Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Sate Susu, Kuliner Primadona Buka Puasa Khas Denpasar
25 Mei 2018 18:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Kampung Jawa di Denpasar, Bali, punya kuliner sate sapi khas yang banyak diburu jelang berbuka puasa. Jika biasanya sate sapi berbahan dasar daging atau kulit, sate sapi yang dijual di kawasan kuliner ini terbuat dari payudara sapi.
ADVERTISEMENT
Namanya sate susu. Sekilas sate-sate ini tampak seperti sate daging pada umumnya, hanya warna bumbunya saja yang tampak berbeda, cenderung merah kekuning-kuningan dengan biji-biji cabai yang masih tampak segar.
kumparan menyambangi Kampung Jawa sore ini, yang beralamat di Dusun Wanasari, Jalan A. Yani, Denpasar Barat. Di sebuah gang yang berada tepat di sebelah Masjid Baiturrahman di kampung itu, lebih dari 10 pedagang sate susu berjejer.
Tak ada yang tahu persis sejak kapan sate susu jadi kuliner primadona di kampung itu. Kabar yang beredar di masyarakat, warga Denpasar mengenal olahan sate susu sejak tahun 1963, tak lama setelah Gunung Agung meletus dan warga Kampung Muslim Kecicang, Karangasem, mengungsi lalu menetap di Denpasar.
ADVERTISEMENT
Salah satu pedagang sate susu, Rahmat, mengaku sudah sejak 6 tahun lalu berjualan di Kampung Jawa. Ia dan istrinya memasak langsung sate susu dagangannya dengan resep turun temurun dari orang tua.
"Sudah setiap tahun. Turun temurun dari orang tua. Kalau dari orang tua dulu, mbahnya, mungkin dari tahun 1970-an. Sesudah pindah dari Karangasem dan menetap di Kampung Jawa," ujar Rahmat di Kampung Jawa, Denpasar, Jumat (25/5).
"Sudah lama sekali. Kalau saya sendiri sudah 6 tahun ini berjualan," imbuhnya.
Butuh waktu cukup lama untuk mengolah payudara sapi menjadi kudapan sate susu. Payudara sapi harus direbus sekitar 4 hingga 5 jam, sebelum dipotong kecil-kecil. Selanjutnya, prosesnya nyaris sama dengan pembuatan sate pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Potongan kecil-kecil itu dibumbui, ditusukkan pada lidi dan dibakar. "Susu(nya) sapi, nyonyoknya (payudara) itu diiris tipis-tipis. Bumbunya bawang putih dan merah, ada juga bumbu pedas," papar Rahmat.
Harga sate susu ini dibanderol beragam oleh tiap pedagang, dengan kisaran Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per tusuknya.
Tak seperti hari-hari biasa, selama bulan Ramadhan, Rahmat mengaku penjualan sate susu meningkat drastis, apalagi saat akhir pekan tiba. Mulai berjualan pukul 15.00 hingga 18.00 WITA, tak kurang dari 500 tusuk per hari ludes dibeli konsumen.
"Kalau sabtu dan Minggu rame, kira-kira 500 tusuk per hari untuk sate susu. Kalau sate lain beda lagi. Tapi yang paling banyak ya sate susu," ucap Rahmat.
Pedagang sate susu lainnya, Ibu Jul, pun senada dengan Rahmat. Menurut perempuan yang telah berjualan sate susu sejak 18 tahun silam ini, belum ada jenis kudapan lain di kampung ini yang mengalahkan 'ketenaran' sate susu.
ADVERTISEMENT
Padahal di kawasan kuliner Kampung Jawa itu, para pedagang sate susu juga menjual berbagai jenis sate lainnya. Seperti sate ayam, sate sapi, sate kambing, sate usus, sate kulit, hingga sate lilit khas Bali, dengan kisaran harga Rp 1.500-Rp 3000 per tusuk.
"Masih banyak peminatnya. Banyakan sate susu dibandingkan dengan sate lainnya kalau hari biasa sebenarnya jualan, tapi yang mencari enggak sebanyak seperti bulan puasa ini," ucap Ibu Jul.
Salah seorang pembeli, Vira, mengaku ketagihan sate susu karena tekstur sate yang kenyal. Meski tak ikut menjalankan ibadah puasa, Vira senang bisa menikmati euforia Ramadhan dengan berburu sate susu di Kampung Jawa.
"Teksturnya kayak gajih sapi terus dibumbuin. Kalau masih baru dibakar, kenyal," ucap warga Denpasar Timur ini.
ADVERTISEMENT
Selain menjual berbagai olahan sate, pasar kuliner Kampung Jawa ini juga menjual aneka takjil. Seperti aneka jajanan pasar, gorengan, es dawet dan es selasih. Tersedia pula beberapa jenis lauk pauk lainnya.