Said Aqil Bicara HTI dan FPI: NU Memoderasi Dua Kutub Ekstrem

22 Desember 2021 10:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj di acara Muktamar NU. Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj di acara Muktamar NU. Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menilai nasionalisme dan agama adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya saling menguatkan. Hal ini dipahaminya ketika belasan tahun hidup di Arab, yang sejak awal agama tidak menjadi unsur aktif dalam mengisi makna nasionalisme.
ADVERTISEMENT
"Kalau Anda membaca sejarah dan naskah konstitusi negara Arab, Anda akan segera tahu betapa mahal dan berharga naskah UUD 1945 yang kita punyai. Di Arab, pejuang nasionalis bukan pejuang agama. Pejuang agama bukan pejuang nasionalis. Pejuang Islam dalam waktu yang sama pejuang nasionalis," ujar Said Aqil saat membuka Muktamar ke-34 NU di Lampung, Rabu (22/12).
Kedua hal ini disebut Said Aqil telah diamini oleh pendiri NU, KH Hasyim Asyari, dan ribuan pesantren di seluruh Indonesia.
Said Aqil yang maju kembali sebagai Ketum PBNU ini kemudian menyinggung tawasuth, atau bagaimana kita bersikap di tengah-tengah.
"Kita mengerti bahwa ujian sikap tawasuth, ujian memoderasi polarisasi dua kutub ekstrem memang sudah khas NU sejak awal mula pendiriannya. Mereka yang tidak paham sikap NU atas HTI maupun FPI barangkali memang belum mengerti betapa berat amanah memoderasi kutub-kutub ekstrem di negeri ini," tegas Said Aqil.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia menegaskan selama ini NU dan seluruh pesantren menegaskan sikap untuk terus menjaga NKRI sebagai semua amanah.
"Karena hanya dengan bersetia kepada konstitusi, tatanan beragama dapat diselenggarakan," ucap Said Aqil.
Meski begitu, ia mengingatkan sikap tawasuth bukanlah perkara yang mudah. Sebab, perlu kecakapan pengetahuan dan kebijaksanaan.
"Dua hal inilah yang diteladankan para imam mazhab dan ulama-ulama kita. Sementara untuk menjadi ekstremis, seseorang cukup bermodalkan semangat dan fanatisme buta," tutup dia.