Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Usai berpamitan dengan orang-orang terdekatnya di Kementerian Pertanian , Syahrul Yasin Limpo langsung menuju Polda Metro Jaya, Kamis (5/10). Menumpangi Toyota Alphard hitam berpelat B 1169 ZZH, politikus NasDem itu tiba di Polda Metro pukul 12.50 WIB dan langsung masuk ke Gedung Promoter melalui pintu belakang.
Syahrul diperiksa dalam kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 12 Agustus 2023. Meski tak disebut siapa pimpinan KPK yang dimaksud, namun diduga kuat itu adalah Ketua KPK Firli Bahuri.
Pemeriksaan Syahrul di Polda Metro Jaya hari itu berjalan selama tiga jam, dan merupakan yang ketiga kalinya. Namun baik polisi maupun Syahrul tak menjelaskan kapan dua pemeriksaan sebelumnya berlangsung.
“Saya sudah sampaikan seterang-terangnya, sepemahaman saya, apa yang saya ketahui tentang itu,” kata Syahrul di NasDem Tower sore harinya.
Kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK mencuat sejak beredarnya surat panggilan dari penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya bernomor B/10339/VIII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus tertanggal 25 Agustus 2023. Surat itu diteken Direktur Ditreskrimsus Kombes Ade Safri Simanjuntak.
Surat tersebut berisi permintaan keterangan kepada Heri (sopir Syahrul) dan Panji Harianto (ajudan Syahrul) dalam kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terkait penanganan perkara korupsi di Kementan. Jadwal pemeriksaan Heri dan Panji pada surat tersebut tercantum 28 Agustus. Surat itu sendiri baru beredar di kalangan wartawan pada 4 Oktober.
Sesudah memeriksa Syahrul untuk kali ketiga pada 5 Oktober, penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara atau ekspose keesokannya, Jumat (6/10). Hasil ekspose memutuskan untuk menaikkan kasus dugaan pemerasan tersebut ke tahap penyidikan.
Kombes Ade Safri menyatakan, belum ada tersangka dalam kasus ini. Meski demikian, sudah disiapkan tiga pasal di UU Tindak Pidana Korupsi yang akan menjerat calon tersangka, yakni terkait pemerasan dalam jabatan (Pasal 12 huruf e), gratifikasi (Pasal 12 huruf B), dan suap (Pasal 11).
Syahrul Memeras dan Diperas
Perkara dugaan pemerasan terhadap Syahrul oleh Firli ditengarai beririsan dengan kasus dugaan pemerasan pegawai Kementan yang diusut KPK. Modus setoran di Kementan, menurut sumber kumparan di KPK, berbentuk piramida. Pimpinan menarik setoran dari pejabat-pejabat eselon di bawahnya.
Sumber di internal Kementan menyebut bahwa jumlah setoran berbeda-beda untuk tiap pejabat, tergantung besar atau divisi. Menurut sumber berbeda, setoran bisa mencapai ratusan juta rupiah tiap sebulan atau beberapa bulan. Bila dikumpulkan, jumlahnya bisa miliaran rupiah.
Dalam kasus pemerasan pegawai Kementan tersebut, KPK telah menetapkan 3 tersangka, yaitu eks mentan Syahrul Yasin Limpo, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta. Mereka dijerat pasal pemerasan, gratifikasi, dan pencucian uang.
Kasus pemerasan di Kementan yang diusut KPK itu bermula dari pengaduan masyarakat ke KPK terhadap berbagai masalah di Kementan pada 2022. Aduan antara lain berasal dari para pegawai yang diduga dimintai setoran oleh Syahrul.
Pengaduan itu pula yang disinyalir menjadi pintu masuk dugaan pemerasan oleh Firli terhadap Syahrul untuk meredam perkara di KPK.
Dalam dokumen kronologi yang diterima kumparan, Firli disebut menerima total Rp 1 miliar dalam bentuk Dolar Singapura.
