Saat Jokowi Divonis Bersalah dan Didenda Rp 457.000 karena Blokir Internet Papua

4 Juni 2020 9:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait antisipasi mudik Lebaran melalui telekonferensi bersama jajaran terkait dari Istana Kepresidenan Bogor. Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
ADVERTISEMENT
Masih ingat pemblokiran akses internet selama 14 hari di Papua dan Papua Barat pada Agustus 2019?
ADVERTISEMENT
Saat itu pemerintah memblokir akses internet di Papua dan Papua Barat mulai 21 Agustus 2019 dan dibuka bertahap pada 4 September 2019.
Pemblokiran akses internet dilakukan demi mencegah penyebaran hoaks dan konten yang bersifat provokatif di dunia maya. Sebab kala itu, terjadi kerusuhan di Papua dan Papua Barat yang dipicu adanya ujaran rasialisme dan penangkapan mahasiswa Papua di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Rupanya langkah pemerintah yang memblokir akses internet digugat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) ke PTUN Jakarta pada 21 November. Presiden dan Menkominfo menjadi pihak yang digugat.
Warga mengungsi di Mapolres Jayawijaya saat terjadi aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh di Wamena, Jayawijaya, Papua, Senin (23/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Marius Wonyewun
Kini setelah masa persidangan selama 6 bulan, majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan pemblokiran tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum.
ADVERTISEMENT
"Mengabulkan gugatan para penggugat," kata Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta, Nelvy Christin, saat membacakan putusan yang disiarkan kanal YouTube SAFEnet, Rabu (3/6).
"Menyatakan tindakan-tindakan pemerintahan yang dilakukan oleh tergugat I (Presiden) dan tergugat II (Menkominfo) adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan," lanjut hakim Nelvy.
Tak hanya itu, majelis hakim menghukum Jokowi dan Menkominfo agar membayar denda Rp 475 ribu.
Ilustrasi meja pengadilan. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Majelis hakim pun membeberkan perbuatan pemerintah yang melanggar hukum saat memblokir akses internet di Papua dan Papua Barat yakni:
ADVERTISEMENT
Para pengunjuk rasa turun ke jalan untuk berhadapan dengan polisi di Manokwari, Papua pada Senin (19/8). Foto: AFP
Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menilai pemutusan akses hanya dapat terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen muatan yang melanggar hukum. Tidak mencakup pemadaman internet secara keseluruhan seperti yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
ADVERTISEMENT
Bila kemudian bermunculan hoaks, menurut hakim, pemerintah bisa menggunakan mekanisme yang biasanya dilakukan. Misalnya memblokir akun di media sosial yang dinilai menyebarkan hoaks. Pemblokiran secara umum dinilai justru menghambat masyarakat mendapatkan informasi yang benar.
Usai putusan dibacakan, sempat beredar berita yang menyatakan majelis hakim meminta Jokowi dan Menkominfo meminta maaf kepada masyarakat, khususnya warga Papua, atas pemblokiran tersebut.
Namun dalam putusan, hakim tidak memerintahkan Jokowi dan Menkominfo untuk meminta maaf. Mengutip situs PTUN, memang tercatat ada beberapa poin gugatan diajukan AJI dan SAFEnet. Salah satunya ialah agar hakim memerintahkan Presiden dan Menkominfo meminta maaf di media massa nasional.
Namun, hal tersebut tak termasuk dalam amar putusan hakim yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Nelvy Christin.
M. Isnur dari YLBHI. Foto: Aria Pradana/kumparan
Sementara itu pengacara pihak penggugat, Muhammad Isnur, menyambut baik keputusan PTUN Jakarta. Ia mengatakan atas dasar putusan tersebut, pihak yang dirugikan akibat pemblokiran internet di Papua bisa menuntut ganti rugi.
ADVERTISEMENT
"Iya bisa (minta ganti rugi). Putusan PTUN Jakarta yang menyatakan blokir internet di Papua dan Papua Barat adalah Perbuatan Melanggar Hukum, juga membuka kemungkinan bagi yang dirugikan untuk menggugat dan meminta ganti rugi. Namun, setelah berkekuatan hukum tetap," jelas Isnur.
Adapun pihak Istana menyatakan menghormati putusan majelis hakim PTUN Jakarta tersebut.
"Terkait putusan PTUN, pemerintah menghormati putusan PTUN," ujar Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono.
Politisi PSI, Dini Shanti Purwono. Foto: Iqbal Maulana/kumparan
Dini menyatakan pihaknya akan membahas langkah hukum dalam menyikapi putusan ini. Sejauh ini, Dini menyebut, masih ada waktu selama 14 hari sebelum pemerintah memutuskan akan banding ke PT TUN Jakarta atau tidaj.
"Belum diputuskan apa langkah hukum selanjutnya dari pihak pemerintah. Akan dibahas lebih lanjut dengan jaksa pengacara negara. Yang jelas masih ada waktu 14 hari sejak putusan PTUN untuk putusan tersebut berkekuatan hukum tetap," kata Dini.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.