Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Saat OTT 2020, Ada Pimpinan KPK Marah Ketika Muncul Nama Harun Masiku dan Hasto
26 Desember 2024 14:54 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020 yang menargetkan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta bocor. Sejumlah pihak lain yang turut ditarget tak berhasil ditangkap.
ADVERTISEMENT
Wahyu terjaring dalam OTT karena diduga menerima suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) fraksi PDIP di DPR RI. Ada juga nama eks Caleg PDIP Harun Masiku dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di pusaran kasus tersebut.
Namun, dalam sebuah tulisan berjudul 'Demokrasi yang Tergadai oleh Partai Politik' yang disajikan lewat buku bertajuk 'Buku Orang Baik Belajar Antikorupsi (BOBA): Pendidikan Antikorupsi Berbasis Kasus' (2024), dituliskan bahwa berdasarkan informasi internal KPK, pimpinan lembaga antirasuah tidak satu suara soal operasi senyap.
Tak hanya itu, dalam ekspose perkara, dua pimpinan KPK tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Bahkan, ada pimpinan lembaga antirasuah yang marah nama Harun Masiku dan Hasto masuk dalam rencana OTT tersebut. Namun, tak disebutkan secara jelas siapa pimpinan yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
Adapun pada 2020, Pimpinan KPK yang menjabat adalah: Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.
"Saat dilakukan ekspose, seorang Pimpinan KPK marah dengan masuknya nama Harun Masiku dan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto sehingga terjadi perdebatan sengit dengan penyidik," demikian keterangan dalam buku yang dirilis oleh Satgassus Pencegahan Korupsi Polri dalam acara Hari Antikorupsi Sedunia 2024 tersebut, dikutip Kamis (26/12).
Adapun dalam bagian lain buku ini, mantan penyidik KPK yang terlibat dalam penanganan kasus Wahyu Setiawan bercerita bahwa ada orang dari internal PDIP yang menghubungi Harun Masiku.
Orang tersebut menyampaikan kepada Harun Masiku agar mencelupkan ponselnya ke dalam air untuk menghilangkan jejak. "Dan segera menuju Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)," bunyi keterangan dalam buku tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tim KPK mendeteksi Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto bertemu di satu titik, yakni sekitar PTIK. Harun Masiku menuju PTIK dengan membonceng sepeda motor yang dikemudikan Nur Hasan.
Namun, penyidik KPK yang mencari Harun Masiku ke PTIK itu justru diduga mendapatkan intimidasi. Mereka diamankan dalam salah satu ruangan di PTIK selama 7 jam. Bahkan, mereka diinterogasi hingga diminta tes urine.
Deputi Penyidikan KPK saat itu, R.Z. Panca Putra Simanjuntak akhirnya menjemput mereka dan kembali ke kantor KPK. Mereka tiba sekitar pukul 04.00 WIB.
Alih-alih berhasil meringkus sang buron, tim penyidik KPK justru pulang dengan tangan kosong. Jejak operasi senyap tersebut menjadi saksi gagalnya penangkapan Masiku hingga ia menjadi buron selama hampir 5 tahun hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Pimpinan KPK Lama Tolak Proses Hasto
Saat dikonfirmasi terpisah, mantan Penyidik KPK Novel Baswedan, juga mengungkapkan bahwa pimpinan KPK periode 2019-2024 sempat menolak melanjutkan proses penyidikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di kasus tersebut.
Novel menyebut, mereka urung menetapkan Hasto sebagai tersangka karena menunggu pelaku utama, Harun Masiku ditangkap. Proses tersebut ketika KPK melakukan OTT kepada Wahyu.
“Saat proses pelaporan penyelidik kepada pimpinan dalam forum ekspose, yang pimpinan (Firli Bahuri dkk) menolak proses terhadap Hasto. Lalu meminta agar hal itu baru dilakukan setelah Harun Masiku tertangkap dulu,” kata Novel saat dikonfirmasi, Rabu (25/12) kemarin.
“Tetapi pimpinan justru tidak ada kesungguhan untuk menangkap Harun Masiku,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Novel juga mengatakan ketika OTT KPK kepada Wahyu itu, pimpinan saat itu justru mengadakan konferensi pers kepada media yang dia nilai menjadi celah Harun lolos dari KPK.
ADVERTISEMENT
Hasto Suruh Masiku Lari
Sebagian cerita di atas selaras dengan apa yang disampaikan oleh KPK saat konferensi pers penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka. Sekjen PDIP itu diduga terlibat dalam kasus suap terhadap Komisioner KPU bersama Harun Masiku serta kasus dugaan menghalangi penyidikan KPK terhadap Harun Masiku.
Dalam keterangan yang disampaikan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto, terungkap bahwa Hasto yang memerintahkan Harun Masiku lari saat OTT KPK pada Januari 2020 silam.
"Saudara HK [Hasto Kristiyanto] memerintahkan Nurhasan, penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir yang biasa digunakan sebagai kantor oleh Saudara HK, untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri," ujar Setyo, Selasa (24/12).
Dalam perkara dugaan suap kasus Harun Masiku, Hasto diduga menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap Komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan.
ADVERTISEMENT
Suap itu dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio F dan juga Wahyu Setiawan.
Dalam dugaan perintangan penyidikan, selain meminta Masiku merendam ponsel miliknya, Hasto juga diduga mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
Terkait penetapan tersangka tersebut, belum ada komentar dan keterangan dari Hasto. Hasto pun hingga saat ini belum ditahan oleh KPK, namun sudah dicegah berpergian ke luar negeri bersama eks Menkumham Yasonna Laoly.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, PDIP menegaskan bahwa partainya dan Hasto akan menaati proses hukum yang berjalan. Kendati begitu, Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy menyebut bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka sebagai kriminalisasi dan politisasi hukum.
Meski begitu, KPK menegaskan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka tersebut murni penegakan hukum.