Berdasarkan informasi yang dihimpun kumparan, dokumen itu ditulis oleh Hatta. Ketika kumparan mengonfirmasi hal itu ke Febri Diansyah dkk selaku kuasa hukum Syahrul, Kasdi, dan Hatta, ia tidak membenarkan maupun membantah.
Febri yang juga diperiksa KPK sebagai saksi pada 2 Oktober, sempat ditanya penyidik KPK soal kasus pemerasan yang ditangani Polda Metro Jaya yang diduga melibatkan kliennya.
“Saat diperiksa penyidik KPK, memang ada pertanyaan ‘Apakah mengetahui penyelidikan yang berjalan di Polda terkait kasus di Kementan?’ Saya jawab tidak tahu, karena memang saya tidak mengetahui kasus apa yang dimaksud, dan tidak ada informasi spesifik yang saya terima sebelumnya,” kata Febri kepada kumparan di kantornya, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Jumat (6/10).
Dalam dokumen kronologi yang beredar, permintaan uang oleh Firli kepada Syahrul disebut terjadi pada Juni 2022. Keduanya diperantarai seseorang bernama Irwan yang diduga polisi. Belakangan, Polda Metro Jaya membenarkan telah memeriksa Irwan, Kapolrestabes Semarang berpangkat Kombes.
Masih menurut dokumen itu, mulanya Firli meminta uang dalam jumlah besar, tetapi Syahrul hanya menyanggupi Rp 1 miliar. Pemberian uang disebut dilakukan secara bertahap pada Juni, Oktober, dan Desember 2022.
Penyerahan terakhir dilakukan di GOR Tangki, Mangga Besar, Jakarta Barat, ketika Firli sedang bermain badminton pada malam hari. Foto pertemuan Syahrul dan Firli di GOR lantas tersebar pada 6 Oktober.
Pada foto itu, terlihat Firli duduk bersama Syahrul. Firli mengenakan setelan olahraga dan menyilangkan kaki kirinya di atas kaki kanan. Sementara Syahrul memakai kemeja dan jeans biru. Mereka terlihat berbincang.
Belakangan, muncul foto terbaru yang menunjukkan ada tiga orang di lokasi. Kombes Pol Ade Safri menyatakan akan mengusut foto tersebut.
Sebelum foto di GOR tersebar, Firli tiba-tiba membahas soal tudingan pemerasan terhadap Syahrul di sela konferensi pers kasus Wali Kota Bima, Kamis (5/10). Firli mengatakan, ia rutin bermain badminton dua kali seminggu, tetapi tidak pernah bertemu pihak berperkara, apalagi sampai menerima uang.
“Jadi saya kira, tidak akan pernah orang bertemu dengan saya, atau apalagi seandainya ada isu bahwa saya menerima sesuatu sejumlah satu miliar dolar—itu yang saya baca—saya pastikan itu tidak ada,” kata Firli.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan juga menegaskan, tidak ada pimpinan KPK yang memeras. Ia berkata, “Kami tidak pernah melakukan hubungan dengan para pihak apalagi meminta sesuatu atau disebut dengan pemerasan.”
Lobi-lobi dan Saling Kunci
Meski disebut ada penyerahan uang ke Firli oleh Syahrul yang kali terakhir terjadi pada Desember 2022, KPK tetap menindaklanjuti kasus dugaan korupsi di Kementan. KPK memulai penyelidikan pada Januari hingga Juni 2023.
Selama periode itu, KPK mengumpulkan bukti-bukti serta memeriksa 49 orang di Kementan, termasuk menteri, dirjen, sekjen, dan para pegawai.
Pada 13 Juni, KPK melakukan gelar perkara. Dalam ekspose itu, KPK menyepakati kasus dugaan korupsi di Kementan naik ke penyidikan. Namun hasil ekspose tak kunjung ditindaklanjuti dengan penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik).
Sprindik baru diteken lebih dari tiga bulan kemudian, pada 26 September, ketika Firli masih dalam lawatan ke Sejong, Korea Selatan, untuk menandatangani nota kesepahaman antara KPK dengan lembaga antikorupsi Korsel, The Korean Anti-Corruption and Civil Rights Commission (ACRC).
