Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Saat ini, RER menjadi rumah yang aman bagi spesies flora dan fauna, termasuk bagi satwa liar yang terancam punah. Seperti Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), Beruang madu Malaya (Helarctos malayanus), Kucing Tandang (Prionailurus planiceps), dan puluhan spesies burung. Pencapaian ini, menjadikan RER sebagai tempat perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Area restorasi RER mendapatkan banyak manfaat dari lokasinya yang strategis di Semenanjung Kampar. Hutan rawa gambut dikelilingi oleh hutan tanaman yang dikelola secara berkelanjutan oleh APRIL, yang berfungsi sebagai zona penyangga dari ancaman terhadap hutan. Pendekatan "Produksi-Proteksi" ini memegang peran penting dalam melindungi hutan rawa gambut dari penebangan liar, kebakaran dan perburuan satwa liar.
Melalui pendekatan tersebut, sebagai bagian dari komitmen APRIL2030, Grup APRIL memastikan investasinya sebesar USD 1 untuk setiap ton kayu dari hutan tanaman industrinya yang dikirim ke pabrik, untuk membiayai kegiatan restorasi dan konservasi. Melalui RER, dukungan finansial ini akan digunakan untuk memberikan dampak positif bagi alam, iklim, dan lingkungan, sembari tetap mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan bagi perusahaan.
Saat ini, Grup APRIL menjadi pionir sebuah perusahaan sektor swasta yang bertanggung jawab langsung atas perlindungan hutan dan ekosistemnya. Hingga saat ini, belum ada kawasan hutan gambut tropis di Asia Tenggara yang menjadi tanggung jawab sebuah perusahaan swasta.
Ekosistem hutan yang sensitif ini merupakan fokus utama RER sejak didirikan lebih dari 10 tahun yang lalu. Progres tahunan dari program ini menjadi sangat penting dalam upaya melindungi kawasan hutan gambut yang luas. Setiap tahunnya, RER memainkan peranan besar dalam pencapaian program kolaboratif ini. Hingga kini, RER telah memberikan solusi berbasis alam di salah satu lanskap lahan gambut terbesar di Indonesia.
Pada awal perjalanan RER pada tahun 2013, wilayah program ini mencakup hutan gambut seluas 20.265 hektare, yang diberikan melalui izin konsesi restorasi ekosistem (ERC) dari pemerintah Indonesia. Program ini diresmikan langsung Menteri Kehutanan saat itu, Zulkifli Hasan.
Elemen Kunci Keberhasilan RER
Beberapa elemen kunci yang telah mendasari keberhasilan operasional RER sejak awal mencakup komitmen untuk melibatkan masyarakat lokal, pemantauan satwa liar dan spesies tumbuhan anakan alam, perlindungan aktif dan patroli di area konsesi untuk membatasi perambahan ilegal, serta kolaborasi erat dengan LSM, kelompok masyarakat sipil, dan lembaga Pemerintah lokal untuk melaksanakan tindakan yang disepakati guna mencapai tujuan restorasi.
Pada tahun 2014, kawasan RER diperluas dengan tiga izin restorasi ekosistem tambahan. Pada 2015, dalam konferensi COP21 di Paris, Grup APRIL mengumumkan perluasan total kawasan RER menjadi 150.000 hektare dan komitmen sebesar USD 100 juta berdurasi 10 tahun untuk upaya konservasi dan restorasi.
Selama sepuluh tahun terakhir, RER telah bermitra dengan organisasi lingkungan seperti Fauna & Flora dan BIDARA. Fauna & Flora memiliki keahlian dalam pendekatan restorasi berbasis ilmu pengetahuan, sementara BIDARA fokus pada pemberdayaan masyarakat dan modal sosial di Semenanjung Kampar.
RER juga bekerja sama dengan Yayasan Laskar Alam di Pulau Padang untuk memberdayakan masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan, mulai dari pertanian hingga pendidikan. Selain itu, RER berkolaborasi dengan Tropenbos Indonesia untuk mengkaji pasokan kayu dan memenuhi kebutuhan mata pencaharian Masyarakat di desa Serapung, serta Wildlife Conservation Society (WCS) dalam mencegah perdagangan satwa liar illegal.
Pada 2017, RER bekerja sama dengan The Nature Conservancy untuk melakukan proyek pemetaan dan penilaian yang mendukung rencana pengelolaan lahan di Semenanjung Kampar. Hasilnya, teridentifikasi lebih dari 344.000 hektare hutan gambut dataran rendah di Kawasan tersebut.
