Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Sahroni soal Kasus Suap Vonis Lepas di PN Jakpus: Reformasi Hakim Perlu Dibenahi
15 April 2025 12:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, turut menyoroti soal kasus dugaan suap terkait pengaturan vonis lepas perkara persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021-Maret 2022.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus itu, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima suap sebesar Rp 60 miliar agar tiga terdakwa korporasi—PT Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group—divonis lepas.
Uang suap itu kemudian juga dibagi kepada tiga anggota Majelis Hakim yang mengadili perkara tersebut. Berdasarkan informasi Kejagung, ketiganya diduga menerima uang suap sekitar kurang lebih Rp 22,5 miliar.
Menanggapi kasus suap tersebut, Sahroni menekankan bahwa perlu adanya reformasi hakim di Indonesia. Ia menegaskan bahwa lembaga peradilan mesti menjaga kepercayaan masyarakat dalam penegakan hukum.
"Kita berharap reformasi hakim di republik ini harus dibenahi dan kita enggak mau masyarakat ini hilang trust-nya terhadap kita," ujar Sahroni kepada wartawan, di Polres Jakarta Timur, Selasa (15/4).
ADVERTISEMENT
"Nah, dari sini, inilah bentuk kerja berat dari pemerintahan baru yang baru beberapa bulan ini dan mudah-mudahan ini menjadi perhatian kita bersama," lanjut dia.
Lebih lanjut, ia juga meminta masyarakat bersama-sama turut mengawasi kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam reformasi hukum.
"Dan teman-teman terus mengawasi apa yang menjadi kekurangan sekarang ini, baik polisi, kejaksaan, KPK, proses penegakan hukum yang tidak sempurna, tapi minimal kita mau perbaiki apa yang jadi kekurangan," ucapnya.
Kasus Suap Hakim di PN Jakpus
Kejaksaan Agung mengungkap adanya praktik suap vonis lepas terkait perkara korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021–Maret 2022. Kasus ini terkait dengan perkara yang menjerat korporasi sebagai terdakwa.
Tiga korporasi tersebut yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Marcella Santoso dan Ariyanto merupakan pengacara terdakwa korporasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut diberikan melalui panitera, Wahyu Gunawan.
Arif lalu menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Susunannya terdiri dari Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, dan Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom selaku hakim anggota.
Arif diduga kemudian membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya untuk membaca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa.
Dalam kasus ini, Kejagung RI telah menjerat sebanyak 7 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara, serta Wahyu Gunawan selaku panitera muda perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
ADVERTISEMENT
Kemudian, tiga orang anggota Majelis Hakim yang mengadili perkara persetujuan ekspor CPO tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan. Namun, Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis lepas atau onslag dan terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun ketujuh tersangka kasus dugaan suap dalam pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO tersebut.