Padahal penerbitan sprindik biasanya tak selama itu. Menurut eks penyelidik KPK Aulia Posteria, saat ekspose memutuskan kasus naik ke penyidikan, penyidik langsung membuat Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) berikut draf sprindik untuk ditandatangani pimpinan KPK.
“Waktunya biasanya hanya 1–2 hari,” kata Aulia pada kumparan, Sabtu (7/10).
Rentang waktu yang lama antara ekspose dengan penerbitan sprindik itulah yang memunculkan desas-desus adanya lobi-lobi antara Syahrul dan Firli. Syahrul ditengarai cukup yakin kasusnya di KPK tak berlanjut karena sudah ada “kesepakatan” dengan Firli. Masing-masing pihak memegang kartu as dan saling mengunci. Seorang pejabat Kementan mengamini adanya lobi-lobi tersebut.
“Saya dengar iya [ada lobi-lobi Syahrul-Firli],” ucapnya.
Jeda lama antara gelar perkara dan terbitnya sprindik, menurut Aulia, bisa menjadi celah bagi munculnya penyelewengan. Begitu pula periode sejak sprindik terbit sampai pengumuman tersangka. Terlebih pada era Firli saat ini, pengumuman tersangka dilakukan saat penahanan.
“Ini berpotensi menjadi ruang untuk negosiasi atau terjadi fraud,” ucap Aulia yang dulu dipecat KPK karena tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan dan dicap bermasalah, radikal, serta anti-Pancasila.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Zaenur Rohman menyebut di setiap tahapan terbuka kemungkinan munculnya jual beli perkara.
“Setiap ruang penegakan hukum ada risiko diperjualbelikan. Bukan cuma dari gelar perkara kepada [terbitnya] sprindik, bahkan ketika sudah ada sprindik, sudah ada dakwaan, sudah sampai persidangan itu pun terbuka ruang [penyelewengan]” jelas Zaenur.
Namun, juru bicara KPK Ali Fikri membantah penerbitan sprindik yang memakan waktu 3 bulan karena adanya lobi-lobi penghentian kasus. Sebab menurutnya, penerbitan sprindik hanyalah faktor legal yuridis. Sedangkan secara de facto, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam ekspose pada Juni.
“Secara [de facto] sudah diputus oleh pimpinan bahwa mereka (Syahrul, Kasdi, dan Hatta) dinaikkan menjadi tersangka. Cuma proses administratifnya saja [belakangan],” kata Ali.
Upaya lain Syahrul lepas dari jerat kasus di KPK yakni dengan meminta kuasa hukum dari kantor advokat Visi Law Office, Febri Diansyah dkk, untuk membuat pendapat hukum atau legal opinion (LO). Menurut KPK, para penyidik menemukan dokumen LO bertuliskan ‘confidential’ tersebut di rumah dinas Syahrul, Kasdi, dan Hatta.
Sumber penegak hukum di KPK menyatakan, isi LO itu persis dengan substansi penyelidikan komisi antirasuah. Di dalamnya, berisi analisa risiko hukum atas berbagai temuan masalah di Kementan. Risiko-risiko tersebut diberi simbol merah, kuning, dan hijau. Tak cuma itu, para penyidik KPK juga menemukan penghancuran barang bukti berupa dokumen ketika menggeledah Kementan.
Di sisi lain, Febri menampik penyusunan LO menyadur dari laporan penyelidikan KPK. Ia menegaskan LO disusun dari penjelasan masing-masing kliennya dan para pegawai di Kementan, salinan dokumen-dokumen di Kementan yang didapatkan dari klien, serta tambahan informasi dari pemberitaan media.
“LO tersebut sekaligus untuk asesmen atau kajian tentang potensi atau titik rawan masalah hukum di Kementan,” kata Febri.
Desak Firli Dipecat
Kasus dugaan pemerasan Firli kepada Syahrul menambah catatan negatif eks Kapolda Sumsel tersebut selama di KPK. Ia menjadi pimpinan KPK yang paling sering dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sejak menjabat 2019.
