Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Saat Hakim Berdoa Minta Perlindungan dari Kesesatan Sebelum Vonis Irjen Napoleon
15 September 2022 16:13 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Terdapat suasana berbeda saat majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap Irjen Pol Napoleon Bonaparte dalam kasus penganiayaan terhadap M Kece. Doa terlantun dari mulut hakim ketua Djuyamto sebelum membacakan vonis.
ADVERTISEMENT
Napoleon Bonaparte adalah jenderal bintang dua Polri yang terlibat kasus penganiayaan terhadap terdakwa penodaan agama. Napoleon diduga dengan sengaja melakukan penganiayaan dengan melumuri kotoran ke M Kece.
Sesaat sebelum vonis dijatuhkan, doa pun terucap dari Djuyamto.
"Menimbang bahwa pada akhirnya majelis hakim menyadari kebenaran dan keadilan hakiki hanyalah milik Tuhan yang Maha Adil, maka majelis hakim juga memanjatkan doa: 'allahumma inni audzu bika an adhila, au udholla, au azilla au uzalla, au azhimma au uzhlama, au ajhala au yuhalla 'alayya," kata Djuyamto sebelum membacakan putusan, Kamis (15/9).
Doa tersebut memiliki arti: Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu jangan sampai aku sesat atau disesatkan, berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau dianiaya, dan bodoh atau dibodohi.
ADVERTISEMENT
Usai membacakan doa, dengan mantap Djuyamto membacakan vonis Napoleon Bonaparte:
"Menyatakan, terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan dan penganiayaan secara bersama-sama," kata dia.
"Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte dengan pidana penjara selama 5 bulan dan 15 hari," tambahnya.
Teriakan takbir pun menggema dari beberapa orang usai hakim membacakan vonis. "Allahu akbar."
Dalam vonis tersebut, majelis hakim memiliki pertimbangan. Di antaranya, soal perbuatan tersebut dilakukan oleh Napoleon yang sejatinya berstatus sebagai penegak hukum.
"Menimbang bahwa dengan demikian sebagai anggota Polri dengan pangkat perwira tinggi sudah seharusnya terdakwa mengerti dan memahami respons seperti apa yang tepat dan benar jika ada seseorang yang telah melakukan penghinaan atau penistaan agama yaitu dengan menggunakan mekanisme hukum positif yang berlaku dengan melaporkannya kepada pihak berwajib," kata hakim.
ADVERTISEMENT
Hakim juga menimbang bahwa bila memang perbuatan Napoleon dibenarkan dengan alasan melakukan pembelaan agama, maka semua orang akan melakukan hal-hal yang serupa.
"Dengan alasan pembelaan agama masing-masing," kata hakim.
Bila begitu, lanjut hakim, tentu lah akan menimbulkan chaos atas situasi tiadanya hukum. Yang muncul adalah sikap anarkis dan ketidakteraturan. Jadilah hakim menjatuhkan vonis 5 bulan dan 15 hari kepada Napoleon.
Respons Napoleon
Merespons vonis tersebut, Napoleon membenarkan apa yang disampaikan dalam pertimbangan hakim. Ia pun mengaku paham apa konsekuensi dari perbuatannya. Namun ia menegaskan bahwa yang penting saat ini adalah tidak ada lagi penista agama yang bebas melakukan aksinya, usai apa yang ia perbuat.
"Yang disampaikan hakim benar. Niat itu dipicu provokasi oleh si penista agama M Kece. Saya enggak ada masalah. Saya penegak hukum, kok. Paham. Risiko itu saya ambil karena yang paling penting enggak ada lagi penista agama yang melakukan aksinya," kata Napoleon kepada wartawan usai sidang.
ADVERTISEMENT
"Enggak ada lagi, dan terbukti apa yang saya lakukan tahun lalu ada dampaknya. Enggak ada lagi yang muncul," lanjut dia.
Napoleon menyampaikan rasa terima kasih kepada rekan-rekannya dan semua orang yang diklaim mendukungnya. Ia menyebut, dukungan moral yang disampaikan kepadanya merupakan bukti keberimanan.
Ia menekankan bahwa penista agama hanya merusak persatuan kesatuan umat. Namun tidak ada yang mau turun. Dari itu ia berbuat dengan sadar memberi pelajaran kepada M Kece.
"Harus begitu. Harusnya pemerintah yang turun bukan saya," kata dia.
"Enggak ada yang mau. Kalau memang betul kita Pancasilais, pengin persatuan berdiri di kehidupan bernegara, tidak ada lagi yang berani melakukan pelecehan begitu. Tidak harus menunggu Napoleon-Napoleon baru yang melakukan tindakan-tindakan seperti ini kepada penista agama," katanya.
ADVERTISEMENT
Kata dia, seharusnya semua pihak yang bertanggung jawab. Termasuk yang punya tugas dan pokok bertindak, mencegah.
"Jangan cuma ngomong. Dan saya cuma contoh. saya pengin melihat ada reaksi apa. Saya enggak punya maksud apa-apa. Tidak ada maksud politis apa pun," ungkapnya.
"Semangat terus, jeruji besi tidak akan menghancurkan mental saya apalagi fisik. Saya tetap sehat," ucapnya.
Penganiayaan Terhadap Muhammad Kece
Napoleon Bonaparte bersalah melakukan penganiayaan dengan melumuri kotoran manusia ke Muhammad Kece. Perbuatan tersebut dilakukan Napoleon bersama-sama dengan sejumlah orang lainnya, termasuk Harmeniko alias Choky alias Pak RT dan Himawan Prasetyo. Keduanya disidang terpisah.
Penganiayaan berawal ketika para tahanan Bareskrim melihat pemberitaan melalui televisi di rutan soal penangkapan M Kece pada 25 Agustus 2021. Ia ditangkap karena kasus penistaan agama melalui akun YouTubenya.
ADVERTISEMENT
Salah satu tahanan yang melihat pemberitaan itu adalah Napoleon Bonaparte yang sedang ditahan karena kasus suap Djoko Tjandra. Pada saat M Kece tiba di rutan, Napoleon turut menyaksikannya.
Selaku tahanan baru, M Kece ditempatkan dalam kamar kosong atau khusus untuk isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari. Ia ditempatkan di kamar nomor 11.
Napoleon kemudian menyuruh Choky alias Pak RT untuk mengganti gembok kamar tersebut. Ia mengaku ingin bertemu M Kece secara empat mata.
Choky alias Pak RT kemudian menyampaikan soal hal tersebut kepada petugas rutan, Bripda Asep Sigit Pamudi. Asep tidak berani menolak karena Irjen Napoleon merupakan perwira tinggi aktif Polri. Gembok kemudian diganti. Kuncinya dipegang Choky alias Pak RT.
ADVERTISEMENT
Pada tengah malam, Napoleon Bonaparte mendatangi M Kece di kamar tahanannya karena kunci gembok dipegang Choky alias Pak RT. Peristiwa pelumuran tinja pun diduga terjadi pada saat itu.
Dalam persidangan, Napoleon mengaku tidak bermaksud menganiaya M Kece. Pelumuran tinja yang dilakukan itu sebagai bentuk kekesalannya terhadap M Kece yang dinilai menista agama.
Keduanya juga sudah saling memaafkan. Napoleon juga mengakui perbuatannya. Namun nasi sudah jadi bubur. Perbuatan tersebut berkonsekuensi pidana.