Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Setelah sempat dibatalkan pada Selasa (29/3), Komisi IX DPR RI akhirnya menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum bersama dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Senin (4/4). Di rapat ini, pengurus IDI seperti diadili para anggota Komisi IX.
ADVERTISEMENT
Rapat kali ini membahas terkait Tugas Pokok dan Fungsi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai Organisasi Profesi Kedokteran di Indonesia. Tentu ada keterkaitannya dengan kasus Terawan Agus Putranto yang belum menemukan titik terang sejak 2018.
Agenda kali ini juga menjadi wadah antara Komisi IX DPR RI dan PB IDI untuk bertukar pendapat dan mencari jalan tengah dari Kasus Terawan. Terawan sebelumnya direkomendasikan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) untuk dipecat. Pengurus PB IDI-pun menegaskan akan mengeksekusi putusan tersebut.
Sebagaimana saat disanksi pemecatan sementara dulu, rekomendasi pemecatan permanen Terawan menimbulkan pro dan kontra. Sebagian tokoh yang sempat menggunakan jasa Terawan merasakan atau memberi testimoni bahwa metode ‘Cuci Otak’ menjadi cara yang ampuh dalam mengobati penyakit.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, praktik ‘Cuci Otak’ tersebut sebenarnya belum terbukti secara ilmiah mampu mengobati penyakit khususnya stroke iskemik. Metode tersebut tidak memenuhi azas evidence-based medicine (EBM) yang menjadi syarat pengobatan kedokteran.
Testimoni para pasien yang mengaku "merasa sehat" tidak bisa diambil kesimpulan bahwa metode cuci otak tersebut manjur.
IDI Seperti Diadili
Hal ini juga yang membuat pengurus PB IDI dan MKEK seperti 'diadili' dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR, Senin (4/4). Ketum PB IDI Adib Khumaedi dicecar habis-habisan oleh para anggota Komisi IX.
Mereka mempertanyakan mengapa Terawan bakal dipecat karena masalah etik. Ada juga yang sampai mencak-mencak minta IDI dibubarkan.
"Bubarin aja IDI-nya, ngapain, orang cuma organisasi profesi, kok, dan lagi IDI cuma memberikan rekomendasi, sama dengan Komisi IX ini," ujar Irma Suryani Chaniago, anggota dari Partai NasDem.
ADVERTISEMENT
Selain Irma, politikus Partai PDIP Rahmad Handoyo justru menduga ada yang aneh dari pemecatan Terawan. Kata dia, sangat mungkin ada konflik internal antara oknum pengurus IDI dengan mantan Menkes itu.
“Jadi saya juga berpikir yang macem-macem, di luaran sana ternyata sebenarnya IDI ini enggak ada masalah. Hanya ada perseteruan pribadi dengan Pak Terawan, Pak Terawan dengan salah satu, sehingga konyol gitu," ujar Rahmad.
Lebih lanjut, Rahmad menyatakan bahwa kasus Terawan dengan IDI ini seperti bau kentut, nyatanya terjadi persaingan di dalam IDI.
“Benar salahnya saya enggak ngerti. Seperti bau kentut, dipraktikkan giat enggak ada tapi kenyataannya terjadi persaingan gitu. Rakyat sayang dokter tapi anda membenturkan rakyat dengan IDI.” kata Rahmad.
ADVERTISEMENT
Rahmad juga menyarankan PB IDI untuk menggunakan fungsi dan tanggung jawab IDI sebaik mungkin. Ia pun mengutip sebuah pernyataan dari Mantan Menteri Kesehatan Indonesia, yaitu Siti Fadilah.
“Tolonglah fungsi dan tanggung jawab IDI itu kita gunakan sebaik-baiknya. Kalau boleh menyetir apa yang disampaikan Mantan Menteri Ibu Siti Fadilah. ‘Ya kalo salah jangan dibinasakan, tapi dibina’,” jelasnya.
Sebenarnya begini. Yang memberikan rekomendasi pemecatan Terawan adalah Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), badan otonom IDI yang bertugas menegakkan keluhuran profesi dokter. PB IDI-lah yang mengeksekusi rekomendasi itu.
Komisi IX DPR RI mengapresiasi presentasi PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH. LLM, Prof. dr. Budi Sampurna, DFM, SH, Sp.F(K), Sp.KP, dan Prof. Dr. dr. Herkutanto, Sp.F(K), SH, LLM, FACLM, tentang Tugas Pokok dan Fungsi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai Organisasi Profesi Kedokteran di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Komisi IX DPR RI meminta PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama-sama dengan Letjen TNI (Purn). Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) untuk secepatnya menyelesaikan perbedaan pendapat terkait penerapan etika kedokteran yang ada secara internal dengan pendekatan kekeluargaan dan bermartabat.
MKEK Beri Penjelasan
Metode DSA yang dijalani Terawan dimodifikasi menjadi intra-arterial heparin flushing (IAHF) atau lebih dikenal dengan 'cuci otak'. Hal ini yang melanggar kode etik karena DSA harusnya hanyalah diagnostik, bukan penyembuhan.
Metode IAHF ini dianggap kurang tepat karena menggunakan alat yang tidak difungsikan selayaknya dan secara ilmiah juga belum terbukti atau evidence-based medicine (EBM) sebagai pengobatan kedokteran.
Namun, Terawan malah mengkomersialkan dan diklaim dapat digunakan untuk terapi stroke.
ADVERTISEMENT
MKEK mengatakan, jika dosis kecil dari heparin, obat yang digunakan Terawan, tidak dapat mengobati penggumpalan darah di otak seperti penyakit stroke.
Heparin merupakan obat antikoagulan (pengencer darah) yang berfungsi untuk mencegah pembentukan gumpalan darah. Sehingga, obat ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan.
Kesimpulan Rapat
Setelah rapat panjang hampir 5 jam, rapat Komisi IX dan PB IDI pun berakhir menjelang pukul 22.00 WIB. Dalam salah satu poin kesimpulan, Komisi IX minta IDI mengurus masalah pemecatan Terawan dengan lebih transparan.
Berikut kesimpulan lengkap rapat semalam:
ADVERTISEMENT