
Sabung Aparat di Lampung: Penggerebekan Dibalas Penembakan
24 Maret 2025 20:08 WIB
·
waktu baca 12 menitDor, dor!
Mereka kocar-kacir berlarian keluar dari arena sabung ayam. Beberapa kabur masuk ke hutan, sisanya berlari dan mencoba memacu kendaraannya menjauh dari lokasi.
Operasi penggerebekan itu dipimpin Iptu Lusiyanto, Kapolsek Negara Batin. Tak seorang diri, Lusiyanto didampingi 4 anggota Polsek Negara Batin dan 11 anggota Polres Way Kanan yang terbagi dalam lima kendaraan.
Melihat para peserta sabung lari berhamburan, Lusiyanto yang berada di mobil paling depan bergegas turun. Ia berupaya menghalangi para peserta sabung kabur.
Sumber kumparan yang mengetahui penanganan perkara ini berujar, Lusiyanto bersama Bripka Petrus Apriyanto, anggota Polsek Negara Batin, mencoba mengadang sebuah mobil Ayla yang hendak tancap gas.
Sementara Bripda Ghalib Surya Ganta, anggota Satreskrim Polres Way Kanan, mengejar para peserta sabung yang kabur ke hutan. Dan belasan polisi lain—yang jaraknya berdekatan—menyisir arena sabung ayam.
Tak berselang lama, sejumlah tembakan meletus. Dor, dor dor! Tiga polisi tewas: Lusiyanto, Petrus, dan Ghalib. Terduga pelaku adalah Kopral Kepala (Kopka) Basarsyah dan Pembantu Letnan Satu (Peltu) Lubis. Keduanya anggota Pos Rayon Militer Negara Batin yang berada di wilayah Kodim Way Kanan.
Aksi koboi yang diduga dilakukan kedua tentara itu membuat suasana sekitar mencekam. Ponsel Dewa Ketut, warga setempat yang tengah menyadap karet di hutan, berdering. Di seberang telepon, istrinya melapor ketakutan usai mendengar tembakan.
Derap langkah orang-orang berlarian juga makin membuat istri Dewa—yang saat itu berada di rumah bersama sang anak—panik. Dewan lantas meminta istri dan anaknya tak keluar rumah.
“Istri telepon katanya banyak tembakan, anak-anak takut. [Saya bilang], ‘Kamu gak usah keluar [rumah], di dalam aja,’” cerita Dewa kepada kumparan di lokasi, Kamis (20/3).
Rasa waswas saat itu juga dirasakan warga yang rumahnya agak jauh dari arena sabung, sebab bunyi letusan terdengar hingga jarak 500 meter dari lokasi. Insiden berdarah petang itu membuat warga mengunci pintu rumah mereka rapat-rapat.
“Ngeri, ketakutan semua masyarakat sini. Enggak ada yang keluar, pada diam di rumah,” ucap Zaki yang juga warga setempat.
Selepas magrib, anggota Polsek Negara Batin, Rambeng, mendatangi rumah seorang dokter, Sapriyal, di Desa Bumi Jaya. Rambeng meminta bantuan Sapriyal untuk mengevakuasi jenazah ketiga polisi. Sapriyal lalu meminta warga bernama Alex untuk menemani.
Sapriyal dan Alex tiba di lokasi saat kondisi sudah gelap. Tak ada lagi kerumunan orang. Alex hanya mendapati sejumlah kendaraan yang ditinggal, dan ayam-ayam yang juga ditinggal.
Setelahnya, Alex dan Sapriyal memasukkan jenazah satu per satu ke sebuah ambulans untuk dibawa ke Puskesmas Bumi Jaya. Di sana sudah menunggu tiga ambulans yang lantas membawa tiga jenazah ke RS Bhayangkara Polda Lampung untuk diautopsi.
Hasil autopsi menunjukkan Lusiyanto tewas ditembak di dada kanan, sementara Petrus dan Ghalib ditembak di area kepala.
“Penyebab kematian ketiganya adalah [tembakan] di titik yang mematikan,” ujar Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika kepada kumparan di Bandar Lampung, Jumat (21/3).
