Rusia Veto Resolusi DK PBB soal Kecaman Aneksasi 4 Wilayah di Ukraina

3 Oktober 2022 14:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato selama upacara aneksasi empat wilayah Ukraina, di Aula Georgievsky di Istana Grand Kremlin, di Moskow, Rusia, Jumat (30/9/2022). Foto: Sputnik/Gavriil Grigorov/Kremlin via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidato selama upacara aneksasi empat wilayah Ukraina, di Aula Georgievsky di Istana Grand Kremlin, di Moskow, Rusia, Jumat (30/9/2022). Foto: Sputnik/Gavriil Grigorov/Kremlin via REUTERS
ADVERTISEMENT
China memilih untuk abstain dalam pemungutan suara rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengutuk pencaplokan empat wilayah Ukraina oleh Rusia pada Jumat (30/9).
ADVERTISEMENT
Dewan Keamanan PBB memiliki lima anggota tetap dan sepuluh anggota tidak tetap. Pengadopsian rancangan resolusi dalam badan itu membutuhkan dukungan para anggota tetap, yakni China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).
Rusia menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan rancangan resolusi tersebut. Kendati demikian, sekutu dekat Rusia—China dan India—memilih abstain dalam voting terbaru di Dewan Keamanan PBB. Gabon dan Brasil juga memutuskan untuk abstain.
Sementara itu, sepuluh negara lainnya memberikan suara dukungan. Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, memperkenalkan resolusi tersebut dengan disponsori Albania.
Rancangan itu meminta negara-negara anggota untuk tidak mengakui perubahan pada perbatasan Ukraina, serta menuntut penarikan pasukan Rusia. PBB menyerukan kecaman terhadap referendum yang diadakan separatis pro-Rusia di wilayah pendudukan di Ukraina.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada satu negara pun yang memilih mendukung Rusia. Tidak satu pun," jelas Thomas-Greenfield, dikutip dari Al Jazeera, Senin (3/10).
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama para pemimpin yang dipasang Rusia di wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia Ukraina, di Aula Georgievsky di Istana Grand Kremlin, di Moskow, Rusia, Jumat (30/9/2022). Foto: Sputnik/Mikhail Metzel/Pool via REUTERS
Presiden Rusia, Vladimir Putin, memproklamirkan bergabungnya 15 persen wilayah Ukraina. Referendum aneksasi sebelumnya berlangsung di Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhia.
Keputusan itu telah memicu kecaman dari berbagai negara. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menekankan bahwa tindakan tersebut melanggar prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
Thomas-Greenfield mengatakan, suara abstain pun tidak berarti pembelaan terhadap Rusia. Dubes Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, hanyalah satu-satunya delegasi yang mengeluarkan suara menentang.
Walau telah menjalani aneksasi, keempat wilayah itu masih mengadang pertempuran. Tetapi, Nebenzia mengatakan, daerah-daerah tersebut telah memilih untuk menjadi bagian dari Rusia.
"[Referendum] tidak dapat dibatalkan seperti yang dipaksakan rancangan resolusi hari ini," tegas Nebenzia.
ADVERTISEMENT
Konser menandai pencaplokan Rusia atas empat wilayah Ukraina diadakan di Moskow, Jumat (30/9/2022). Foto: REUTERS
Referendum tersebut dapat mengantarkan implikasi berlapis. Sebab, Putin telah mengancam akan menggunakan senjata nuklir untuk membela wilayah baru Rusia. Tetapi, Utusan Inggris, Barbara Woodward, mengatakan bahwa aneksasi tidak memiliki efek hukum.
"[Resolusi] sekali lagi bersaksi tentang isolasi Rusia dan upaya putus asanya untuk menyangkal kenyataan dalam komitmen bersama kita, mulai dari piagam PBB," jelas Dubes Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya.

Reaksi China

Meski memilih untuk abstain, Beijing menyuarakan keprihatinan tentang krisis yang berkepanjangan di Ukraina. China dan Rusia mengumumkan kemitraan 'tanpa batas'sesaat sebelum Putin meluncurkan 'operasi militer khusus' ke Ukraina pada 24 Februari.
Namun, China mengambil sikap tegas terkait invasi Rusia di Ukraina. Pihaknya kerap mengkritik sanksi Barat terhadap Rusia, tetapi menolak membantu kampanye militer Putin.
ADVERTISEMENT
Putin kemudian menemui Presiden China, Xi Jinping, di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Uzbekistan pada 15-16 September. Agenda tersebut merupakan pertemuan tatap muka pertama mereka sejak awal agresi militer Rusia di Ukraina.
Dalam kesempatan itu, Putin mengakui, China mengungkapkan kekhawatiran tentang Ukraina. Pasalnya, pasukan Rusia mendapati kemunduran di medan perang akibat serangan balasan Ukraina. Perkembangan tersebut tampaknya menguji persahabatan mereka.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin berpose selama pertemuan trilateral mereka di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Samarkand pada 15 September 2022. Foto: Alexandr Demyanchuk / SPUTNIK / AFP
Sentimen itu kemudian tercermin kembali dalam pernyataan Dubes China untuk PBB, Zhang Jun. Dia mengatakan, masalah keamanan sebuah negara harus ditanggapi dengan serius.
Zhang merujuk pada kekhawatiran Rusia atas ekspansi NATO yang menjadi alasan invasi ke Ukraina. Tetapi, Zhang mengatakan, kedaulatan dan integritas teritorial negara juga harus dijaga.
ADVERTISEMENT
"Selama tujuh bulan krisis Ukraina, krisis dan efek limpahannya memiliki berbagai dampak negatif. Prospek krisis yang berkepanjangan dan meluas juga mengkhawatirkan. China sangat prihatin dengan prospek ini," bunyi pernyataan Zhang.
Seorang pejabat AS yang merahasiakan namanya mengomentari sikap China di Dewan Keamanan PBB. Dia mengatakan, keputusan abstain mengindikasikan bahwa China tidak 'merasa nyaman' dengan langkah-langkah Rusia yang mengancam integritas teritorial Ukraina.
"China tidak setuju dengan agenda yang jauh lebih agresif ini yang coba dijual oleh Rusia," kata pejabat itu.