Saat Rohidin Mersyah Siapkan Duit untuk Serangan Fajar tapi Tertangkap KPK

26 November 2024 6:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas menunjukkan barang bukti kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi saat konpers penetapan dan penahanan tersangka Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukkan barang bukti kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi saat konpers penetapan dan penahanan tersangka Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK pada 23 November 2024. Ia dijerat sebagai tersangka pemerasan dan gratifikasi.
ADVERTISEMENT
Dalam OTT itu, KPK menyita sejumlah barang bukti. Salah satunya amplop bergambar Rohidin dan pasangannya, Meriani, yang bakal berkontestasi di Pilgub Bengkulu 2024.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyebut, amplop itu akan digunakan Rohidin untuk 'serangan fajar'.
"Kurang lebih seperti itu [untuk serangan fajar]," kata Tessa kepada wartawan, Senin (25/11).
Tessa mengungkapkan bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diperiksa, masing-masing amplop berisikan uang sebesar Rp 50 ribu.
"Isi nominal dari keterangan saksi Rp 50 ribu. Tapi, masih belum dicek secara fisik. Nanti kalau sudah ada update dikabari," kata dia.

Minta Kadis Bantu Dana Kampanye

Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasaan dan gratifikasi, di Gedung Merah Putih KPK, Senin (25/11/2024) dinihari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
KPK tidak mengungkap dari mana asal uang yang disiapkan untuk 'serangan fajar' tersebut. Namun, dalam kasus Rohidin KPK menyebut ia pernah meminta para Kepala Dinas di Pemprov Bengkulu untuk membantu mendanai kampanyenya.
ADVERTISEMENT
"Pada Juli 2024, Saudara RM [Rohidin Mersyah] menyampaikan bahwa yang bersangkutan membutuhkan dukungan berupa dana dan penanggung jawab wilayah dalam rangka pemilihan Gubernur Bengkulu pada Pilkada Serentak bulan November 2024," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (24/11).
Setidaknya ada empat kepala dinas dan satu kepala biro yang menyetorkan dana untuk membantu urusan politik Rohidin. Jumlah yang mereka kasih beragam. Mereka melakukan itu karena takut dinonjobkan atau dipindahkan.
Berikut daftar pemberi dana dan nilainya:
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini KPK menyita uang senilai Rp 7 miliar. Uang tersebut disita dari empat lokasi berbeda. Pertama, uang sebesar Rp 32,5 juta ditemukan di mobil Saidirman.
Kedua, uang sebanyak Rp 120 juta ditemukan di rumah Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu Ferry Ernez Parera. Kemudian, uang sebanyak Rp 370 juta ditemukan di mobil Rohidin. Terakhir, uang sebanyak Rp 6 miliar ditemukan di rumah dan mobil ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca.

Minta Cairkan Honor Guru Sebelum Pencoblosan

Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (tengah), ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah (kanan), dan Sekda Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (kiri) saat konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka OTT KPK di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (24/11/2024). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
Tidak hanya menyiapkan uang untuk 'serangan fajar' agar menang Pilgub Bengkulu. Rohidin rupanya juga meminta agar honor guru dicairkan sebelum tanggal pencoblosan.
"Jadi untuk efek supaya memilih yang bersangkutan. Apakah ada potongan terhadap honor guru tidak tetap? Enggak kan, enggak ada, hanya pencairan di muka, yang harusnya diterima Desember, kemudian oleh yang bersangkutan diperintahkan supaya dicairkan sebelum tanggal 27 November," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung Merah Putih KPK, Minggu (24/11).
ADVERTISEMENT
"Dengan harapan itu tadi, para guru honorer, tenaga tidak tetap, itu akan senang kemudian memilih yang bersangkutan," tambahnya.

Tetap Ikut Pilkada

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin saat dijumpai usai rapat dengan Menkopolkam Budi Gunawan, Senin (25/11/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengungkapkan calon petahana gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, bisa tetap mengikuti Pilkada meski saat ini proses hukum tengah berjalan di KPK.
"Terkait dengan kasus yang terakhir, pada dasarnya merujuk pada Pasal 163 Ayat 6, 7 dan 8 Undang-Undang Pilkada. Secara normatif kami ingin menyampaikan, dalam hal calon gubernur atau wakil nantinya terpilih, ditetapkan menjadi yang terpilih tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur," ujar Afif usai rapat dengan Menkopolkam Budi Gunawan di Kemenko Polkam, Jakpus, Senin (25/11).
Lebih lanjut, Afif menjelaskan, secara umum berdasarkan aturan itu, calon hanya dapat diberhentikan apabila statusnya telah dinyatakan sebagai terpidana secara inkrah melalui persidangan. Jika statusnya masih terdakwa saat pelantikan maka dia akan tetap dilantik.
ADVERTISEMENT
"Dalam hal calon gubernur dan wakil gubernur terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik, dan atau wakil gubernur juga diberhentikan sebagai gubernur dan wakil gubernur kalau sudah terpidana," tuturnya.

Golkar Prihatin

Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Adies Kadir, buka suara soal penahanan Gubernur Bengkulu sekaligus Cagub Bengkulu 2024 usungan Golkar, Rohidin Mersyah.
Adies mengatakan, Golkar adalah partai yang taat hukum, sehingga ia mengimbau Rohidin untuk mengikuti proses hukum yang tengah berjalan.
“Partai Golkar adalah partai yang taat hukum, kami tentunya akan mengimbau kepada yang bersangkutan untuk mengikuti semua proses hukum yang sedang berjalan,” kata Adies pada, Senin (25/11).
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini Rohidin menjadi tersangka bersama dua orang lainnya, yakni Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca. Ketiganya dijerat Pasal 12 huruf e dan dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 KUHP.