Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Saat Melayu Diusulkan Jadi Bahasa ASEAN: Dibawa Malaysia, Ditolak Nadiem
6 April 2022 17:15 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Usulan penggunaan bahasa Melayu menjadi bahasa resmi kedua di ASEAN kini menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat kawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Terkini, usulan itu disampaikan oleh Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yaakob pada kunjungan bilateralnya ke Indonesia, pada Jumat (1/4/2022) silam.
Di hadapan Presiden Jokowi, Ismail menyampaikan bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa serumpun yang banyak dipergunakan oleh negara-negara di Asia Tenggara, sehingga bahasa Melayu pantas dijadikan bahasa kedua di pertemuan regional ASEAN setelah bahasa Inggris.
"Kita sepakat jika kita bekerja sama untuk memperkuat bahasa nasional Melayu, mungkin suatu saat bisa dijadikan bahasa ASEAN," tutur Yaakob dalam pidatonya di Istana Kepresidenan di Jakarta pada Jumat pekan lalu.
"Saya percaya bahwa apa yang kita lakukan hari ini akan bermanfaat bagi rakyat negara kita dan saya yakin bahwa kita akan memperkuat hubungan persaudaraan yang erat antara Malaysia dan Indonesia," tambahnya.
Menurut Ismail tak ada salahnya menggunakan bahasa Melayu untuk kepentingan-kepentingan resmi tingkat internasional seperti ASEAN.
ADVERTISEMENT
Sebelum menyampaikan secara langsung kepada Jokowi, niat Yakoob ini sudah diutarakan pada publik Negeri Jiran pada Maret 2022. Kepada rakyat Malaysia, Yakoob berjanji bakal membicarakan niatnya itu ke pemimpin ASEAN lain.
"Saya akan berdiskusi dengan para pemimpin negara ASEAN lainnya, terutama di negara-negara yang sudah menggunakan bahasa Melayu. Saya akan berdiskusi dengan mereka tentang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua di ASEAN," tuturnya.
Sebenarnya, Ismail bukan sosok pertama yang menginginkan bahasa Melayu menjadi bahasa resmi kedua di ASEAN. Pada 2011 Menteri Penerangan, Komunikasi, dan Kebudayaan Malaysia Rais Yatim berkunjung ke Indonesia dan menyarankan agar bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi di kawasan Asia Tenggara.
Rais menyebut, pengguna bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara meliputi negara-negara seperti Indonesia, Brunei Darussalam, Timor Leste, sebagian kecil Filipina, Thailand bagian selatan, dan tentunya Malaysia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
“Pengguna bahasa Melayu di Asia Tenggara telah meliputi 300 juta penduduk. Jadi, mengapa kita tidak memakainya? Mengapa kita lebih bangga memakai bahasa Inggris?” ujar Rais, dilansir dari beberapa media lokal.
Rais Yatim juga bertujuan untuk menempatkan bahasa Melayu pada level yang sama dengan bahasa dunia lainnya dan menganggap bahwa bahasa Melayu bisa jadi pemersatu negara-negara di kawasan ASEAN.
“Bagus sekali kita mencoba untuk menempatkan bahasa Melayu berdampingan dengan bahasa Jerman, Prancis, Arab, sehingga menjadi lingua franca,” kata Rais.
Selanjutnya, di tahun 2015, ketika Malaysia menjadi ketua ASEAN, Datuk Seri Salleh Said Keruak yang saat itu menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Multimedia Malaysia mengatakan dalam sebuah seminar bahasa Melayu bahwa untuk membentuk sebuah komunitas, ASEAN harus menggunakan bahasa yang homogen, maka dari itu ia menawarkan bahasa Melayu sebagai penghormatan.
“Malaysia harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mempromosikan bahasa Melayu sebagai salah satu ciri utama komunitas ASEAN. Kita perlu menunjukkan bahwa bahasa Melayu adalah bahasa yang relevan dan dinamis yang dapat berperan sebagai bahasa ASEAN,” ujar Salleh Said Keruak, seperti dilansir Malay Mail.
ADVERTISEMENT
Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak juga pernah mendorong gagasan itu di tahun 2017. Ia menyatakan keinginannya agar bahasa Melayu menjadi bahasa utama ASEAN dan akan terus mempromosikannya di tingkat internasional.
“Kami akan terus menjunjung bahasa Melayu dan mempromosikan bahasa nasional ini di tingkat internasional. Ketika Malaysia berusaha untuk menjadi salah satu dari 20 negara teratas pada tahun 2050, saya ingin melihat bahasa Melayu sebagai bahasa utama di ASEAN,” kata Razak, dilansir dari New Strait Times.
Namun, gagasan yang secara konsisten dielukan oleh Kuala Lumpur itu baru-baru ini ditolak oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Indonesia Nadiem Makarim.
“Saya sebagai Mendikbud Ristek, tentu menolak usulan tersebut,” tegas Nadiem dalam sebuah pernyataan tertulis seperti dikutip dari situs Kemendikbud, pada Selasa (5/4/2022).
ADVERTISEMENT
Nadiem beranggapan bahwa dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik, bahasa Indonesia lebih pantas untuk dicanangkan sebagai bahasa resmi ASEAN.
“Dengan semua keunggulan yang dimiliki bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang diakui secara internasional, sudah selayaknya bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan, dan jika memungkinkan menjadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN,” papar Nadiem.
Nadiem menjelaskan, Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) telah diselenggarakan oleh lebih dari 400 lembaga di seluruh dunia. Selain itu, di berbagai perguruan tinggi di Asia, Eropa, Australia, dan Amerika Serikat, bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah resmi.
“Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional,” tutupnya.
ADVERTISEMENT