Ia pernah dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK atas dugaan bergaya hidup mewah karena memakai helikopter untuk ziarah ke makam keluarga. Kemudian laporan terhadap Firli atas pencopotan sepihak Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan. Ada pula laporan terkait kebocoran dokumen hasil penyelidikan di Kementerian ESDM.
Kasus Firli diduga bertemu pihak berperkara juga bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya ketika menjabat Deputi Penindakan KPK pada 2018, Firli pernah bertemu Gubernur NTB saat itu, Muhammad Zainul Majdi. Padahal ketika itu, KPK tengah menyelidiki kasus kepemilikan saham pemerintah daerah di PT Newmont. Firli pun pernah bertemu Gubernur Papua Lukas Enembe yang ketika itu sudah menjadi terperiksa.
Aulia menyatakan dengan berbagai kontroversi dan catatan negatif tersebut, sudah saatnya Firli diberhentikan dari Ketua KPK.
“Firli sudah saatnya dipecat dari KPK karena sudah begitu banyak kerusakan yang diperbuat di KPK. Kita menyayangi KPK sebagai lembaga anti korupsi yang selama ini dipercaya publik dan sudah seharusnya KPK dipimpin oleh orang-orang yang berintegritas,” kata Aulia.
Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengimbau Firli mengundurkan diri. Boyamin menilai Firli telah membuat malu masyarakat Indonesia. Kelakuan Firli, kata Boyamin, semakin membuat KPK hilang kepercayaan di tengah masyarakat.
Paralel dengan kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul yang ditangani Polda Metro Jaya, Dewan Pengawas KPK juga turut mengusut pertemuan antara Firli dan Syahrul. Firli dilaporkan ke Dewas KPK oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum atas dugaan bertemu pihak berperkara.
Walau sebelumnya membantah pernah bertemu pihak berperkara di GOR, dalam penjelasannya yang terbaru, Firli membenarkan pernah bertemu Syahrul di lapangan badminton. Namun menurutnya, pertemuan itu terjadi pada 2 Maret 2022 sebelum KPK memulai penyelidikan pada Januari 2023.
“Maka dalam waktu tersebut (Maret 2022), status Syahrul Yasin Limpo bukan tersangka, terdakwa, terpidana ataupun pihak yang berperkara di KPK. Kejadian tersebut pun bukan atas inisiasi atau undangan saya,” kata Firli.
Firli menyinggung kasus dugaan pemerasan yang menerpanya sebagai upaya serangan balik koruptor terhadapnya.
“Begitu banyak perkara korupsi yang sedang diselesaikan KPK. Sangat mungkin saat ini para koruptor bersatu melakukan serangan, apa yang kita kenal dengan istilah when the corruptor strike back,” ucapnya.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan jajaran Mabes Polri untuk mengasistensi penanganan kasus pemerasan yang ditangani Polda Metro Jaya. Ia meminta penyidik bersikap cermat dalam menangani kasus yang saling berhadap-hadapan tersebut.
“Saya minta penyidik menanganinya secara profesional, diasistensi. Silakan kalau ada lembaga yang mau ikut mengawasi sehingga kemudian prosesnya betul-betul bisa memberikan rasa keadilan,” kata Listyo.
Sementara itu, Syahrul telah mengundurkan diri sebagai mentan demi fokus mengadapi kasus hukumnya pada Kamis (5/10). Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Mentan. Syahrul pun telah pamitan secara langsung kepada Presiden Jokowi pada Minggu (8/10) malam. Ia menegaskan akan kooperatif menghadapi kasus hukum.
“Saya orang Bugis Makassar dan rasanya harga diri jauh lebih tinggi daripada pangkat atau jabatan. Dan saya berharap nasihat-nasihat orang tua saya, nasihat budaya saya dari sana kalau berani berbuat berani bertanggung jawab, dan saya siap bertanggung jawab,” pungkas Syahrul.