Rusuh Besar Pecah di Haiti: Perdana Menteri Ganti Lagi, Gangster Serang Bandara

12 November 2024 11:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang berjalan melewati Polisi Nasional Haiti ketika mereka berusaha mengusir geng di sebuah lingkungan dekat Istana Kepresidenan di pusat Port-au-Prince, Haiti pada tanggal 3 Maret 2023. Foto: Richard Pierrin / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang berjalan melewati Polisi Nasional Haiti ketika mereka berusaha mengusir geng di sebuah lingkungan dekat Istana Kepresidenan di pusat Port-au-Prince, Haiti pada tanggal 3 Maret 2023. Foto: Richard Pierrin / AFP
ADVERTISEMENT
Haiti kembali mengalami gejolak politik setelah Dewan Transisi yang mestinya bertugas memulihkan demokrasi memecat Perdana Menteri sementara, Garry Conille, dan menunjuk Alix Didier Fils-Aimé sebagai penggantinya.
ADVERTISEMENT
Menurut sumber pemerintah yang memberikan dokumen tersebut kepada Associated Press, dekrit pemecatan ini ditandatangani oleh dewan pada Minggu (10/11) dan resmi diterbitkan pada Senin (11/11).
Fils-Aimé dikenal sebagai pengusaha sekaligus mantan presiden Kamar Dagang dan Industri Haiti yang sebelumnya sempat diusulkan sebagai calon Perdana Menteri dari sektor swasta.
Sementara itu, Conille hanya menjabat enam bulan sebelum keputusan mendadak ini diambil. Pada April lalu, eks PM Haiti Ariel Henry mengundurkan diri dan dewan transisi mengambil alih posisinya. Sebelumnya, Conille berkarier lama di PBB.
Langkah ini memperkeruh proses transisi demokrasi di Haiti, yang hingga kini belum mampu mengadakan pemilu sejak 2016 akibat maraknya kekerasan geng yang merajalela di negara tersebut.

Bandara Ditutup

Polisi berlindung selama operasi anti-geng di lingkungan Portail di Port-au-Prince, Haiti, Kamis, 29 Februari 2024. Foto: AP/Odelyn Joseph
Situasi di Haiti semakin tak menentu setelah geng-geng bersenjata melakukan serangan di Bandara Internasional Port-au-Prince pada Senin, hingga terpaksa ditutup sementara.
ADVERTISEMENT
Ada tembakan yang dilepaskan ke arah pesawat Spirit Airlines dari Fort Lauderdale, Florida, hingga melukai seorang pramugari dan memaksa pesawat mendarat darurat di Republik Dominika.
Selain itu, di beberapa wilayah ibu kota juga terjadi bentrokan antara polisi dan kelompok geng. Suara tembakan terdengar di berbagai jalanan, sementara warga berlarian mencari perlindungan.
Di tengah ketakutan yang melanda, sekolah-sekolah juga terpaksa ditutup. Para geng bahkan membakar sejumlah rumah di area permukiman elite yang memicu ketegangan dan kekacauan lebih lanjut.
Direktur Eksekutif organisasi perdamaian Lakou Lapè Louis-Henri Mars menyatakan konflik politik ini telah memberi kelompok gangster ruang lebih luas untuk menguasai wilayah ibu kota.
“Situasi ini akan mengakibatkan lebih banyak korban jiwa, pengungsian internal, dan kelaparan,” katanya.
Seorang pengendara sepeda motor melewati barikade yang terbakar, salah satu dari banyak di Port-au-Prince, Haiti 18 Januari 2024. Foto: REUTERS/Ralph Tedy Erol
Data PBB menunjukkan gangster di sana telah menguasai sekitar 85 persen wilayah Port-au-Prince.
ADVERTISEMENT
Dewan Transisi yang dibentuk pada April lalu, seharusnya menjadi tonggak awal untuk menstabilkan situasi politik di Haiti. Namun dewan ini kerap terganggu konflik internal dan isu korupsi.
Tiga anggota dewan baru-baru ini dituduh meminta suap dari direktur bank pemerintah sebesar USD 750.000 untuk mengamankan jabatan, yang memperparah ketidakpercayaan masyarakat terhadap dewan tersebut.
Pemecatan Conille pun memicu reaksi keras, dengan mantan Menteri Kehakiman Bernard Gousse menyebut ilegal tindakan tersebut dan di luar kewenangan dewan.
Dalam pidato pelantikannya, Fils-Aimé menekankan pentingnya pemulihan keamanan dan persiapan pemilu sebagai prioritas utama.
“Ada banyak yang harus dilakukan untuk mengembalikan harapan,” ujarnya di depan diplomat dan pejabat keamanan.
Perdana Menteri Haiti Garry Conille. Foto: Ralph Tedy Erol/REUTERS
Sementara itu, Conille mengecam langkah dewan yang menurutnya melanggar hukum.
ADVERTISEMENT
“Resolusi ini mengancam legitimasi dan masa depan negara kita,” tegasnya dalam sebuah surat.
Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui juru bicaranya, Stéphane Dujarric, meminta semua pihak yang terlibat dalam transisi politik Haiti untuk bekerja sama secara konstruktif dan menempatkan kepentingan negara di atas segala perbedaan politik mereka.