalah dengan melakukan skrining dan pengujian, termasuk dengan metode RT-LAMP. “Skrining dan pengujian menjadi kunci penting dalam pencegahan penyebaran Covid-19, termasuk menghadapi varian Omicron,” pungkasnya.