Ketiga polisi yang jadi korban mendapat kenaikan pangkat luar biasa karena gugur dalam tugas. Lusiyanto dinaikkan pangkatnya menjadi Ajun Komisaris Anumerta, Petrus menjadi Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta, dan Ghalib menjadi Brigadir Satu Anumerta.
Anggota Kompolnas M. Choirul Anam menyatakan, berdasarkan keterangan para petugas yang ikut penggerebekan dan pengamatan video sesaat setelah kejadian, ketiga polisi yang ditembak diduga terpisah dari kelompok. Dengan demikian, mereka seakan sudah dibidik.
“Kami cocokkan dengan informasi dari petugas dan video yang kami punya, bahwa mereka (korban) berjauhan dengan teman-temannya karena sedang melakukan tindakan pencegahan terhadap orang-orang yang ada di sini,” kata Anam yang ikut terjun ke lokasi mengawasi kasus ini.
“Bisa jadi [peserta sabung] mungkin mau kabur atau menghindar dari upaya penegakan hukum oleh kepolisian. Makanya mereka (korban) jadi sasaran tembak,” imbuh Anam.
Berdasarkan pantauan kumparan di lokasi, posisi ketiga korban yang tewas ditembak memang berada di luar arena sabung. Lusiyanto dan Petrus di jalan keluar masuk kendaraan menuju arena sabung, sedangkan Ghalib di area hutan.
Mereka diduga ditembak dari jarak yang tak begitu jauh. Amatan kumparan di lapangan, jarak penemuan selongsong peluru dengan titik tewasnya para korban sekitar 13–15 meter.
Desas-desus penembak yang disinyalir anggota TNI membuat Irjen Helmy berkoordinasi dengan Danrem 043/Garuda Hitam (Gatam) Brigjen TNI Rikas Hidayatullah, Dandenpom II/3 Lampung Mayor Cpm Haru Prabowo, dan Danpomdam II/Sriwijaya Kolonel Cpm Dony Tri Windiarto. Dalam rapat Senin malam (17/3) di Polres Lampung Utara, mereka sepakat membentuk tim investigasi bersama.
Dua anggota TNI terduga pelaku, Kopka Basar dan Peltu Lubis, kemudian menyerahkan diri dan diamankan di Denpom II/3 Lampung. Keduanya mengaku menembak Lusiyanto dkk. Pengakuan itu selaras dengan kesaksian seorang warga berinisial Z yang berada di TKP dan 4 polisi yang ikut penggerebekan. Meski demikian, Basar dan Lubis belum berstatus tersangka, masih saksi.
Keduanya mengaku menembak dengan senjata rakitan. Keterangan senjata rakitan itulah yang sedang diuji Tim Laboratorium Forensik (Labfor) terhadap temuan 13 selongsong peluru di tempat kejadian perkara (TKP). Belasan selongsong itu terdiri dari 8 butir kaliber 5,56 mm, 3 butir kaliber 7,62 mm, dan 2 butir kaliber 9 mm.
“Dia mengaku menembak dengan senjata api rakitan. Ini yang masih kami coba dalami. Uji balistik nanti bisa menjawab apakah rakitan atau pabrikan,” ujar Irjen Helmy.
Walau pemeriksaan labfor masih berlangsung, Choirul Anam menduga senjata yang dipakai saat insiden adalah senjata pabrikan, bukan rakitan.
“Dari karakter yang kami temukan, potensial ini bukan senjata rakitan. Kenapa kami bilang potensial? Karena karakter proyektil memungkinkan itu keluar dari larasnya senjata pabrikan,” ucap Anam.
Sumber kumparan dari pihak yang mengetahui perkara ini menyebut, senjata pabrikan memiliki ulir pada laras sehingga ketika ditembakkan, ulir itu akan meninggalkan jejak pada peluru. Ia mengistilahkan jejak peluru itu sebagai “sidik jari” proyektil.
