Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
25 Ramadhan 1446 HSelasa, 25 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Rumah Warga Karawang Kena Gusur: 20 Tahun Tak Dapat Ganti tapi Tetap Kena Pajak
23 Maret 2025 16:33 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Henny Yulianti (60) sulit membendung kesedihan kala mengingat rumahnya dulu yang berdiri di Dusun Krajan, Desa Batujaya, Kecamatan Batujaya, Karawang, kena gusur. Rumah yang dulu melindunginya dari panas dan hujan, kini menjadi aspal jalanan yang sibuk dilalui kendaraan.
ADVERTISEMENT
Rumah itu telah lenyap digusur atas nama pembangunan, tapi ganti ruginya tidak pernah benar-benar ia terima. Bahkan hingga kini, Henny masih menerima tagihan pajak atas tanah yang sudah menjadi jalan tersebut.
Henny menuturkan, semua bermula pada tahun 2005. Ketika pemerintah merencanakan pembangunan jalan menuju jembatan penghubung Karawang-Bekasi.
Tanah Henny yang seluas 426 meter persegi, termasuk dalam area yang harus dikorbankan.
"Sudah main patok. Nggak lama terus dipanggil ke desa," kata dia, Sabtu (23/3).
Sebagai janda tiga anak, Henny menggantungkan harapan pada tanah itu. Ia meminta ganti rugi sebesar Rp 230 ribu per meter, tetapi yang ditawarkan jauh lebih rendah, hanya Rp 80 ribu.
Itu pun dengan syarat pembayarannya dilakukan secara dicicil.
ADVERTISEMENT
"Ibu nolak ketika itu, tapi kata orang pemdanya, 'ya silakan nanti kita buat naik aja jalannya di atas rumah ibu'," ujar Henny menirukan penjelasan pemda saat itu.
Henny mengaku diminta menandatangani kuitansi kosong sebanyak tiga kali—sesuatu yang saat itu tak ia sadari sebagai bentuk persetujuan pembayaran.
"Saya kan enggak tahu awam ya, ya gimana ya waktu itu tanda tangan di blangko yang kosong. Ya saya terima aja. Kalau enggak diterima rumah saya mau digusur juga mau diratakan pakai beko," ungkapnya.
Hari penggusuran itu, kata dia, membekas jelas dalam ingatan. Rumahnya rata dengan tanah, dan ia bersama ketiga anaknya harus mencari tempat berteduh di rumah kontrakan.
Namun, kini ia sudah menempati rumah yang lain setelah dibantu saudaranya yang mengaku iba terhadap nasibnya.
ADVERTISEMENT
Henny saat ini bekerja sebagai pengasuh anak di Bekasi, sementara anak-anaknya masih tinggal di rumah itu.
"Tiap malem saya nangis. Banyak yang bilang dapet gusuran kok malah belangsak. 20 tahun nahan sakit," lirih Henny.
Masih ditagih bayar pajak
Selain kehilangan tempat tinggal, ia juga mengungkap masih dibebani tagihan pajak tanah yang sudah tak lagi ia miliki.
Hingga 2024, ia masih menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah yang kini telah berubah menjadi jalan raya.
"Ini saya juga masih bayar PBB, terakhir 2024 lalu juga saya dapat SPPT dan saya bayar aja," katanya.
"Saya nggak ngerti. Jadi saya bayar aja," jawab Henny saat ditanya mengapa tak memprotes ketika masih ditagih pajak.
ADVERTISEMENT
Minta tolong Dedi Mulyadi
Henny tak sendiri. Ada sejumlah pemilik tanah lainnya yang mengalami nasib serupa, yakni terkena gusur tapi belum dapat ganti rugi.
Mereka adalah Marwan (53) dengan luas tanah 530 meter persegi, Imron luas tanah 120 meter persegi dan Mamad luas tanah 500 meter persegi serta satu warga lainnya
Henny berharap agar Bupati Karawang dan Gubernur Jawa Barat segera menyelesaikan ganti rugi tersebut.
Sebab perkara ini sempat masuk ke ranah pengadilan. Akan tetapi hanya dalam penyelesaian perkara pidananya, bukan perdatanya.
"Dulu saya jadi saksi di pengadilan, tapi waktu perkara pidana yang sama pejabatnya itu terjerat hukum. Ya saya orang awam enggak ngerti, katanya kenapa enggak coba masukin perkara perdata gitu," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kami cuma minta tolong sama Pak Bupati, Pak Gubernur perhatikan kami. Bantu kami mendapatkan keadilan mendapatkan hak kami," lanjutnya.
Penjelasan Pemkab Karawang
Terpisah, Kepala Bidang Aset Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karawang, Katmi, membenarkan adanya pembebasan lahan seluas 4.761 meter persegi untuk membangun akses jalan di wilayah Batujaya.
"Betul pada tahun 2006 emang terjadi pembelian tanah untuk menuju jembatan penghubung antara Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi di Desa Batujaya. Salah satu nama yang dibeli berdasarkan keterangan camat atas nama Heni," ungkap Katmi.
"Dalam catatan aset luasnya sekitar 4.791 m2," sebut dia.
Dia lalu menyinggung masih adanya penagihan pajak terhadap objek lahan tersebut itu dikarenakan pemilik lahan tidak langsung mengurus pemecahan sertifikat saat tanahnya dibebaskan.
ADVERTISEMENT
"Terhadap pembelian tersebut apabila terdapat tanah yang tidak seluruhnya dibeli oleh pemda, seharusnya bukti kepemilikan dilakukan splitsing atau pemecahan di BPN dan pemilik tanah mengurus perbaikan SPPT di Bapenda," jelasnya.
Kemudian soal klaim warga yang menyebut pembebasan lahan belum dibayarkan, Katmi meminta hal itu harus dibuktikan.
"Harus dibuktikan, jangan lisan. Kalau menurut keterangan camat waktu itu sudah dibayar. Kami tidak bisa konfirmasi ke PPTK/pejabat yang mengadakan tanah waktu itu karena sudah pada meninggal dunia," tandasnya.