RUU Perampasan Aset Didorong Masuk Prolegnas DPR 2021, KPK Dukung
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dua RUU tersebut yakni RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komite TPPU sekaligus Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, di acara koordinasi tahunan PPATK, Kamis (14/1).
"Melalui kegiatan pertemuan koordinasi tahunan pertemuan ini, Komite TPPU juga meminta dukungan Bapak Presiden atas penetapan 2 RUU yang dapat memperkuat rezim APU PPT (Anti-Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme)," kata Airlangga.
"Yaitu RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana dan diharapkan dapat menjadi RUU Prioritas pada Tahun 2021," sambungnya.
Komite TPPU dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 6 Tahun 2012. Dalam Perpres itu, Komite TPPU bertugas mengkoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Adapun RUU Perampasan Aset Tindak Pidana merupakan RUU yang telah diusulkan sejak lama, tepatnya pada 2012. Namun hingga kini belum disahkan. Padahal RUU tersebut bertujuan untuk memulihkan kerugian keuangan negara yang dikorupsi meski koruptor telah meninggal atau buron.
Sementara RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal telah diusulkan sejak 2018. Salah satu yang diatur di RUU itu yakni transaksi tunai dibatasi maksimal Rp 100 juta.
Upaya Komite TPPU mendorong 2 RUU tersebut didukung KPK , khususnya mengenai RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan RUU Perampasan Aset bisa mendukung upaya pemulihan hasil korupsi menjadi lebih mudah.
"Sebagai rencana yang disampaikan Pak Menko tadi, rencana untuk menyusun RUU Penyitaan dan Perampasan Aset, KPK sangat men-support ini karena KPK menjadi bagian dari apa, supaya mudah merampas hasil dari kejahatan," kata Ghufron saat sambutan di acara yang sama.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Ghufron memberikan masukan agar RUU itu menyelipkan norma illict enrichment (peningkatan kekayaan secara tidak sah). Adapun norma itu telah diatur dalam UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption).
Ghufron menilai, penerapan RUU ditambah norma illict enrichment akan semakin memudahkan perampasan aset hasil tindak pidana melalui asas pembuktian terbalik. Norma tersebut membebankan kepada pelaku untuk membuktikan seluruh kekayaannya bukan hasil tindak pidana. Apabila tidak bisa, hartanya akan dirampas untuk negara.
"KPK (memberi) masukan bahwa ketentuan dari RUU penyitaan dan perampasan aset tersebut, harus juga didukung dengan pelaksanaan norma tentang illict enrichment," kata Ghufron.
"Karena kalau tidak didukung ketentuan illict enrichment atau harta ilegal yang kemudian bisa dirampas negara tanpa adanya proses hukum, itu akan kurang support, sekali lagi kami berharap kepada pak menko tentang penyitaan dan perampasan aset itu harus didukung dengan illict enrichment," pungkasnya.
ADVERTISEMENT