Menurutnya, sidik jari peluru tersebut bisa diidentifikasi dari peluru yang masih utuh ditemukan bersarang di dada Iptu Lusiyanto. Alasan peluru itu tidak tembus, rekoset, dan rusak kemungkinan karena Kapolsek Negara Batin itu menggunakan rompi antipeluru yang menahan laju proyektil.
Sabung di Tengah Hutan
Lokasi sabung ayam berdarah di Way Kanan itu berada di tengah hutan karet, cukup terpencil dan jauh dari permukiman. Jika berkendara dari Bandar Lampung, perjalanan ke desa terdekat membutuhkan waktu sekitar 4–5 jam karena kontur jalan yang berlubang dan bergelombang.
Sesampai di desa terdekat, Bumi Jaya, tim kumparan masih harus menempuh jarak sekitar 15 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Kondisi jalanan yang membelah perkebunan tebu itu masih berupa tanah merah. Jika turun hujan, jalanan pasti licin. Genangan lumpur pun nampak di beberapa titik jalan.
Lokasi sabung itu dikenal warga sekitar sebagai Kampung Karang Manik. Namun nama kampung itu sebenarnya tidak masuk dan tidak tercatat sebagai bagian dari Kecamatan Negara Batin. Nama itu sekadar pemberian warga sekitar yang menggarap lahan di sana.
“Kecamatan Negara Batin ada 15 kampung. [Di dalamnya] tidak ada nama kampung Karang Manik. Wilayah itu masuk ke Register 44 yang kewenangan administrasinya di PT Inhutani V,” ujar Camat Negara Batin, Edi Saputra, pada kumparan di kantornya, Kamis (20/3).
Di lokasi sabung ayam, hanya ada satu rumah bernuansa Bali milik Dewa Ketut. Rumah berwarna putih itu tak dialiri listrik. Jaraknya sekitar 50 meter dari arena sabung.
Dari pantauan kumparan, arena sabung memiliki luas sekitar 80 meter persegi. Pada bagian tengah arena, tampak ring yang sudah dirobohkan. Ring sabung itu terbuat dari bambu dan beberapa balok kayu. Sementara di pinggir arena ada gubuk beratap terpal dan bekas warung yang sudah hancur.
Seorang sumber di lingkar penegak hukum mengatakan, arena sabung itu sudah berdiri beberapa bulan pada 2024. Namun kemudian diprotes warga yang resah hingga akhirnya tutup pada November 2024.
Empat bulan kemudian, arena sabung kembali buka meski masuk bulan Ramadan. Penduduk setempat, Dewa Ketut, mengamini informasi ini.
“Baru buka lagi kurang lebih dua mingguan ini,” ucap Dewa.
Camat Edi juga mendengar belakangan kawasan tersebut kembali menjadi tempat sabung ayam. Tetapi ia tak bisa bertindak karena Karang Manik tak masuk ke wilayahnya.
Menurut Dewa, arena sabung ayam dibuka lagi tanpa berkoordinasi dengan warga setempat. Para peserta sabung pun datang seenaknya dan memarkir kendaraan di dekat rumahnya tanpa izin.
Walau arena sabung itu berada di dekat rumahnya, Dewa tak tahu pasti siapa penyelenggaranya. Adapun menurut sumber kumparan, penyelenggara sabung ayam itu adalah Kopka Basar. Pernyataan serupa disampaikan Menkopolkam Budi Gunawan.
“Oknum tersebut melindungi kejahatan, bahkan memiliki arena sabung ayam,” ujar Budi Gunawan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Selasa (18/3).
Pengamat Kepolisian ISESS Bambang Rukminto menyatakan, bertahannya judi konvensional seperti sabung ayam dalam waktu lama di suatu wilayah biasanya tak lepas dari keberadaan aparat sebagai beking atau bahkan pemilik.
“Kalau ada kegiatan ilegal terjadi di [tengah] masyarakat dan berlangsung lama tanpa diketahui aparat, alasannya: satu, karena aparat tidak bekerja; kedua, aparat tutup mata; ketiga, aparat ada di baliknya,” ucap Bambang.
