Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Johanis Tanak menilai OTT salah kaprah. Bahkan, dia menjanjikan jika terpilih menjadi Ketua KPK, OTT tak akan diterapkan.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Tanak dalam fit and proper test (FPT) di Komisi III DPR RI, Selasa (19/11). Tanak menjawab pertanyaan dari anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lalo, soal masih relevan atau tidaknya OTT.
"OTT Pak, terkait dengan OTT menurut hemat saya saja saya kurang, mohon izin, meskipun saya di pimpinan KPK, saya harus ikuti tapi berdasarkan pemahaman saya, OTT itu tidak pas, tidak tepat," kata Tanak yang saat ini menjabat Wakil Ketua KPK.
Menurutnya, OTT merupakan singkatan dari Operasi Tangkap Tangan. Tanak menyebut, pengertian operasi menurut KBBI, yakni dicontohkan seorang dokter melakukan operasi, yang tentunya semuanya sudah dipersiapkan dan direncanakan.
Hal tersebut bertentangan dengan pengertian tangkap tangan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
ADVERTISEMENT
"Pengertian tertangkap tangan menurut KUHAP adalah suatu peristiwa yang terjadi seketika itu juga pelakunya ditangkap, dan pelakunya langsung jadi tersangka," kata Tanak.
"Terus kalau seketika pelaku itu melakukan perbuatan dan ditangkap, tentunya tiada perencanaan. Kalau ada suatu perencanaan, operasi terencana, satu dikatakan suatu peristiwa yang terjadi seketika itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih, itu suatu tidak tepat," sambungnya.
Tanak mengaku sudah pernah menyampaikan hal tersebut kepada pimpinan lain di lembaga antirasuah. Namun, mayoritas pimpinan menilai perlu ada OTT.
Johanis Tanak Analogikan OTT dengan Tukang Parkir Motor
Dalam fit and propertest, Tanak menganalogikan peristiwa tertangkap tangan itu dengan tukang parkir saat menindak pelaku pencurian motor. Menurutnya, semua pihak boleh saja menangkap pelaku pencurian motor tersebut.
ADVERTISEMENT
"Misalnya, Mbak punya motor parkir, Mbak masuk dalam toko, ada tukang parkir, dan tanya orang lain tentang mengambil motor itu. Begitu dia bawa, langsung tukang parkir tangkap tangan," ujarnya.
"Nah, itu yang dibilang tertangkap tangan. Siapa saja boleh melakukan penangkapan, bukan harus aparat penangkapan, dan tidak ada perencanaan," kata dia.
KPK soal OTT: Tak Ada Aturan yang Melarang
KPK menegaskan hingga saat ini tidak ada aturan yang melarang untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT). KPK masih menggunakan instrumen penindakan tersebut dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi.
"Sampai saat ini sebagaimana yang terakhir juga OTT di Kalimantan Selatan bila memang ada bukti permohonan yang cukup, atau setidaknya dua alat bukti petunjuk-petunjuk, maka masih bisa dilangsungkan kegiatan tangkap tangan itu," kata Tessa di kantor KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/11).
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak ada aturan yang melarang sampai saat ini," sambungnya.
Jawaban Tessa itu disampaikan saat ditanya oleh wartawan terkait pernyataan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang ingin 'menutup' OTT jika ia nantinya terpilih menjadi Ketua KPK. Hal itu disampaikan Tanak dalam fit and proper test di Komisi III DPR RI.
Meski demikian, jawaban Tessa itu sifatnya secara umum, tidak langsung merespons pernyataan Tanak.
Daftar OTT Sepanjang 2024
KPK sempat puasa OTT. Delapan bulan setelahnya, mereka baru melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap sejumlah penyelenggara negara dan pihak swasta di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel). KPK menggelar OTT di wilayah tersebut pada Minggu (6/10).
Dalam OTT tersebut, KPK menangkap enam orang.
