Saat Guru Honorer di Konawe Selatan Dituduh Aniaya Siswa

22 Oktober 2024 8:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penjara. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Supriyani, guru honorer SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, berurusan dengan hukum atas tuduhan penganiayaan terhadap anak muridnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Supriyani tengah mendekam di balik jeruji besi Lapas Perempuan Kelas III Kota Kendari. Supriyani dijadwalkan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, pada Kamis (24/10) mendatang.
Supriyani dilaporkan ke Polsek Baito, Konawe Selatan, atas dugaan penganiayaan terhadap anak di bawah umur pada April 2024 lalu.
Ia dituding menganiaya muridnya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD. Saat ini, sudah duduk di bangku kelas 2. Murid ini disebut-sebut anak anggota Polri
Seiring berjalannya laporan tersebut, pihak sekolah sempat memanggil Supriyani untuk klarifikasi. Saat itu, Supriyani tidak mengakui apa yang dituduhkan.
Begitu juga di hadapan kepolisian. Supriyani juga tak pernah mengakui. Bahkan, saksi-saksi yang dimintai keterangan juga tak pernah menyebut jika Supriyani melakukan penganiayaan terhadap anak muridnya.
ADVERTISEMENT

Ditetapkan sebagai Tersangka dan Ditahan

Pada Kamis (17/10) kemarin, kasus guru Supriyani telah dilimpahkan ke Kejaksaan. Ia pun ditetapkan tersangka dan langsung ditahan.
Kasus guru honorer Supriyani tersebut viral di media sosial. Sejumlah flyer seruan unjuk rasa bertebaran di Pengadilan Negeri Andoolo pada Kamis (24/10).

Kata Polisi

Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam. Foto: Dok. Istimewa
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, angkat bicara terkait polemik kasus Supriyani, guru honorer SD Negeri 4, Kecamatan Baito, Konawe Selatan, yang ditahan atas kasus dugaan penganiayaan anak muridnya.
Febry menegaskan, kasus dugaan penganiayaan itu dilaporkan di Polsek Baito pada Jumat (26/4) lalu. Dalam prosesnya, kata dia, penyidik telah bekerja profesional.
"Penanganan kasusnya itu sudah sesuai SOP," kata Febry saat jumpa pers di kantornya, Senin (21/10).
ADVERTISEMENT
Dalam foto barang bukti yang ditampilkan, terlihat ada sapu dan baju seragam korban. Ada juga foto paha belakang korban yang memar-memar.

Mediasi 5 kali

Ia menjelaskan, Supriyani dilaporkan langsung oleh Nurfitriana, orang tua korban. Dalam prosesnya, penyidik sempat melakukan upaya mediasi. Pelapor dan terlapor dipertemukan. Bahkan mediasi dilakukan selama lima kali.
"Pihak kepolisian melakukan proses penyelidikan selama tiga bulan untuk memberikan ruang mediasi kepada kedua pihak. Selama 5 kali mediasi tak ada kesepakatan," ucapnya.
"Keluarga korban tidak pernah meminta ataupun membahas dan menyebutkan nominal uang untuk persyaratan atau kompensasi damai," sambungnya.
Karena tidak adanya kesepakatan damai itu, pelapor kemudian mempertanyakan perkembangan laporan yang diadukan. Sehingga, penyidik menindaklanjuti dengan melakukan gelar perkara.
ADVERTISEMENT
"Bulan Juni 2024 gelar perkara, dinaikan status dari penyelidikan ke penyidikan berdasarkan bukti bukti awal dari hasil penyelidikan penyidik Polsek Baito," tegasnya.
Saat proses penyidikan berlangsung, KPAID Konawe Selatan melaksanakan mediasi kepada kedua belah pihak. Namun, tetap tidak ada kesepakatan. Hingga pada akhirnya berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan.
Seruan membela Bu Guru Supirani. dok Istimewa