RUU TNI: Hikmahanto Minta Peran TNI AL dan AU Sebagai Penegak Hukum Lebih Rinci

11 Juli 2024 20:14 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ahli Hukum Internasional sekaligus Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani, Hikmahanto Juwana, mengatakan kewenangan TNI Angkatan Udara (AU) dan Angkatan Laut (AL) sebagai penegak hukum perlu diperhatikan dalam Revisi Undang-Undang (RUU) TNI.
ADVERTISEMENT
Sebab dalam UU TNI saat ini Pasal 9 huruf (b) dan Pasal 10 huruf (b) tidak dirinci peran prajurit TNI sebagai penegak hukum. Apakah membuat TNI AU dan AL menjadi penyelidik atau penyidik?
"Saya bicara tentang TNI sebagai penegak hukum, jadi bukan penegak kedaulatan tapi sebagai penegak hukum. Kalau saya lihat di Pasal 9 huruf (b) dan Pasal 10 huruf (b) (Undang-Undang TNI) disebutkan tugas TNI AL dan AU sebagai penegak hukum," ujar Hikmahanto dalam acara Dengar Pendapat Publik tentang RUU TNI dan RUU Polri secara virtual Kamis (11/7).
Ia juga menjelaskan, pada konteks TNI AU, apabila ada pesawat sipil yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa izin dan TNI AU melakukan force down atau turun paksa, apakah hal tersebut bisa disidik langsung oleh TNI AU.
ADVERTISEMENT
"Pertanyaannya adalah apakah mereka bisa melakukan penyidikan atau tidak? Atau TNI AU harus menyerahkan ke PPNS atau kepolisian?" ucap Hikmahanto.
Menurutnya tak jadi masalah apabila pesawat sipil yang diminta force down tidak ditemukan unsur pidananya, atau tidak ditemukan unsur mata-mata, tapi untuk melakukan force down memerlukan biaya.
"Nah, itu anggaran seperti itu apa tidak seharusnya dibebankan kepada pesawat yang secara tanpa izin masuk ke wilayah udara Indonesia?" tuturnya.
"Ini juga jadi permasalahan, jangan sampai kita menjaga kedaulatan kita, lalu anggaran dari kita sendiri. Padahal sebenarnya untuk kepentingan secara keseluruhan Indonesia, dan kemudian juga berkaitan dengan pesawat-pesawat udara yang memasuki wilayah udara kita," tambahnya.
Kemudian juga pada TNI AL, berdasarkan Pasal 10 huruf (b) merupakan penegak hukum di wilayah zona ekonomi eksklusif, bukan di laut teritorial.
ADVERTISEMENT
Menurut Hikmahanto, banyak negara tetangga yang menanyakan mengapa ada kapal militer di wilayah zona ekonomi eksklusif. Zona tersebut dinilai sebagai laut lepas bebas.
"Saya selalu mengatakan 'oh iya ada kapal militer karena menurut Undang-Undang kita memang ada dasarnya. Dan kita tahu bahwa kalau kita serahkan kepada instansi-instansi lain untuk bisa sampai 200 mil itu sulitnya minta ampun. Karena perlu punya kapal-kapal yang bertonase besar," ungkap Hikmahanto.
"Hal-hal yang seperti ini bapak ibu sekalian, mungkin bisa menjadi pertimbangan di dalam merevisi atau mengamandemen Undang-Undang TNI," pungkasnya.