Sumber kumparan menambahkan, Basar berani membuka lagi arena sabung di tempat itu dengan memanfaatkan statusnya sebagai aparat. Ia bahkan mengundang para penyabung secara terbuka. Mereka diundang hadir di lokasi yang disebut Arena Letter S pada Senin (17/3).
Video undangan pun beredar di akun media sosial X. Ada pula undangan tertulis kepada publik, meminta mereka hadir di arena sabung mulai pukul 10.00 WIB.
“Tuan rumah menyiapkan 40 ekor ayam meladeni tamu. Ayo kawan-kawan satu hobi, kita ramaikan,” demikian isi undangan itu.
Undangan itu membuat para penyabung dari berbagai daerah datang ke lokasi. Ini terlihat dari 20-an kendaraan yang ditinggalkan pemiliknya di lokasi sabung usai penggerebekan. Kendaraan-kendaraan itu di antaranya berpelat BG (Sumsel), B (Jabodetabek), AG (Kediri-Blitar), dan lain-lain.
Undangan sabung ayam terbuka itu juga sampai ke telinga Iptu Lusiyanto sehari sebelum acara. Lusiyanto lantas memutuskan menggerebek acara itu—yang nahasnya berujung penembakan terhadap dirinya dan rekan-rekannya.
“Minggu malam mendapat informasi [soal sabung ayam]. Merespons cepat, dia (Lusiyanto) menindaklanjuti di hari Senin,” kata Irjen Helmy.
Menurut para pemain sabung ayam yang diwawancara kumparan sepanjang pekan lalu, acara yang diduga digelar Kopka Basar itu masuk dalam kategori elite. Salah satu indikatornya adalah besaran taruhan atau perputaran uang yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Irjen Helmy menyebut salah satu barang bukti yang disita dari kasus itu yakni uang senilai Rp 21 juta. Uang itu disinyalir sebagai uang taruhan yang dikumpulkan dari para pemain judi.
kumparan berupaya mengonfirmasi dugaan Basar sebagai penyelenggara acara sabung tersebut kepada Danrem 043/Gatam Brigjen TNI Rikas Hidayatullah. Rikas menyatakan hal itu masih didalami penyidik POM TNI.
“Pertanyaan di atas masih dalam proses oleh penyidik di Denpom terhadap oknum anggota tersebut, saya juga belum bisa memperoleh jawabannya,” ucap Brigjen Rikas.
Isu Setoran di Balik Penggerebekan
Di tengah pengusutan kasus penembakan, muncul isu bahwa penggerebekan terjadi karena tidak ada kesepakatan terkait setoran.
Isu itu bermula di medsos lalu beredar melalui pesan berantai di WhatsApp yang isinya “Tempat itu setoran Rp 10 juta per minggu. Setiap hari Rp 1 juta, belum ditambah minta BBM, minum, rokok, dll bisa sampai dengan Rp 2,5 juta per hari. Minta naik menjadi Rp 20 juta. Tidak disanggupi. Sudah komunikasi via Peltu Lubis, mengancam akan membawa pasukannya dari Polres untuk menggerebek. Dijawab Lubis silakan, kami tunggu. Ini hasilnya,”.
Isu itu semakin bergulir kencang setelah Kodam II/Sriwijaya mengonfirmasi adanya dugaan setoran untuk pengamanan sabung ayam ke pihak Polsek Negara Batin.
Kapendam II/Sriwijaya, Kolonel Inf Eko Syah Putra Siregar, menyebut dugaan setoran berasal dari keterangan Kopka Basar dan Peltu Lubis.
“Sudah satu tahun berlangsung. Ada uang hasil judi yang diberikan ke Polsek dan Koramil. Pembagiannya saya tidak tahu, tapi ada yang menerima,” ujar Eko dalam konferensi pers di Palembang pada Kamis (20/3), dikutip dari Urban Id, partner kumparan.
Eko pun berharap proses penegakan hukum tak hanya menyasar dua personel TNI yang diduga sebagai penembak, melainkan juga pihak-pihak yang disinyalir menerima setoran.
