Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Sahroni Sepakat Koruptor Tak Dihukum Mati: Harus Balikin Kerugian Negara & Denda
9 April 2025 11:31 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menanggapi sikap Presiden Prabowo Subianto yang menolak koruptor dihukum mati. Prabowo menilai, hukuman mati bertentangan dengan HAM.
ADVERTISEMENT
Sahroni mengatakan, setuju dengan Prabowo yang tidak ingin koruptor dihukum mati. Menurutnya, beberapa napi kasus lain seperti narkoba hingga teroris tidak semua dijatuhi hukuman mati.
"Saya dukung Pak Presiden Prabowo, bahwa UU kita enggak mendukung ada hukuman mati. Napi narkoba dan teroris aja enggak bisa semua dihukum mati," kata Sahroni kepada wartawan, Rabu (9/4).
Sebagai ganti hukuman mati, Sahroni mengatakan koruptor didorong untuk mengganti kerugian negara. Masalah ini sudah ia jelaskan dalam disertasi program doktornya.
"Disertasi doktor saya memakai judul ultimum remedium ada fokus pada pengembalian kerugian keuangan negara," kata Sahroni.
Sahroni menempuh Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Borobudur pada 8 September 2024. Dia menulis disertasi berjudul 'Pemberantasan Korupsi melalui Prinsip Ultimum Remedium: Suatu Strategi Pengembalian Keuangan Negara'.
ADVERTISEMENT
Bendahara Umum NasDem ini lantas menjelaskan bagaimana metode mengganti kerugian negara dari ultimum remedium.
Sebagai contoh, Sahroni mengatakan jika ada koruptor menyebabkan kerugian negara Rp 300 miliar, maka dia harus mengganti sesuai kerugian ditambah dengan denda.
"Jadi prinsip disertasi saya adalah fokus pada kerugian negara, gimana metodenya? Misal dia korupsi Rp 300 miliar, nah kalau dia mau kembalikan senilai Rp 300 miliar disertai membayar denda, maka dia bisa dibebaskan, tuntutannya hilang. Tapi harus kembalikan kerugian negara dan bayar denda," jelas Sahroni.
Mengenai berapa besaran denda yang akan diberikan, Sahroni mengatakan masalah ini harus diatur dalam Undang-undang. Pembayaran denda bersifat wajib sebagaimana kita membayar pajar.
"Berapa dendanya? Di dalam aturan belum ada. Ke depan harus punya Undang-undangnya, seperti pajak. Kalau enggak bayar pajak, kan kena denda, dihukum," ucap Sahroni.
ADVERTISEMENT
"Denda itu nanti diatur di UU dan sifatnya seperti bunga bank, dia dikasih waktu buat membayarnya. Misalnya bayar denda 1 tahun, kalau telat, enggak dibayar denda, akan naik. Kalau enggak dikembalikan kerugian negara, segera dipenjara saja seumur hidup," tambah dia.
UU Tipikor Harus Direvisi
Sahroni mengatakan, masalah ini juga akan bersinggungan dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. UU Tipikor perlu direvisi agar pengembalian denda bisa berjalan.
"Harus revisi UU, apa yang yang diinginkan Presiden kan kembalikan kerugian negara, beliau beberapa kali minta kembalikan kerugian negara, kan Indonesia selalu berlaku dulu, UU belakangan dilanjutkan, maka kita harus lakukan perubahan UU Tipikor," kata Sahroni.
Pembahasan RUU Tipikor Sahroni bilang akan segera ia usulkan untuk dibahas. "Nanti setelah masuk masa akan saya usulkan," ucap dia.
Sahroni menekankan, pengembalian kerugian negara harus menjadi fokus utama karena sesuai keinginan Prabowo. Sebab, jika hanya memasukkan koruptor ke dala bui, tidak akan mengembalikan kerugian negara dan justru membuat kapasitas lapas penuh.
ADVERTISEMENT
"Kalau main penjara, penjara, emangnya kerugian negara balik? Yang ada cuma buat over kapasitas lapas, belum lagi ada napi narkoba, dan napi lainnya," kata Sahroni.
"Ini saya dorong, sama kayak Pak Prabowo tolak hukuman mati, kita dorong, fokus pada pengembalian keuangan negara," tutur Sahroni.