Pada 2018, RER memulai restorasi pada 58,2 hektare hutan terdegradasi, yang merupakan pencapaian terbesar hingga saat ini, bahkan hampir dua kali pencapaian empat tahun sebelumnya. Restorasi difokuskan pada lokasi yang sebelumnya mengalami pembalakan intensif dan kebakaran di masa lalu sebelum pengelolaan RER beroperasi.
Sebagai bagian dari upaya konservasi satwa liar yang terancam punah, RER memasang 70 kamera jebak di Semenanjung Kampar dan 19 kamera lainnya di Pulau Padang selama 3.660 hari. Hasilnya, lebih dari 10.000 foto berhasil diambil, yang mengidentifikasi 31 burung, 7 herpetofauna, dan 28 mamalia di Semenanjung Kampar. Di Pulau Padang, kamera jebak mengidentifikasi satu burung, satu herpetofauna, dan 13 mamalia.
Keberadaan kamera jebak ini sangat penting dalam upaya restorasi dan konservasi karena dapat melihat satwa liar di habitat alaminya tanpa mengganggu mereka, sehingga disebut sebagai teknologi ramah hewan. Kamera jebak memberikan visualisasi yang luar biasa, yang membantu proses pengamatan spesies yang sulit diamati dengan metode konvensional.
Kamera ini memungkinkan peneliti untuk mempelajari hewan kapan saja dan dalam jangka waktu cukup panjang (30-60 hari) di tempat terpencil dan sulit dijangkau sekalipun. Dengan teknologi ini, tim RER berhasil mengumpulkan visualisasi burung, reptil, mamalia dan beberapa spesies unik lainnya.
Kembalinya Corina ke Alam Liar
Organisasi internasional di bidang lingkungan World Wide Fund for Nature (WWF) dan Wildlife Conservation Society (WCS) menyatakan Semenanjung Kampar adalah lokasi yang sangat penting bagi keanekaragaman hayati, yang dapat menjadi habitat bagi 50 Harimau Sumatra. RER berperan dalam upaya penting konservasi Harimau Sumatra dengan menyediakan habitat yang aman. Jenis harimau ini termasuk spesies mamalia yang terancam punah di dunia akibat perburuan liar dan hilangnya habitat.
Pada 2019, RER bekerja sama dengan Save the Indonesian Nature and Threatened Species (SINTAS) untuk melalukan survei kawasan seluas 517.500 hektare di Semenanjung Kampar. Lanskap ini menjadi salah satu dari 12 lanskap di Sumatra yang disurvei sebagai bagian dari Sumatra Wide Tiger Survey kedua untuk memperbarui status Program Pemulihan Harimau Nasional (NTRP/National Tiger Recovery Program) yang dicetuskan KLHK pada 2010.
Tujuan NTRP adalah menggandakan jumlah Harimau Sumatra yang terancam punah dengan tujuan untuk mengidentifikasi tantangan upaha konservasi, merumuskan strategi konservasi dan tindakan prioritas, serta mengarahkan pendanaan untuk mempertahankan dan memulihkan populasi mereka. Hasil survei memperlihatkan populasi harimau Sumatra di Semenanjung Kampar ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Pada Maret 2020, seekor Harimau Sumatra betina ditemukan terluka akibat terjerat jebakan pemburu pada area perkebunan masyarakat di Semenanjung Kampar. Harimau tersebut, yang diberi nama Corina, berhasil diselamatkan dan dipulihkan di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra Dharmasraya (PR-HSD), Sumatra Barat, oleh pihak BBKSDA Riau.
Selama proses rehabilitasi, Corina masih tetap mempertahankan sifat liarnya dan para ahli menilai Corina siap untuk dilepasliarkan ke habitatnya. Pada 20 Desember 2020, Corina berhasil dilepasliarkan ke hutan RER. Lokasi ini dipilih atas pertimbangan sejumlah pihak mulai dari Forum Harimau Kita, SINTAS, Fauna & Flora, Zoologi Society of London, hingga BBKSDA Riau.
Kawasan RER dianggap sebagai habitat yang layak, karena berdasarkan sejumlah faktor, mulai dari jarak dari permukiman warga hingga ketersediaan mangsa. Di bawah pengawasan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KLHK), proses pelepasliaran Corina berhasil dilakukan.
