Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Rusia Caplok 4 Wilayah Ukraina, Dunia di Ambang Krisis Multidimensi
1 Oktober 2022 19:18 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Rusia menggelar referendum di empat wilayah Ukraina. Hasilnya seluruh wilayah tersebut sepakat gabung Federasi Rusia.
ADVERTISEMENT
Tindakan Rusia menggelar referendum Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson dikecam keras oleh Ukraina. Kiev menyatakan, tindakan Rusia sebagai aneksasi yang wajib dikecam.
Situasi terbaru pada konflik dunia mengundang kekhawatiran mendalam. Sebab, potensi eskalasi perang dan krisis multidimensi semakin nyata terlihat.
Pada akhir pekan ini, Ukraina bahkan sudah melakukan serangan balasan atas pencaplokan wilayah oleh Rusia. Pasukan Ukraina dilaporkan mengepung tentara Rusia di beberapa daerah.
Pemimpin pro-Rusia di wilayah yang baru dianeksasi bahkan mengakui situasi akan semakin sulit, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan penggabungan empat wilayah Ukraina pada Jumat (30/8) kemarin.
Ahli hubungan internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyatakan bahwa dunia perlu bersiap atas kemungkinan terburuk yang terjadi akibat eskalasi perang Rusia-Ukraina.
ADVERTISEMENT
“Sekarang pun kita lihat negara-negara tengah dihadapkan pada inflasi yang tinggi, krisis energi, krisis pangan, bahkan perang juga menyebabkan perekonomian yang tidak bergerak,” kata Hikmahanto ketika dihubungi kumparan, Jumat (30/9).
“Kita di ambang krisis multidimensi. Ini yang sedang kita hadapi sekarang. (Vladimir) Putin sepertinya akan memperparah eskalasi konflik,” tambahnya.
Pendapat serupa turut dilontarkan pengamat hubungan internasional sekaligus penulis buku “Putin: The Man Behind The Ukraine War”, Philip Short. Ia mengatakan bahwa Putin akan meneruskan kebijakannya untuk berperang.
Dikutip dari The Harvard Gazette, Putin akan terus berhati-hati setelah melihat serangan balik di Ukraina.
Sedangkan pendapat lain dari ahli hubungan internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menyayangkan Putin yang bertindak gegabah dan melenceng dari tujuan awalnya, contohnya dengan melakukan mobilisasi militer parsial.
ADVERTISEMENT
“Sedari awal Rusia bermaksud untuk melindungi etnis Rusia di Ukraina, mencegah Ukraina bergabung ke NATO, dan menghalangi negara lain untuk ikut campur dalam perang ini. Ini semua sudah tercapai,” kata Teuku saat dihubungi kumparan, Jumat (30/9).
Lebih lanjut, Teuku mengatakan jika cara untuk melakukan referendum ini dilakukan guna melindungi etnis Rusia di Ukraina, maka referendum harus dilakukan secara terbuka.
“Permasalahannya kita tidak mengetahui bentuk referendum, poin-poin referendumnya, siapa yang menjadi peserta, dan siapa yang menjadi penyelenggaranya. Referendum ini juga harus dipantau oleh lembaga internasional,” kata Teuku.
Jika dibiarkan, Teuku menilai referendum ini akan sebabkan perpecahan yang lebih besar lagi di dunia.
“Mau gak mau, kita harus bersiap pada kondisi terburuk,” tutur Teuku.
ADVERTISEMENT
Upaya yang bisa dilakukan Indonesia dan dunia
Hikmahanto menjelaskan ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh dunia, khususnya oleh Indonesia. Ia menuturkan tiga opsi solusi yang dapat diambil.
“Pertama, membuat Rusia berada dalam status quo. Kedua, memastikan bahwa Ukraina tidak akan menghukum masyarakat yang menginisiasi referendum. Selain itu, Ukraina juga perlu memberikan kesempatan masyarakatnya melakukan referendum dengan bebas dan adil setelah Rusia mengalami status quo. Ketiga, menjalankan solusi damai mengacu pada piagam PBB pasal 33 ayat 1,” kata Hikmahanto.
Piagam PBB tersebut berbunyi “negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase, serta penyelesaian menurut hukum melalui badan atau pengaturan regional, atau cara damai lainnya yang dipilih sendiri.”
Menurutnya, status quo Rusia dan jaminan Ukraina tidak bersifat represif akan menjadi permulaan atas solusi damai kedua negara. Untuk itu, tantangan yang harus dihadapi oleh dunia saat ini adalah menyatukan kedua negara dalam satu forum bersama.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita mengandalkan piagam PBB, akan percuma. Rusia juga pegang hak veto,” kata Hikmahanto.
Di sinilah peran Indonesia dinilai sangat signifikan. Menurut Hikmahanto, politik bebas aktif harus menjadi landasan yang diberlakukan Indonesia dalam perang Rusia-Ukraina.
“Kita tidak boleh berpihak, kita harus menjadi pihak yang mampu mendamaikan kedua negara, minimal dimulai dari status quo ini. Bukan berbicara siapa yang salah dan siapa yang benar,” pungkas Hikmahanto.
Penulis: Thalitha Yuristiana.