Saksi Benarkan Markus Nari Terima Rp 4 M Terkait e-KTP

18 September 2019 18:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Markus Nari menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (14/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Markus Nari menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (14/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eks Direktur Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Sugiharto, mengaku pernah memberikan uang Rp 4 miliar ke politikus Golkar, Markus Nari. Sugiharto menyebut, uang itu masih terkait proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT
Pengakuan Sugiharto diungkapkan saat ia bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/9). Dalam surat dakwaan, Markus Nari memang disebut menerima USD 1,4 juta.
"Yang jelas uangnya sudah diterima [oleh Markus Nari]?" tanya hakim.
"Iya," jawab Sugiharto.
"Rp 4 miliar?" tanya hakim lagi.
Tersangka kasus e-KTP Sugiharto di KPK Foto: Puti Cinintya Arie Safitri/kumparan
"Iya, [nilainya] Rp 4 miliar," ungkapnya.
Hakim lalu mengonfirmasi lokasi Sugiharto menyerahkan uang tersebut. Sugiharto menjawab penyerahan uang berlangsung di dekat kantor TVRI, kawasan Senayan.
Namun, Sugiharto mengaku hanya bertindak sebagai perantara. Pada saat menyerahkan ke Markus, ia menyebut uang itu adalah titipan bosnya, Irman, yang saat itu menjabat Dirjen Dukcapil Kemendagri. Irman juga terpidana dalam kasus ini dan dihukum 15 tahun penjara atas perbuatannya.
"Tujuannya apa saudara supaya memberi uang itu? memperlancar pembahasan anggaran e-KTP?" tanya hakim.
Terpidana kasus dugaan korupsi e-KTP Andi Agustinus (Andi Narogong) berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/9). Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
"Ya, tidak lain, ya, itu saja," jawab Sugiharto.
ADVERTISEMENT
"Ya, saya kasihkan saja, terus saya pulang. Saya bilang saja titipan dari Pak Irman," sambung dia.
Selain Sugiharto, Irman juga dihadirkan dalam persidangan. Ketika dikonfirmasi oleh hakim, Irman mengaku saat itu Markus memang sempat meminta uang.
"Dia (Markus) datang, ke kantor, dia bilang, 'Pak Irman, saya mohon bantuan. Tolong dibantu untuk kawan-kawan," kata Irman menirukan Markus.
"Saya tanya 'Berapa, Pak', dijawab 'saya belum tahu, ya, Rp 5 M kalau bisalah'. Terus saya bilang, 'Kalau soal uang, Pak, saya enggak ada'. Terus saya bilang akan ngomong sama Pak Sugiharto. Terus saya panggil Pak Sugiharto," jawab Irman.
Terdakwa Markus Nari menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (14/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Akhirnya, dari pembicaraan itu, kata Irman, Sugiharto mengarahkan untuk berkomunikasi ke Andi Narogong. Andi merupakan pengusaha rekanan DPR yang dipercaya mengurus e-KTP, dan telah divonis 13 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
"Pertama, saya ngomong sama Anang (Direktur PT Quadra Solutions), 'Tolong bantu saya Rp 5 miliar. Terus dijawab Anang, 'Wah, enggak ada duit saya', saya bilang, 'Kalau bisa minta tolong ke Andi (Andi Narogong)," kata Irman.
Hasilnya, Andi mengamini permintaan tersebut. Namun, Andi hanya menyanggupi Rp 4 miliar, kurang Rp 1 miliar dari yang diminta Markus.
Setelah mendapatkan uang Rp 4 M dari Andi, Irman lalu meminta Sugiharto untuk mengantarkan uang tersebut kepada Markus. Kemudian, Sugiharto pergi seorang diri mengantar uang itu dengan menggunakan taksi.
"Selesai tugas saya," tutup Irman.
Dalam kasus ini, Markus didakwa terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Ia disebut menerima keuntungan dari proyek itu senilai USD 1,4 juta atau Rp 19.894.000.000 (kurs Rp 14.210).
ADVERTISEMENT
Markus juga didakwa ikut memengaruhi atau mengintervensi proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
Perbuatannya juga diduga menguntungkan pihak lain dan korporasi. Keuntungan yang diterima yaitu berupa uang yang dihitung sebagai kerugian negara.
"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Rp 2.314.904.234.275,39," kata jaksa, Rabu (14/8).
Perbuatan Markus dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.