Sapi Dipingsankan Sebelum Disembelih di Surabaya, Ini Penjelasan MUI

25 September 2024 9:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi sapi merah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sapi merah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh angkat bicara menanggapi beredarnya video tata cara pemotongan hewan di RPH Pegirian, Surabaya. Sapi tersebut justru dipingsankan sebelum disembelih.
ADVERTISEMENT
Kiai Niam mengatakan penjelasan yang disampaikan Dirut RPH Pegirian belum menjawab inti masalah yang muncul. Bahkan Dirut malah menegur orang yang memvideokan.
Dia mengingatkan perlu ada penjelasan dan atau pemeriksaan secara lebih utuh, agar tidak simpang siur dan menimbulkan keresahan.
Niam menjelaskan video tersebut memunculkan beberapa kesimpulan yaitu proses pemingsanan menggunakan captive bolt stunner, alat pemingsanan dengan model penembakan ke otak sapi.
"Alat ini Ada beberapa jenis, ada yang menggunakan penetrasi dengan peluru, ada yang non-penetratif, menggunakan tekanan udara ke sasaran," kata Niam kepada wartawan, Rabu (25/9).
Niam menambahkan, dalam video yang sama tidak tampak jenis alat pemingsanannya, apakah penetratif atau non-penetratif. Tinggal ditelusuri lebih jauh, apakah dia jenis penetratif atau non-penetratif.
ADVERTISEMENT
Jika penetratif, kata dia, maka sangat potensial menyebabkan otak cedera permanen dan/atau kematian sapi. Sapi tidak disembelih tetap akan mati. Jika itu yang terjadi, maka tidak sesuai dengan standar fatwa halal.
Sedangkan bila non-penetratif, perlu dilihat seberapa besar tekanan diberikan, sehingga akan memberikan dampak yang beragam pada hewan.
"Ada yang sekadar pingsan dan bisa pulih kembali jika tidak disembelih, ada yang hidup tapi cedera permanen, dan ada yang mati tanpa disembelih," katanya.
"Aman tidaknya, sangat tergantung pada tekanan udara dari peluru, dan keahlian operator,” ujar dia.
Sementara, kata dia, ketentuan yang dibolehkan sesuai fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal, jika penyembelihan didahului dengan stunning (pemingsanan) maka proses stunning hanya menyebabkan pingsan sementara. Seandainya tidak disembelih dia akan kembali pulih serta hidup kembali.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan selanjutnya dalam gambar, tampak sapi langsung pingsan serta tidak bergerak. Tetapi belum bisa dinilai apakah dia sekadar pingsan dan hidup kembali normal dalam beberapa waktu (biasanya 2 menitan), cedera permanen, atau mati meski tanpa disembelih.
Dalam penjelasan lisan pada gambar, petugas tidak memiliki keahlian khusus mengoperasikan alat stunning sehingga potensial menyebabkan sapi cedera permanen dan/atau kematian jika tidak disembelih. “Tapi perlu juga dilihat kepastiannya, apakah hal itu bercanda atau benar begitu adanya,” ujar dia.
Niam menggarisbawahi alat stunning dengan captive bolt stunner, model seperti yang terlihat dalam video viral tersebut di beberapa negara sudah ditinggalkan, seperti Selandia Baru. Sebagai alternatif digantikan dengan yang model pnuematic (menggunakan tekanan angin) atau electric, relatif lebih aman dari sisi syari, hanya menyebabkan shock hewan, pingsan sementara.
ADVERTISEMENT
Karenanya, kata Kiai Niam, harus ada informasi utuh, tidak sepenggal, audit total oleh pemerintah dalam proses penyelenggaraan penyembelihan hewan yang menggunakan alat captive bolt stunner untuk menjamin kehalalan daging yang beredar.
Secara internal, RPH juga berbenah untuk memastikan proses penyembelihannya sesuai dengan ketentuan syari. MUI secara khusus akan melakukan pendalaman praktik penyembelihan, khususnya yang menggunakan stunning, dan kesesuaiannya dengan fatwa.
Lebih lanjut dia menjelaskan ketentuan Fatwa MUI tentang Standar Penyembelihan Halal mengatur bahwa stunning (pemingsanan) untuk mempermudah proses penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan syarat:
ADVERTISEMENT