Setelah dilepasliarkan, Corina berhasil dilacak menggunakan kerah GPS selama lima bulan. Pada Juni 2022, tim menerima informasi soal keberadaannya melalui rekaman kamera jebak. Kembalinya Corina ke alam liar menandai sebuah langkah signifikan untuk mendukung konservasi harimau Sumatra dan menunjukkan kolaborasi sektor publik dan swasta dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Rumah Bagi Ratusan Satwa Liar Lain
RER tak hanya menjadi rumah bagi Harimau Sumatra saja, melainkan juga sebagai tempat tinggal spesies lainnya. Dari 896 spesies (per Juni 2024) yang berhasil diidentifikasi, beberapa di antaranya merupakan satwa terancam punah seperti, Trenggiling Sunda (Manis Javanica) hingga Kucing Tandang (Prionailurus planiceps) yang dilindungi. Hal ini membuat RER menjadi area yang sangat penting untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka.
Tak hanya hewan darat, kawasan RER turut melindungi populasi burung di Semenanjung Kampar. Mulanya, pendataan populasi burung dilakukan tahun 1991-1992. RER lalu memulai pengamatan dan pendataan burung pada tahun 2015.
Hasilnya, menunjukkan bahwa RER dipenuhi dengan berbagai macam burung yang khas dari hutan rawa gambut tropis, mulai dari spesies penghuni tetap hingga migran regular, beberapa diantaranya adalah Empuloh paruh-kait (Setornis criniger), Julang Jambul-hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus) dan Sunda nightjar (Caprimulgus concretus).
RER juga melakukan pendataan terhadap macam-macam serangga. Termasuk di antaranya adalah Odonata, seperti capung dan capung jarum. Mereka turut membantu tim RER dalam memahami lanskap kawasan konservasi dan memiliki fungsi sebagai indikator kualitas air dan kesehatan ekosistem.
Dari dua survei yang dilakukan, per Desember 2022, tim berhasil mengidentifikasi 58 spesies capung dan capung jarum, dua di antaranya terdaftar sebagai Terancam Punah (EN), dan satu terdaftar sebagai Rentan (VU) menurut Daftar Merah IUCN. Dari 58 spesies tersebut, satu dicatat untuk pertama kalinya di Indonesia, dan satu lagi dicatat untuk pertama kalinya di Sumatra.
Menurut beberapa studi ilmiah, informasi mengenai jenis Odonata Sumatra kurang dipahami dikarenakan informasi tentang keberadaan mereka di Provinsi Riau yang terbatas. Melalui kemitraan dengan Dr. Dow, RER bertujuan untuk mengembangkan Dragonfly Biotic Index (DBI) untuk Semenanjung Kampar. DBI adalah indeks yang sangat sensitif yang dapat mendeteksi perubahan kondisi habitat yang disebabkan oleh polusi, degradasi, atau invasi spesies asing. Indeks ini juga berfungsi sebagai ukuran untuk proses pemulihan habitat.
Setelah dikembangkan, DBI dapat digunakan untuk memantau pemulihan habitat. Hal ini juga akan membantu RER dalam memprioritaskan situs yang membutuhkan perhatian konservasi khusus atau restorasi.
Upaya Pendukung Keberhasilan Satu Dekade RER
Sebagian besar hutan gambut dapat dipulihkan dengan melindungi hutan dari gangguan manusia dan memberikan kesempatan bagi regenerasi alami melalui penyebaran benih. Teknik ini, meskipun memerlukan waktu lebih lama untuk melihat hasilnya, lebih efisien dari segi biaya dan lebih efektif dibandingkan dengan memindahkan pohon ke lokasi yang sudah memiliki tutupan rapat dan memiliki banyak sumber benih.
RER menerapkan 'regenerasi aktif' pada sekitar 1% dari hutan yang mengalami kerusakan parah di mana penebangan intensif, pembangunan drainase dan kebakaran hutan terjadi sebelum tahun 2013. Di lokasi-lokasi ini, bibit anakan alam dikumpulkan dari hutan sekitar, dirawat di lokasi pembibitan pohon oleh tim RER, kemudian dipindahkan ke lokasi tersebut untuk mempercepat regenerasi pohon yang sedang terjadi.
Upaya pendukung yang dilakukan RER selanjutnya terkait manajemen hidrologi, sebagai upaya untuk menjaga kelembaban dan basahnya lahan gambut. Pasalnya, gambut tropis merupakan salah satu penyimpan karbon terbesar di dunia, tetapi jika dalam kondisi basah. Sehingga upaya ini menjadi fokus utama RER, dengan membuat dam untuk menutup aliran air yang mengalir dari kanal drainase, yang pada masa lalu digunakan sebagai jalur distribusi kayu ilegal.
