Rusia Tetapkan Resimen Azov Ukraina sebagai Kelompok Teroris

2 Agustus 2022 19:29 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Valentyna Konstantynovska, 79 tahun, memegang senjata selama pelatihan tempur dasar untuk warga sipil, yang diselenggarakan oleh Unit Pasukan Khusus Azov, dari Garda Nasional Ukraina, di Mariupol, wilayah Donetsk, Ukraina timur, Minggu, 13/2/2022 Foto: AP/Vadim Ghirda
zoom-in-whitePerbesar
Valentyna Konstantynovska, 79 tahun, memegang senjata selama pelatihan tempur dasar untuk warga sipil, yang diselenggarakan oleh Unit Pasukan Khusus Azov, dari Garda Nasional Ukraina, di Mariupol, wilayah Donetsk, Ukraina timur, Minggu, 13/2/2022 Foto: AP/Vadim Ghirda
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung Rusia menetapkan resimen Azov dalam pasukan pertahanan Ukraina sebagai organisasi teroris pada Selasa (2/8/2022).
ADVERTISEMENT
"[Pengadilan] mengakui unit paramiliter Ukraina Azov sebagai organisasi teroris dan melarang kegiatannya di wilayah Federasi Rusia," jelas hakim, dikutip dari AFP, Selasa (2/8/2022).
Keputusan tersebut memungkinkan hukuman penjara bagi para anggota resimen Azov. Menurut KUHP Rusia, anggota kelompok teroris dapat menghadapi hukuman 10 tahun penjara.
Rusia turut menjatuhkan hukuman hingga 20 tahun penjara bagi pemimpin dan penyelenggara organisasi teroris.
Seorang veteran dari batalyon Pengawal Nasional Ukraina Azov melakukan pelatihan militer untuk warga sipil di tengah ancaman invasi Rusia di Kyiv, Ukraina, Minggu (30/1/2022). Foto: Gleb Garanich/REUTERS
Resimen Azov merupakan bekas batalion sukarelawan yang menuai kontroversi. Para milisi itu menjalin relasi dengan tokoh sayap kanan.
Azov dibentuk oleh organisasi ultranasionalis, Patriot Ukraina, dan kelompok neo-Nazi, Majelis Nasional Sosial (SNA) pada Mei 2014 .
Kedua kelompok itu kerap menunjukkan sentimen terhadap neo-Nazi. Anggota Azov bahkan memperlihatkannya secara terang-terangan. Seragam mereka menampilkan simbol Wolfsangel neo-Nazi.
ADVERTISEMENT
Namun, Ukraina mengakui kelompok tersebut. Azov berperan dalam memerangi kelompok separatis pro-Rusia di Ukraina. Alhasil, mereka secara resmi menjadi bagian dari Garda Nasional Ukraina pada 2014.
Seorang veteran dari batalyon Pengawal Nasional Ukraina Azov melakukan pelatihan militer untuk warga sipil di tengah ancaman invasi Rusia di Kyiv, Ukraina, Minggu (30/1/2022). Foto: Gleb Garanich/REUTERS
Secara luas, Gerakan Azov terdiri dari resimen resmi dalam Garda Nasional, Partai Korps Nasional, dan sebuah kelompok paramiliter yang dikenal sebagai Milisi Nasional.
Gerakan Azov telah dituduh menyerang komunitas minoritas di Ukraina oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) pada 2016. Milisi Nasional juga terjerat dalam tindak kekerasan serupa.
Amerika Serikat (AS) dan Kanada sempat menolak untuk mengalirkan dukungan bagi resimen Azov pada 2015. Namun, AS mencabut larangan dukungan tersebut setahun kemudian.
Pada Oktober 2019, 40 anggota Kongres AS kembali berupaya menghentikan Azov. Mereka menyerukan penunjukan Azov sebagai Organisasi Teroris Asing (FTO). Tetapi, upaya itu tidak membuahkan hasil.
Seorang veteran dari batalyon Pengawal Nasional Ukraina Azov melakukan pelatihan militer untuk warga sipil di tengah ancaman invasi Rusia di Kyiv, Ukraina, Minggu (30/1/2022). Foto: Gleb Garanich/REUTERS
Kini, Azov turut angkat senjata untuk melawan agresi Rusia. Presiden Rusia, Vladimir Putin, lantas menggunakan keterlibatan gerakan tersebut sebagai dalih untuk meluncurkan invasi.
ADVERTISEMENT
Putin menjelaskan, 'operasi militer khusus' itu bertujuan memberantas Nazi di Ukraina. Kremlin menganggap bahwa negara itu telah dikuasai oleh kaum radikal.
Organisasi swasta yang melacak pergerakan ekstremis mengungkap penemuan serupa. SITE Intelligence Group melaporkan, kelompok-kelompok neo-Nazi mulai terbang ke Ukraina.
Mereka datang dari seluruh Eropa dan Amerika Utara untuk bergabung melawan Rusia. Sejumlah kelompok sayap kanan turut menggalang dana dukungan bagi Azov.
Pusat penelitian yang mendokumentasikan konflik di Ukraina, The Soufan Group, turut mengkonfirmasi dugaan itu. Ukraina lantas disebut-sebut sebagai pusat baru bagi kelompok sayap kanan.
"Ketidakstabilan di Ukraina menawarkan kepada ekstremis supremasi kulit putih kesempatan pelatihan militer yang sama dengan ketidakstabilan di Afghanistan, Irak, dan Suriah yang telah ditawarkan kepada militan selama bertahun-tahun," tutur Kepala The Soufan Group, Ali Soufan, dikutip dari The New York Times.
ADVERTISEMENT