Sahroni soal Kejagung Tahan Direktur Pemberitaan JakTV: Ini Bukan Ranah Pers

22 April 2025 18:02 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi III DPR F-NasDem Ahmad Sahroni. Foto: DPR
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi III DPR F-NasDem Ahmad Sahroni. Foto: DPR
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menanggapi penetapan Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan-penuntutan yang dilakukan Kejaksaan Agung. Tian Bahtiar dituding membuat opini atau berita negatif terhadap Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
Selain Bahtiar, dua advokat juga ditetapkan tersangka. Mereka adalah Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.
Sahroni mengatakan, apa yang dilakukan Bahtiar tidak bisa bisa dikategorikan sebagai hasil jurnalistik. Sebab, Bahtiar menerima pesanan untuk sebesar Rp 478,5 juta dari Marcella dan Junaedi untuk membuat pemberitaan negatif.
"Ini jelas tindakan kriminal yang justru merusak marwah pers. Sengaja mendapat order untuk melakukan fitnah dan penggiringan opini negatif,” kata Sahroni kepada wartawan, Selasa (22/4).
Bendahara Umum NasDem ini menuturkan, berdasarkan keterangan Kejagung, tindakan yang dilakukan Bahtiar juga mencoreng nama baik pers. Oleh sebab itu, ia menyebut Bahtiar harus dipidana.
"Karena saya rasa ini bukan ranah pers lagi, tidak bisa berlindung di balik UU Pers. Jadi saya minta tangkap saja semua yang terlibat," kata dia.
ADVERTISEMENT
Sahroni mendorong Kejagung agar terus mengusut kasus besar yang merugikan negara dan masyarakat. Jangan sampai Kejagung mundur karena mendapat perlawanan.
“Sebenarnya sudah kelihatan sejak Kejagung buka kasus-kasus besar, mulai muncul serangan yang mengarah ke kejaksaan agung mulai dari lembaga hingga perseorangan. Secara kasat mata kita bisa lihat bagaimana upaya perlawanan balik ini muncul dari mereka yang berperkara," kata Sahroni.
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar (kiri) dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu (kanan), dalam jumpa pers terkait penetapan tersangka Direktur Pemberitaan JakTV di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Dewan Pers Hormati Kejagung Proses Hukum Direktur Pemberitaan JakTV

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang saat ini dilakukan oleh korps adhyaksa tersebut. Ia juga menekankan bahwa Dewan Pers tidak ingin ikut campur terhadap proses hukum.
"Kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti di prosesnya," kata Ninik.
ADVERTISEMENT
"Dewan Pers tentu tidak ingin jadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum," tegasnya.
Terkait dengan konten pemberitaan, Ninik menekankan bahwa hal itu akan menjadi ranah Dewan Pers untuk menindaklanjuti apakah ada pelanggaran kode etik jurnalistik dalam muatan berita yang ditayangkan.
Ninik menyebut pihaknya bersepakat dengan Jaksa Agung bahwa kedua lembaga bakal bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
"Untuk ini, maka saya selalu Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan anggota Dewan Pers, sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya sebagaimana mandat yang diberikan oleh undang-undang kepada kami," ujar Ninik.
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Kejagung

Sekilas Kasus

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, menjelaskan perkara ini merupakan pengembangan penyidikan dugaan suap pengaturan vonis korupsi crude palm oil (CPO).
ADVERTISEMENT
Qohar menyebut, para tersangka diduga merintangi penyidikan dan penuntutan untuk perkara korupsi timah, impor gula, dan CPO.
"Terdapat pemufakatan jahat yang dilakukan oleh MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan JakTV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama Tersangka Tom Lembong," papar Qohar dalam konferensi pers pada Selasa (22/4) dini hari.
Kejagung memaparkan, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih diduga meminta Tian Bahtiar untuk membuat berita negatif dan konten-konten negatif. Konten dan berita itu dinilai menyudutkan Kejaksaan yang sedang mengusut sejumlah perkara.
ADVERTISEMENT
"Sehingga Kejaksaan dinilai negatif, dan telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani Tersangka MS dan Tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa," ujar Qohar.
"Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan," sambungnya.
Kedua advokat itu disebut membiayai demonstrasi yang menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan. Bertujuan untuk menggagalkan proses penyidikan maupun penuntutan. Tian kemudian mempublikasikan berita negatif dari demonstrasi tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar didampingi Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan keterangan pers terkait perkembangan kasus dugaan suap di PN Jakpus, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
Selain itu, Marcella dan Junaedi disebut membiayai beberapa kegiatan seminar, podcast, hingga talkshow di beberapa media online. Di dalam berbagai kegiatan itu, memuat narasi negatif yang menyudutkan Kejagung.
ADVERTISEMENT
"Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media TikTok dan YouTube," sambungnya.
Qohar menyebut, berbagai pemberitaan negatif ini disebut telah menggiring opini. Sehingga mengganggu konsentrasi penyidik.
"Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan," jelasnya.
Qohar menjelaskan, Tian mendapatkan uang terkait pemberitaan itu sebagai pribadi. Tak ada kontrak kerja sama dengan JakTV.
"Dan jadi JakTV ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JakTV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JakTV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan," papar Qohar.
ADVERTISEMENT
"Sehingga itu ada indikasi dia menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya Direktur Pemberitaan, itu," ujar dia.
Advokat Marcella Santoso (kanan) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 21 UU Tipikor. Untuk Marcella, dia sudah dijerat sebagai tersangka pemberi suap terkait kasus pengaturan vonis lepas perkara CPO dengan terdakwa korporasi.
Tian Bahtiar sempat buka suara terkait penetapan tersangkanya oleh Kejagung. Saat akan dibawa menuju mobil tahanan, Tian sempat ditanyai wartawan ihwal keterlibatannya dalam kasus itu. Namun, ia tak banyak bicara.
"Enggak ada, enggak ada. Kita sama-sama satu profesi," ucapnya kepada wartawan, Selasa (22/4) dini hari.
Sementara Junaedi Saibih dan Marcella Santoso mengenai tudingan menggerakkan demonstrasi dan menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan Agung tersebut.