Saleh Daulay Dukung Usul JK soal Bansos Rp 1 Juta/Bulan: Distribusi Harus Benar

27 Juli 2021 11:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi IX DPR, Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi IX DPR, Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla atau akrab disapa JK, mengatakan ia lebih setuju pemerintah memberlakukan pembatasan mobilitas yang sangat ketat dibandingkan jalan tengah PPKM Level 4. Menurutnya hal itu akan lebih efektif dan tuntas, dengan syarat pemerintah juga memberikan bansos Rp 1 juta per bulan/keluarga.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Daulay mengaku setuju dengan usul JK. Tapi menurut dia, kondisi pemerintah saat ini memang sulit untuk bisa menerapkan lockdown ketat sekaligus memberikan bansos yang besar bagi warga.
“Kalau saya secara pribadi, setuju dengan usulan Pak JK. Hanya saja, bantuan sosialnya benar-benar harus cukup dan didistribusikan secara benar dan tepat sasaran,” kata Saleh kepada kumparan, Selasa (27/7).
“Saya sudah lama menyuarakan hal itu. Namun, ya saya tetap sadar dengan kondisi dan kemampuan pemerintah saat ini,” imbuh dia.
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla melambaikan tangan saat akan mengikuti acara peluncuran "Gerakan Nasional Mengisi Masjid dengan 1 Juta Sajadah Pelindung COVID-19" di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (11/3/2021). Foto: Rival Awal Lingga/ANTARAFOTO
Saleh menerangkan usulan lockdown ketat sudah lama dan banyak disampaikan oleh berbagai kalangan. Namun, opsi lockdown tersebut tetap tidak jadi pilihan. Bahkan, menurutnya ada kesan pemerintah menghindari untuk mengambil kebijakan itu.
ADVERTISEMENT
“Usulan ini sudah menggema sejak tahun lalu. Memang ada pro kontra-nya. Yang jelas, tidak pernah dicoba. Padahal, di banyak negara opsi lockdown dinilai cukup berhasil,” ucap Saleh.
Saleh sendiri menilai pemerintah enggan menerapkan opsi lockdown atas dasar pertimbangan ekonomi. Sebab sejak awal, pemerintah selalu berupaya untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi.
“Jika pemerintah menerapkan opsi lockdown, maka roda perekonomian akan mandek. Yang merasakan dampaknya tidak hanya masyarakat menengah ke bawah, tetapi para pengusaha juga langsung kena imbasnya. Sebab, usaha dan industri juga harus tutup. Pasar tidak bisa menjual barang produk mereka,” papar Saleh.
“Ujungnya, ada kesulitan untuk membayar gaji karyawan. Perusahaan tidak stabil dan berpotensi untuk melakukan PHK. Kondisi ini tidak mudah untuk dikendalikan. Perlu waktu lama untuk bisa bangkit kembali,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, lanjut Saleh, pemerintah tentu sudah menghitung kemampuannya dalam menerapkan kebijakan lockdown. Apabila lockdown diterapkan, diperlukan anggaran yang tidak sedikit.
Meskipun ada rencana memberikan bantuan sosial Rp 1 juta per keluarga yang membutuhkan seperti usul JK, itu belum tentu cukup.
“Apalagi, jumlah anggota keluarga yang ingin dipenuhi kebutuhannya berbeda-beda. Diperkirakan, uang sebanyak itu tidak cukup jika tidak memperoleh tambahan dari sumber lainnya,” tutur Saleh.
“Kita sudah sering mendengar bahwa pemerintah tidak sanggup terus-terusan memberikan bansos dan subsidi. Itu disampaikan oleh pejabat setingkat menteri. Artinya, memang sudah dikalkulasi bahwa kebutuhannya sangat besar sekali,” tambah dia.
Tetapi ia pun setuju kalau pertimbangan menyeimbangkan ekonomi dan kesehatan mengakibatkan penanganan keduanya serba tanggung. Kasus COVID-19 masih ada dan cenderung naik, ekonomi tetap stagnan dan seakan sulit untuk bangkit.
ADVERTISEMENT