Saat Anies Ditanya soal Kemungkinan Normalisasi HTI-FPI Bila Jadi Presiden

28 Januari 2024 14:54 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
34
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres nomor urut 01 Anies Baswedan dalam kegiatan Ngajabarkeun Abah Anies di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Minggu (28/1/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Capres nomor urut 01 Anies Baswedan dalam kegiatan Ngajabarkeun Abah Anies di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Minggu (28/1/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Capres nomor urut 01, Anies Baswedan, sempat dimintai tanggapannya soal kemungkinan menormalisasi organisasi Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bila terpilih menjadi presiden. Hal tersebut ditanyakan politisi NasDem yang juga anggota DPR RI Muhammad Farhan dalam acara 'Ngajabarkeun Abah Anies' di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Minggu (28/1).
ADVERTISEMENT
"Ini menyangkut demokrasi kita dalam budaya Indonesia, apakah Abah (Anies) akan melakukan normalisasi terhadap organisasi yang pernah dibubarkan oleh negara beberapa tahun ini?" tanya kader NasDem, Muhammad Farhan, yang dititipi pertanyaan oleh peserta pada Minggu (28/1).
Sebelum menanggapi pertanyaan Farhan, Anies meminta agar dia menyebutkan nama organisasi yang dimaksud.
"Sebut aja namanya jangan takut," kata Anies.
"Apakah Abah akan melakukan normalisasi terhadap FPI dan HTI?" jelas Farhan.
Anies lalu menjawab pertanyaan itu. Ia mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Negara, menurut dia, tidak dapat melarang warganya berserikat, berkumpul, dan berkegiatan.
Capres nomor urut 01 Anies Baswedan menghadiri acara dukungan dari ulama dan tokoh masyarakat Jabar di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung, pada Minggu (28/1/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Negara, lanjut Anies, juga tidak dapat mengatur pikiran warganya. Perbedaan dalam pikiran dinilainya merupakan hal yang wajar.
"Nah, kita harus menghormati pikiran, kadang-kadang kita ingin menyamakan pikiran, kadang kalau orang berbeda pikiran, harus sama dia dengan saya. Enggak boleh, di ruangan ini saja belum tentu pikirannya sama dan negara tidak akan pernah bisa mengatur pikiran, kita mengatur perbuatan," kata Anies.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Anies mengingatkan bahwa warga harus menaati aturan ketika berkumpul dan berorganisasi. Jika didapati melanggar aturan, maka akan ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
"Jadi, bila kemudian ada organisasi yang melakukan tindakan melanggar hukum maka hukum akan berlaku pada organisasi itu," ucap dia.
Terkait dengan organisasi HTI dan FPI yang sudah dibubarkan oleh pemerintah, Anies mengatakan bahwa hal itu sudah diputuskan. Dia mengajak warga untuk menghormatinya meskipun menimbulkan pro dan kontra.
"Nah, apa yang sudah menjadi keputusan pemerintah, itu keputusan pemerintah, sudah dijalani kemarin. Jadi bagi kami, kita hormati keputusan yang sudah dilakukan oleh pemerintah setuju atau tidak setuju keputusan itu sudah dibuat, sudah terjadi," kata dia.
Lambang HTI di Markas HTI, Tebet. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Ke depan, apabila terpilih menjadi presiden, Anies memastikan dirinya tidak akan membubarkan organisasi secara sewenang-wenang. Dia akan proses penindakan ke pengadilan. Anies pun menekankan bahwa dirinya akan mengedepankan supremasi hukum bila terpilih sebagai presiden.
ADVERTISEMENT
"Ketika saya bertugas menjadi presiden, saya tidak akan membubarkan, saya akan membawa ke pengadilan, minta pengadilan membubarkan bila melakukan pelanggaran hukum, kenapa? Karena kami menghormati institusi pengadilan," kata dia.
"Yang sudah kejadian, sudah, tapi ke depan kita hormati pengadilan dan di situlah negara demokrasi karena kalau tidak negara ini nanti dijalankan pakai selera," lanjut dia.
Petugas membongkar atribut-atribut saat melakukan penutupan markas DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Lebih lanjut, dalam kesempatan itu, Anies menyinggung soal demokrasi yang terjadi di Indonesia. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku ingin demokrasi di Indonesia dapat mengedepankan aspek dialogis ke depannya. Begitupula, dalam proses Pemilu.
"Karena yang sedang kita pertimbangkan untuk diberi kewenangan itu bukan sekedar milih orang untuk fotonya dipasang di ruangan kelas tapi kita sedang memilih orang untuk nantinya dimintai perang atas nama rakyat, atas nama negara mengambil keputusan," tutur dia.
ADVERTISEMENT