ADVERTISEMENT
Catatan kumparan, ini merupakan OTT ketiga KPK di tahun ini. Pada Januari 2024 KPK menggelar dua OTT, yakni:
Kasus pertama, pada 11 Januari. Saat itu, KPK menangkap Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga diduga terkait suap proyek pengadaan barang dan jasa.
Dalam kasusnya, Erik dijerat sebagai KPK karena diduga melakukan pengaturan proyek disertai penunjukan kontraktor yang akan dimenangkan secara sepihak. Pengaturan dimaksud disertai dengan pematokan fee untuk setiap proyek.
Dari perbuatan melanggar hukum itu, Erik diduga menerima hasil suap hingga Rp 1,7 miliar sepanjang tahun 2023-2024. Atas perbuatannya, Erik dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kini, Erik telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Kasus kedua berdasarkan OTT pada 26 Januari. Saat itu, KPK melakukan OTT di Sidoarjo, Jawa Timur. KPK saat itu menangkap 10 orang.
Namun dalam OTT saat itu, KPK gagal menemukan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor alias Gus Muhdlor tak ditemukan. KPK gagal menangkapnya.
OTT tersebut hanya berujung penetapan tersangka terhadap Siska Wati seorang Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Dia diduga terlibat kasus dugaan korupsi berupa pemotongan dana insentif ASN di Pemkab Sidoarjo atau dengan kata lain pungli. Nilainya hingga miliaran rupiah.
Belakangan, Gus Muhdlor baru dijerat tersangka pada Mei 2024 usai pemilu presiden 2024 rampung digelar. KPK mengakui bahwa OTT saat itu tidak sempurna.
ADVERTISEMENT
"Perlu kami jelaskan bahwa, OTT ini tidak sempurna, OTT yang ini. OTT sekarang tidak sempurna. Tidak sempurna itu artinya tidak seluruh pejabat yang akan kita OTT itu berhasil kita bawa," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (7/5).
Dalam kasusnya, Gus Muhdlor diduga memotong dana insentif pajak daerah bagi pegawai di BPPD Kabupaten Sidoarjo. Potongan yang diberikan yakni 10 sampai 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
Gus Muhdlor melakukan itu dibantu oleh Ari Suryono selaku kepala BPPD Sidoarjo dan Siska Wati selaku Kasubag Umum BPPD Pemkab Sidoarjo. Ketiganya adalah tersangka dalam kasus ini.
Pada 2023, Gus Muhdlor dkk mengumpulkan pemotongan dana insentif sebesar Rp 2,7 miliar. Kasus Gus Muhdlor kini masih disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya.
ADVERTISEMENT
OTT di Kasus Paman Birin
Teranyar OTT di kasus Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (56 tahun) sebagai tersangka. Politikus Golkar itu diduga terlibat dalam kasus penerimaan suap dan atau gratifikasi.
Paman Birin sendiri selama ini dikenal sebagai panggilan akrab Sahbirin Noor, politikus Golkar yang juga gubernur Kalsel dua periode.
KPK mengungkap kasus ini dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada 6 Oktober 2024. Kasus ini diduga terkait pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.
Total ada 7 tersangka yang ditetapkan KPK, termasuk Sahbirin Noor.
Tersangka penerima:
ADVERTISEMENT
Tersangka pemberi:
Dalam OTT itu Paman Birin tak diamankan. Dia kemudian menempuh praperadilan yang memenangkannya. Status tersangka Sahbirin akhirnya gugur.
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, mengatakan barang bukti itu disita dari Ahmad selaku bendahara Rumah Tahfidz Darussalam. Dalam perkaranya, Ahmad diduga berperan sebagai pengepul uang fee untuk Sahbirin Noor.
"(Mengamankan barang bukti) satu buah kardus kuning dengan foto wajah 'Paman Birin' berisikan uang Rp 800 juta," kata Ghufron dalam jumpa pers, Selasa (8/10).
Terbaru, KPK akan kembali memanggil Paman Birin pada 22 November nanti. Dia dipanggil sebagai saksi.
KPK mengingatkan Paman Birin untuk memenuhi panggilan yang kedua tersebut pada Jumat mendatang.