Saat Demo Tolak Lockdown Membesar, Kasus COVID-19 di China Kembali Pecah Rekor

28 November 2022 11:37 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah demonstran memegang kertas putih saat menggelar unjuk rasa pembatasan COVID-19 di Beijing, China. Foto: Thomas Peter/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah demonstran memegang kertas putih saat menggelar unjuk rasa pembatasan COVID-19 di Beijing, China. Foto: Thomas Peter/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menyusul unjuk rasa besar-besaran di seluruh negeri yang memprotes kebijakan pembatasan yang dianggap terlalu ketat, China kembali memecahkan rekor kasus infeksi harian COVID-19 pada Senin (28/11).
ADVERTISEMENT
China menyaksikan pemandangan luar biasa selama akhir pekan lalu. Protes massal ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam satu dekade terakhir sejak awal kekuasaan Presiden China, Xi Jinping.
Dikutip dari Reuters, negara itu kemudian melaporkan rekor kasus infeksi harian untuk kelima kalinya secara berturut-turut.
Hingga 40.052 kasus infeksi lokal baru tercatat pada Senin (28/11). Sehari sebelumnya, kasus infeksi corona mencapai 39.506 orang.
Kota-kota besar berjuang menahan wabah dengan ribuan kasus yang berjamur, seperti di Guangzhou dan Chongqing. Ratusan kasus infeksi pun bermunculan di seluruh negeri pada Minggu (27/11).
Sejumlah demonstran memegang kertas putih saat menggelar unjuk rasa pembatasan COVID-19 di Beijing, China. Foto: Thomas Peter/REUTERS
China tetap berpegang teguh pada kebijakan ketat yang disebut nol-COVID. Padahal, negara-negara di dunia telah mencabut sebagian besar pembatasan terkait COVID-19.
China sempat meringankan dan memusatkan pembatasannya pada awal bulan ini. Tetapi, lonjakan kasus menghapuskan harapan bagi pelonggaran dalam waktu dekat. Banyak analis memperkirakan, pelonggaran tidak akan terjadi sebelum Maret atau April.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ketat tersebut mengobarkan rasa frustrasi publik. Ratusan orang lantas turun ke jalanan untuk memprotes lockdown, karantina, dan tes corona massal. Sementara itu, toritas berusaha keras menyensor unggahan-unggahan terkait protes di media sosial.
Selama akhir pekan, para pengunjuk rasa menyerbu fasilitas tes corona di kota-kota termasuk Wuhan dan Lanzhou. Para mahasiswa turut menggelar aksi serupa di kampus-kampus di seluruh China.
Sejumlah demonstran memegang kertas putih saat menggelar unjuk rasa pembatasan COVID-19 di Beijing, China. Foto: Thomas Peter/REUTERS
Amarah mereka semakin meluas akibat insiden kebakaran di sebuah apartemen di Urumqi, Xinjiang, pada Kamis (24/11).
Peristiwa mematikan tersebut menewaskan sepuluh orang. Kota itu telah berada di bawah lockdown selama seratus hari. Banyak orang menduga bahwa lockdown menghambat upaya penyelamatan.
"Cabut lockdown!" teriak pengunjuk rasa di Urumqi pada Jumat (25/11) dalam rekaman yang telah diverifikasi AFP.
ADVERTISEMENT
Demonstran juga bentrok dengan polisi di Shanghai pada Minggu (27/11). BBC melaporkan, polisi menyerang dan menahan salah satu jurnalisnya yang meliput protes. Dia dibebaskan usai beberapa jam.
Bentrokan di Shanghai terjadi usai upacara penghormatan yang diadakan penduduk untuk korban kebakaran di Urumqi. Acara tersebut lalu berubah menjadi protes terhadap kebijakan nol-COVID.
"Mundur Partai Komunis China, mundur Xi Jinping," teriak sekelompok besar kerumunan.
Sejumlah demonstran memegang kertas putih saat menggelar unjuk rasa pembatasan COVID-19 di Beijing, China. Foto: Thomas Peter/REUTERS
Massa juga berkumpul lewat tengah malam di Beijing. Satu kelompok meneriakkan 'kami tidak ingin tes COVID, kami ingin kebebasan' pada dini hari pada Senin (28/11). Mereka mengacungkan kertas putih kosong yang telah menjadi simbol penyensoran oleh otoritas.
Mobil-mobil yang melintas bergabung dengan aksi mereka dengan membunyikan klakson dan mengacungkan jempol kepada para pengunjuk rasa. Sebagai balasan, massa bersorak-sorai.
ADVERTISEMENT
Puluhan polisi dan petugas keamanan berpakaian sipil bergerak di antara massa. Mobil polisi turut mengikuti pergerakan mereka.
Memegang pengeras suara, seorang pejabat kepolisian datang secara pribadi untuk berbicara dengan para pengunjuk rasa.
"Kalian anak muda. Kalian harus pulang sekarang. Kalian mengganggu lalu lintas di sini dengan berdiri di jalan," kata dia.