"Siapa saja yang terlibat akan ditindak sesuai hukum. Ini bukan hal yang bisa ditutup-tutupi, semua harus diungkap," ucapnya.
Irjen Helmy Santika menilai isu setoran yang belakangan ini muncul baru sebatas asumsi yang perlu dibuktikan kebenarannya. Meski demikian, Divpropam Polri dan Polda serta Itwasum Polri dan Polda sudah turun untuk mengecek validitas isu tersebut.
“Buat Polri menangani anggotanya sendiri sudah biasa. Jadi jangan khawatir. Kalau memang itu ada, laporkan. Tapi kalau tidak ada jangan ini menjadi sebuah narasi-narasi yang dapat membiaskan proses penyelidikan oleh tim investigasi bersama,” kata Helmy.
Helmy menilai sebuah narasi negatif yang muncul tanpa disertai bukti hanyalah upaya pengaburan atau pengalihan isu dari masalah pokok yakni penembakan 3 anggota Polri diduga oleh 2 tentara.
“Data & faktanya mana? Bukan hanya medsos. Entah ini di-create atau tidak, tapi tolong jangan karena itu bisa jadi fitnah,” tegas Helmy.
Sumber penegak hukum menyebut isu setoran masih sebatas kesaksian sepihak dari pihak TNI. Sementara dari hasil pemeriksaan di ponsel korban, kata sumber itu, sejauh ini tidak ditemukan pesan atau percakapan terkait setoran.
Adapun sumber lain di lingkar kepolisian menyatakan sulit dinalar ada polisi berani meminta setoran ke tentara.
Saling berbalas “pantun” antara polisi dan tentara terkait setoran lantas berkembang menjadi upaya berebut simpati publik di media sosial. Usai diserang narasi negatif mengenai setoran, kini beberapa influencer polisi di Instagram dengan pengikut ratusan ribu hingga jutaan mengunggah momen humanis Lusiyanto dkk. Konten-konten humanis itu diunggah secara collab di akun @gue_romi, @purnomopolisibaik, sampai @mpambarita.
“Ada istri yg kehilangan suami,ibu yg kehilangan anak dan ada anak yang kehilangan sosok ayah nya disini..Kenapa yang dibahas selalu setoran setoran setoran..pokok perkara nya tidak pernah dibahas..!! Kebenaran akan menemukan jalan nya,” tulis akun @gue_romi.
Bambang Rukminto dari ISESS menyatakan isu setoran dan penembakan 3 polisi sama-sama persoalan serius. Kedua kasus itu harus diusut tuntas secara bersamaan.
Lebih dari itu, Bambang menilai para pihak yang terlibat dalam kasus ini merupakan korban dari sistem penegakan hukum yang tidak tegas di masing-masing instansi.
Kasus di Lampung juga menjadi ujian soliditas TNI-Polri. Apalagi tak sampai sebulan sebelum kasus Lampung, bentrok antarpersonel kedua instansi baru-baru ini terjadi di Tarakan, Kalimantan Utara, pada 24 Februari. Saat itu sekitar 20 anggota TNI dari Yonif 614/RJP menyerang kantor Polres Tarakan.
Serangan dipicu insiden pengeroyokan terhadap anggota Yonif 614/RJP oleh sekitar lima personel Polres Tarakan pada 22 Februari 2025. Insiden itu sempat diselesaikan melalui mediasi dan disepakati bahwa pengeroyok akan memberikan biaya pengobatan Rp 10 juta kepada korban. Namun kesepakatan itu tak kunjung direalisasikan. Akibat dari serangan ke Polres Tarakan itu, enam polisi luka-luka.
“Ini mengkonfirmasi bahwa sinergisitas yang digaungkan hanya sekadar jargon saja. Substansi dari sinergisitas antara TNI dan Polri tidak menyentuh di level-level bawah atau lintas satuan. Seharusnya sinergisitas diwujudkan dalam upaya menjaga keamanan, juga menjaga keamanan ketertiban masyarakat,” tutup Bambang.