Kisah Negara Paling Tak Dipercaya Rakyatnya

31 Januari 2018 15:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demonstrasi di Santiago,Chili. (Foto: Reuters/Pablo Sanhueza)
zoom-in-whitePerbesar
Demonstrasi di Santiago,Chili. (Foto: Reuters/Pablo Sanhueza)
ADVERTISEMENT
Tiga badan riset internasional menggelar sebuah penelitian untuk mengetahui: apakah rakyat sebuah negara percaya pada pemerintahnya?
ADVERTISEMENT
Edelman, Pew Research Center, dan Gallup World punya jawabannya sendiri-sendiri. Edelman di tahun 2017, misalnya, mengatakan bahwa terdapat tren peningkatan ketidakpercayaan masyarakat dunia terhadap pemerintahnya.
Sedangkan Pew Research, meski hasil penelitiannya memperlihatkan tren yang sama, menunjukkan lapisan lebih dalam bahwa masyarakat sebuah negara relatif kecewa dengan sistem politik yang ada di negara mereka. Hasil penelitian Gallup pun menghasilkan simpulan yang tak jauh berbeda.
Yang menarik, meski mengambil jumlah dan pilihan populasi yang berbeda, hasil penelitian ketiga lembaga tersebut memunculkan beberapa negara yang sama dalam daftar negara yang pemerintahnya paling tidak dipercaya oleh masyarakatnya sendiri.
Negara Paling Tidak Dipercaya Rakyatnya (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Negara Paling Tidak Dipercaya Rakyatnya (Foto: Sabryna Muviola/kumparan)
Seberapa penting kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam keberlangsungan sebuah negara?
Penting. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah adalah salah satu indikator paling dasar untuk mengetahui apakah demokrasi di sebuah negara berhasil berjalan.
ADVERTISEMENT
Menurut Pew Research Center, masyarakat yang puas dengan bagaimana demokrasi dijalankan cenderung percaya bahwa pemerintah mereka melakukan apa yang semestinya dilakukan bagi negaranya. Ia menjadi salah satu ukuran yang menunjukkan keberhasilan sebuah pemerintah.
Sedangkan, menurut Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah adalah salah satu motor yang menggerakkan efektivitas pemerintahan dan perkembangan ekonomi. Nilainya yang positif punya dampak:
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya dipengaruhi beberapa hal, seperti apakah masyarakat melihat pemerintah dapat diandalkan, adil, dan cukup responsif dalam memberikan pelayanan publik dan melindungi mereka dari risiko ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
Tingkat kepercayaan pada pemerintah ini banyak berbicara soal persepsi masyarakat. Dari situ, harus diakui bahwa indikator ini bersifat subjektif. Apalagi, selain faktor ekonomi, faktor sosial dan budaya juga banyak memberi perbedaan bagaimana masyarakat sebuah negara menilai pemerintahnya dan bagaimana masyarakat negara lain menilai pemerintahnya.
Ilustrasi pemilihan umum (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemilihan umum (Foto: Pixabay)
Ada apa dengan Yunani dan Kolombia?
Di Yunani, krisis ekonomi tak pernah benar-benar pulih sejak 2008. Langkah-langkah pengetatan ekonomi yang diberlakukan untuk mengembalikan keadaan ekonomi membuat masyarakat Yunani kehilangan kepercayaan pada pemerintahnya.
Dikutip dari Reuters, angka pengangguran di Yunani pada pertengahan 2017 masih sangat tinggi, yaitu mencapai 23,5 persen. Masalahnya, tingkat pengangguran di kalangan anak muda jauh lebih tinggi lagi: hingga 48 persen. Padahal, indikator terakhir itulah yang paling mencerminkan stabilitas ekonomi sebuah negara di masa depan.
ADVERTISEMENT
Catatan buruk perekonomian Yunani tak berhenti di situ. Besaran GDP per kapita masyarakat Yunani --yang menunjukkan daya beli masyarakat-- turun secara signifikan sejak 2008. Pada 2015, GDP per kapita Yunani turun hingga 27 persen dibanding tujuh tahun sebelumnya. Untuk perbandingan, Jerman justru naik enam persen.
Belum lagi menyoal piutang negara. Pada 2008 saja beban utang Yunani sebesar 109 persen. Kini, beban utang itu sudah mencapai 179 persen dari GDP.
Dengan kondisi tersebut, dilansir sumber yang sama, satu dari tiga masyarakat Yunani terancam bangkrut dan jatuh miskin.
Demonstrasi masyarakat Yunani 2011 (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Demonstrasi masyarakat Yunani 2011 (Foto: Wikimedia Commons)
Sementara di Kolombia, konflik dengan Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia (FARC) jelas menjadi masalah nomor satu bagi masyarakatnya.
Konflik tersebut telah menewaskan hampir 20 ribu kombatan--baik dari militer Kolombia, paramiliter negara Autodefensas Unidas de Colombia (AUC), maupun dari FARC--sejak 2004. Total, ada 200 ribu orang tewas dengan 90 persen di antaranya merupakan masyarakat sipil. Dan data tersebut hanya sampai 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
Konflik yang berkepanjangan juga memaksa masyarakat sipil berpindah dari domisili mereka. Menurut Washington Post, ada sekitar tujuh juta orang menjadi pengungsi dalam negeri Kolombia.
Dampaknya terhadap perekonomian negeri tentu saja buruk. Pada 2016 lalu, indikator-indikator perekonomian, yang menunjukkan tingkat kemapanan sebuah negara, di negeri ini mengalami penurunan.
Jurnalis Diculik di Kolombia. (Foto: Reuters/Albeiro Lopera EA)
zoom-in-whitePerbesar
Jurnalis Diculik di Kolombia. (Foto: Reuters/Albeiro Lopera EA)
Berdasarkan data OECD, investasi di Kolombia turun 16 persen dari 2014. Selain itu, GDP turun sebesar 5 persen dan konsumsi rumah tangga juga turun sebanyak 3 persen ketimbang 2014.
Perjanjian damai antara pemerintah dan FARC memang berhasil tercapai pada Agustus 2016. Namun begitu, masyarakat Kolombia sendiri justru menolak perjanjian damai tersebut. Mengapa?
Dikutip Irish Times, perjanjian yang detailnya mencapai 300 halaman tersebut berisi soal: 1) kesepakatan kedua belah pihak menghentikan tindak kekerasan; 2) opsi politik bagi FARC; 3) janji pembangunan daerah oleh pemerintah; 4) menghentikan penjualan obat-obatan terlarang, dan 5) keadilan bagi para korban.
ADVERTISEMENT
Yang terakhir menjadi kendala. Perjanjian tersebut mengikutsertakan impunitas bagi pihak FARC dan paramiliter AUC. Padahal, korban dari konflik yang berkepanjangan ini lebih banyak terdiri dari masyarakat sipil yang menjadi korban pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) kombatan paramiliter. Keadilan bagi para korban, pada akhirnya, hanya pepesan kosong belaka.
Kalau kenyataannya demikian, bukankah wajar kalau masyarakat lantas kehilangan kepercayaan pada pemerintahnya?
Data kepercayaan masyarakat. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Data kepercayaan masyarakat. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
=============== Simak ulasan mendalam lain dengan mengikuti topik Outline!