Kemudian, program manajemen kebakaran api turut menjadi upaya yang dilakukan RER untuk menjaga kawasan Semenanjung Kampar, khususnya saat musim kemarau.
Program manajemen kebakaran RER berfokus pada pencegahan, kesiapsiagaan dan respon cepat. Pendekatan produksi-proteksi juga secara efektif memisahkan hutan RER dari ancaman pembakaran lahan dan kegiatan illegal lainnya.
Secara khusus, penggunaan api oleh manusia bukan ancaman di kawasan RER karena tidak ada pembukaan lahan atau konversi hutan yang terjadi. Meski demikian, tim RER melakukan penilaian risiko bahaya tahunan dengan mengidentifikasi lokasi dan sumber kebakaran potensial, hingga pelatihan kesadaran kebakaran dengan masyarakat lokal dan menghitung Rating Bahaya Kebakaran Harian (FDR).
Tim juga melakukan patroli hutan untuk memberikan informasi langsung kepada pengguna hutan dan nelayan mengenai bahaya kebakaran. Drone tanpa awak juga digunakan untuk memantau tanda-tanda asap atau kebakaran di daerah terpencil.
Selain upaya terhadap lingkungan, Grup APRIL dan RER turut menggandeng masyarakat sekitar dalam sejumlah program kerja sama, mulai dari pemberdayaan masyarakat, upaya peningkatan perekonomian hingga edukasi terhadap konservasi hutan dan keanekaragaman hayati. Lebih dari 40.000 orang tinggal di sekitar RER –17.000 di Semenanjung Kampar dan 24.000 di Pulau Padang.
Tim RER memastikan kegiatan tradisional masyarakat yang sudah ada sejak dulu tetap lestari, seperti menangkap ikan, mengumpulkan madu, hingga usaha kecil masyarakat lainnya. Upaya ini menunjukkan konservasi yang dilakukan RER juga menciptakan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat setempat. Seperti dukungan RER terhadap kelompok nelayan Serkap Jaya Lestari yang sudah lama bergantung dengan sungai di kawasan RER.
Melalui pendampingan dan dukungan yang dilakukan RER, kelompok ini telah berupaya untuk mewariskan metode penangkapan ikan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan kepada generasi berikutnya. RER juga memberikan dukungan pengelolaan peralatan, penyediaan jaring ikan dan keramba, jaket pelampung, hingga renovasi dan penyediaan panel surya pada pondok nelayan.
Selain membantu masyarakat, pada 2017, Grup APRIL membangun juga Eco-Research Camp, sebuah pusat penelitian rawa gambut tropis bagi para peneliti yang ingin mempelajari ekosistem rawa gambut. Tempat ini juga sebagai basis operasional tim RER.
Fasilitas ini berdiri di lahan seluas 32 hektare di konsesi hutan komersial yang dikelola Grup APRIL —12 hektare untuk bangunan dan 20 hektare terdiri dari hutan yang berdekatan dengan hutan alam di kawasan RER.
Melalui Eco-Research Camp, RER bekerja sama dengan penasihat, ahli teknis, masyarakat, dan kelompok terkait lainnya untuk mengembangkan solusi baru dalam mengelola lanskap hutan, melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati, serta mengurangi ampak perubahan iklim, sejalan dengan target iklim dan pembangunan pemerintah Indonesia.
Penelitian berkelanjutan diperlukan untuk pengembangan strategi dan operasi pengelolaan restorasi ekosistem. Dalam waktu singkat, Eco-Research Camp telah digunakan sebagai basis untuk sejumlah penelitian, termasuk survei odonata, yang mengidentifikasi 71 spesies di area RER, dan penelitian distribusi mamalia yang dilakukan oleh tim dari Universitas Kent. Eco-Research Camp juga berperan sebagai basis penelitian untuk tim dari Universitas British Columbia untuk studi tentang perikanan di Sungai Serkap.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan Grup APRIL melalui RER selama satu dekade terakhir menunjukkan bahwa restorasi hutan rawa gambut tropis memerlukan waktu yang panjang dan tindakan kolektif. Komitmen ini akan terus berlanjut sebagai upaya untuk melindungi dan merestorasi rawa gambut tropis di Sumatra demi kepentingan generasi masa depan kita.