Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Saksi Sebut Pihak Lippo Cikarang Siapkan Rp 20 M untuk Izin Meikarta
13 Maret 2019 16:54 WIB
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
ADVERTISEMENT
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyoroti soal Rp 20 miliar untuk izin Meikarta yang merupakan proyek milik PT Lippo Cikarang (Tbk). Adanya janji itu terungkap dalam sidang dengan terdakwa Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin dkk.
ADVERTISEMENT
Ihwal janji itu digali jaksa KPK dari Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Bekasi, E Yusup Taupik. Anak buah Neneng itu dihadirkan sebagai saksi dalam sidang.
“Ada Rp 20 miliar untuk perizinan (proyek Meikarta). Bagaimana pembicaraannya?” tanya jaksa KPK, I Wayan Riyana ke Taupik di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (13/3).
Taupik lantas menjelaskan secara runut awal mula janji tersebut. Awalnya, Taupik dihubungi Neneng Hasanah terkait keberadaan proyek Meikarta .
“Beliau (Neneng Hasanah) mengatakan 'Pak Taupik tahu Meikarta?'. Saya bilang tidak tahu. Beliau sampaikan 'saya dihubungi Bapak Gubernur ada Meikarta di Bekasi',” kata Taupik.
Setelah itu, Taupik langsung mencari informasi dan mengetahui bahwa proyek Meikarta digagas oleh Lippo Cikarang. Ia lantas mengubungi rekannya yang bekerja di perusahaan tersebut, Satriadi. Taupik kemudian mendapatkan banyak informasi soal Meikarta dari Satriadi.
ADVERTISEMENT
Untuk pembicaraan lebih lanjut, Taupik bertemu dengan Satriadi yang saat itu datang bersama Kepala Divisi Land Acquisition and Permit Lippo Cikarang, Edi Dwi Soesianto.
Dalam pertemuan itu, kata Taupik, Satriadi bertanya bagaimana untuk cara mengajukan proses perizinan Meikarta.
"Beliau (Satriadi) menyampaikan akan membangun apartemen. Saya tanya ‘berapa luasnya’ dijawab 438 hektare. Saya bilang ‘besar banget’. Terus beliau menyampaikan kira-kira bagaimana prosesnya. Saya bilang ajukan saja,” tutur Taufik.
Setelah itu, Satriadi justru bertanya soal biaya untuk izin tersebut. Namun, aku Taupik, ia tidak mengetahuinya. Hingga akhirnya disebut angka Rp 20 miliar oleh Satriadi.
“Beliau (Satriadi) lalu menanyakan berapa biayanya? Saya bilang ‘enggak tahu’. Lalu beliau (Satriadi) menyampaikan 'bagaimana kalau Rp 20 miliar?' Saya bilang nanti disampaikan," jelasnya.
Taupik mengatakan, hasil dari pertemuan tersebut ia sampaikan kepada Neneng Hasanah. Namun, Neneng Hasanah tak banyak komentar dan memerintahkannya untuk memproses perizinan proyek Meikarta.
ADVERTISEMENT
“Apakah seluruh perizinan atau IPPT (Izin Peruntukan Penggunaan Tanah) saja?” tanya jaksa.
Taupik menjawab bahwa Rp 20 miliar untuk seluruh perizinan. Taupik menceritakan, setelah ia diperintah Neneng Hasanah, Satriadi memberikan konsep IPPT yang akan diberikan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Selain itu, lanjut Taufik, Satriadi dan Edi sempat bertemu langsung dengan Neneng Hasanah agar proses perizinan IPPT dibantu. Setelah itu, ia tak tahu-menahu soal IPPT sebelum Neneng Hasanah memberi kabar bahwa IPPT Meikarta telah ditandatangani.
"Bupati minta tolong ditanyakan tindak lanjutnya," kata Taupik.
Dalam kasus ini, Neneng Hasanah didakwa bersama empat anak buahnya menerima suap dari pihak Lippo Group untuk izin Meikarta.
Empat anak buah Neneng itu yakni Dewi Tisnawati selaku Kadis Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu, Jamaludin selaku Kadis PUPR, Sahat Maju Banjarnahor selaku Kadis Pemadam Kebakaran, dan Neneng Rahmi Nurlaili selaku Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR.
ADVERTISEMENT
Kelimanya didakwa menerima suap yang totalnya Rp 18.978.653.088 yang terdiri dari Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000 atau sekitar Rp 2,8 miliar (kurs SGD 1 = Rp 10.387). Khusus Neneng Hasanah, ia didakwa menerima Rp 10.830.000.000.